Olahraga & Otomotif

“Samurai Sudah Dapat Tiket, Garuda Mau Nebeng Ngetes Sayap”

ist

Sumselterkini.co.id, – Ada pepatah bijak dari kampung yang bunyinya begini “Kalau mau tahu seberapa kuat jembatan, lewati saat hujan badai, bukan saat matahari cerah,” Nah, kurang lebih begitulah suasana hati Timnas Indonesia jelang laga lawan Jepang di Stadion Panasonic Suita, Osaka.

Jepang, si pemilik jembatan megah, sudah duluan melenggang ke Piala Dunia 2026. Tiketnya sudah diselipkan di dompet sebelah kiri, yang kanan isinya pengalaman dan teknik kelas dunia. Sementara Garuda, meski belum bisa terbang sampai Amerika, Meksiko, atau Kanada, tapi sudah lolos ke babak ke empat. Bahasa gampangnya belum bisa pesta, tapi udah dapet undangan ke ruang tunggu.

Skuad Garuda kita ini datang ke Osaka bukan buat main ke Dotonbori atau jajan takoyaki, mereka datang buat ngetes seberapa tajam cakar dan lentur sayapnya. Patrick Kluivert, pelatih asal Belanda yang gaya bicaranya kalem tapi pikirannya setajam silet dapur emak-emak, tahu betul bahwa Jepang bukan lawan yang bisa dianggap remeh. Ini bukan tim yang bisa diajak main hompimpa atau adu suit batu-gunting-kertas. Ini tim yang kalau main, bisa bikin bola terasa seperti peluru kendali.

Tapi tenang dulu, jangan langsung pesimis. Kata Kluivert, “Kami datang dengan rasa percaya diri tinggi”. Nah, itu penting, karena dalam hidup ini, kadang yang bikin sukses bukan cuma latihan dan strategi, tapi juga percaya diri. Sama kayak orang nembak gebetan kalau udah minder duluan, baru ngucap hai aja bisa gugup sampe lupa nama sendiri.

Soal rotasi pemain, Kluivert masih jual mahal. Katanya, Kita lihat besok, bahasa diplomatis ini biasanya bisa berarti dua hal pertama, dia memang belum mutusin, kedua, dia udah mutusin tapi gak mau bocorin karena takut strategi dicuri sama intel Jepang yang menyamar jadi pembersih stadion.

Tapi satu hal yang pasti, Indonesia akan bermain dengan semangat. Ini bukan laga penentuan, tapi bukan juga laga iseng-iseng berhadiah. Ini semacam gladi resik buat babak keempat. Uji coba yang lawannya bukan tim sebelah rumah, tapi tim tetangga yang rumahnya tiga lantai, punya lift, dan ada robot pelayannya.

Gelandang, Joey Pelupessy, yang main di klub Belgia Lommel SK, juga udah siap. Dia bilang pertandingan ini ibarat ketemu raja terakhir di game. Seru, menantang, dan bikin jantung deg-degan kayak mau disunat ulang. Joey bilang ini pertandingan menyenangkan. Ya iyalah, siapa yang gak senang bisa tanding lawan tim kelas dunia, sambil tahu bahwa apapun hasilnya, kita tetap melaju.

Ini kayak naik roller coaster, tahu bakal muter-muter di udara, tapi tetap senang karena itu bagian dari permainan. Dan buat Garuda, ini juga ajang pembuktian. Kalau bisa nahan Jepang, atau setidaknya main elegan dan nggak dibantai, itu udah jadi prestasi yang layak dibanggakan.

Pertandingan melawan Jepang ini ibarat pertarungan antara tukang bakso keliling dengan chef bintang lima. Tapi jangan salah, kadang lidah orang kampung lebih suka kuah bakso daripada sup asparagus hotel bintang tujuh.

Garuda memang belum segarang Samurai. Tapi semangat, tekad, dan proses panjang yang dijalani pantas diapresiasi. Jepang udah punya tiket Piala Dunia, kita masih antre sambil bawa KTP dan nomor antrian. Tapi selama kita terus berproses, siapa tahu tahun depan Garuda bukan cuma nebeng uji coba, tapi benar-benar ikut pesta sepak bola dunia.

Ingat pepatah dari warung kopi sebelah stadion “Yang penting bukan seberapa cepat sampai, tapi seberapa kuat bertahan di jalan yang penuh tanjakan”.

Jadi, mari kita dukung skuad Garuda bukan karena kita berharap mereka menang besar, tapi karena kita tahu mereka sedang meniti jalan besar. Besok, tonton Garuda terbang di langit Osaka. Siapa tahu, besok bukan cuma sayap yang mengembang… tapi juga harapan seluruh negeri!.

Dan laga melawan Jepang memang tak menentukan posisi, tapi sangat menentukan mental. Ini seperti ulangan harian yang nilainya gak ngaruh ke rapor, tapi tetap penting untuk tahu kita ngerti pelajaran atau cuma numpang duduk di kelas.

Kalau Garuda bisa tampil berani, rapi, dan kompak, itu artinya bukan sekadar kita punya tim, tapi kita punya masa depan. Karena sepak bola bukan cuma soal skor akhir, tapi soal proses panjang yang penuh jatuh bangun, seperti cinta lama yang tak pernah lupa jalan pulang.

Dan jangan lupa, Jepang itu dulunya juga belajar dari kekalahan, mereka pernah jadi bulan-bulanan di Piala Dunia 1998, tapi sekarang jadi langganan. Maka, tak ada alasan bagi Indonesia untuk minder. Kalau Samurai bisa ditempa dari baja panas, kenapa Garuda gak bisa diasah dari semangat rakyat yang tak pernah padam?.

Jadi sekali lagi, ini bukan hanya pertandingan. Ini pentas harga diri. Ini panggung latihan besar untuk jadi bangsa yang besar, bukan cuma dari teriakan di tribun, tapi dari keberanian di lapangan. Kalau besok kita kalah, itu biasa. Tapi kalau kita main tanpa semangat, itu baru celaka. Karena kata pepatah warung sate “Yang penting bukan hasil bakaran, tapi api semangat yang tak pernah padam”. Mari kita tonton, kita dukung, kita sorak… dan jangan lupa, siapkan gorengan!.[***]

[***]

Terpopuler

To Top