Olahraga & Otomotif

Bupati Muba Jadi Doping Semangat Atlet Porprov!, Sportivitas Lebih Mahal dari Emas!

ist

BEGITU Bupati Muba H.M. Toha Tohet masuk arena Porprov XV Sumatera Selatan, suasana langsung berubah, sorak-sorai penonton meledak kayak kembang api malam tahun baru. Atlet yang tadinya ngos-ngosan, tiba-tiba kayak disuntik semangat baru.
Yang semula nunduk lemas, langsung tegap.

Bahkan yang tadinya gemetar, kini jotosannya makin mantap, mungkin karena kehadiran Toha di tribun itu ibarat “minyak angin mental” ngademin kepala, tapi sekaligus bikin panas semangat.

Toha datang bukan buat gaya-gayaan, tapi buat ngasih contoh, ia gak duduk di kursi empuk sambil main HP, tapi berdiri di pinggir ring, ikut teriak, ikut deg-degan, bahkan ikut keringetan. Lihat raut mukanya, jelas, ini bukan sekadar kunjungan kerja, tapi kunjungan hati.

“Bertandinglah dengan sportivitas, tunjukkan kemampuan terbaik, menang atau kalah itu biasa, yang penting totalitas!” seru Toha.

Suaranya mantap, kalimatnya sederhana, tapi efeknya kayak jurus pamungkas di film laga  dan  langsung bikin yang dengar bergetar.

Di atas ring tinju, keringat beradu dengan harapan, setiap pukulan bukan cuma cari poin, tapi juga cari jati diri, dan Toha ngerti banget, Porprov bukan soal gengsi daerah, tapi soal melatih hati.

Ia memandang pertandingan bukan sebagai “adu jotos”, tapi “adu niat baik”, katanya “Yang menang jangan jumawa, yang kalah jangan kecewa, karena juara sejati itu bukan yang berdiri di podium, tapi yang tetap berdiri saat jatuh”.

Kata-kata itu menempel di kepala penonton seperti perekat poster kampanye, tapi kali ini gak ada janji kosong, cuma semangat yang tulus.

Sore itu, seorang atlet karate dari Muba sempat kalah tipis, wajahnya lesu, keringat bercampur air mata. Toha datang menghampiri, menepuk pundaknya, lalu bilang pelan,

“Kamu udah menang, Nak, karena berani tampil dan jujur sama kemampuan sendiri”

Atlet itu langsung senyum, bukan senyum menang, tapi senyum lega, karena kadang, pengakuan dari pemimpin jauh lebih berharga dari medali emas yang digantung di leher.

Porprov XV ini ibarat cermin besar, siapa yang benar-benar bermental juara akan kelihatan dari caranya menerima hasil. Toha bilang, “Porprov itu bukan lomba cepat kaya medali, tapi lomba membentuk jiwa”.

Dan benar saja, di Muba, banyak atlet muda yang lahir bukan dari fasilitas mewah, tapi dari semangat kampung. Lapangan seadanya, tapi tekad luar biasa, dari situ lahir para petarung sejati  bukan karena disorot kamera, tapi karena ditempa kegigihan.

Seperti pepatah lama, Baja takkan jadi kuat tanpa api, dan manusia takkan jadi tangguh tanpa ujian”
Porprov ini adalah apinya, dan Toha hadir untuk memastikan bara itu tetap menyala.

Muba di Puncak

Hingga hari kedua, Muba masih memimpin klasemen, dua puluh medali emas sudah dikantongi, namun alih-alih pesta pora, Toha justru mengingatkan “Kita boleh bangga, tapi jangan jumawa, semangat boleh membara, tapi jangan sampai gosong”.

Ucapan itu disambut tawa para atlet, tapi maknanya dalam, sebab banyak yang bisa menang, tapi gak semua bisa tetap rendah hati. Dan Toha tahu, kemenangan yang sejati itu bukan di papan skor, tapi di cara menghormati lawan.

Ia juga mengingatkan, “Medali itu cuma benda, tapi sportivitas adalah nilai, kalau emas bisa luntur, tapi etika tak pernah pudar
Kalimat itu bisa aja dipajang di gapura stadion, singkat tapi ngena, kayak nasihat bapak-bapak yang diam-diam bijak.

Suasana Porprov di Muba itu kayak tonton drama Korea versi lokal lengkap dengan teriakan, air mata, dan tawa. Bedanya, ini real, gak ada skenario.
Penonton di tribun hebohnya ngalahin konser dangdut, ada yang bawa toa, ada yang bawa kipas, ada juga emak-emak yang teriak lebih kenceng dari pelatih.

Salah satu penonton nyeletuk, “Bupati Toha tuh semangatnya kayak emak-emak rebutan diskon beras, gak mau kalah!”.

Seketika stadion pecah tawa, tapi itulah yang bikin suasana Porprov beda: hangat, dekat, manusiawi, karena di sana, semua jadi satu, yakni atlet, pejabat, pedagang cilok, sampai tukang parkir, bahkan semuanya juga punya semangat yang sama, yaitu ingin lihat daerahnya bangga.

Toha ingin Porprov ini jadi batu loncatan, bukan garis akhir, ia ingin Muba melahirkan atlet yang gak cuma hebat di kabupaten, tapi juga bisa harumkan nama Indonesia di luar negeri.

Ia sadar, negara-negara seperti Jepang dan Korea membangun atlet bukan cuma lewat fasilitas, tapi lewat karakter. “Mereka kuat karena disiplin, bukan karena gedung megah,” katanya.

Dan itu juga yang ia tanamkan ke atlet Muba, antara lain rendah hati, jujur, dan pantang menyerah, sebab hidup itu, kata Toha, seperti pertandingan panjang, kadang kita di atas ring, kadang kita di tribun. Tapi di mana pun posisinya, yang penting jangan kehilangan semangat dan kejujuran.

Oleh sebab itu, harga sebuah sportivitas itu mahal, tapi nilainya tak ternilai, karena juara sejati bukan yang banyak piala, tapi yang bisa tepuk tangan untuk lawan tanpa iri.

Di tengah riuh sorak Porprov XV, Bupati Muba H.M. Toha Tohet jadi bukti bahwa dukungan tak harus berupa uang atau janji, tapi cukup hadir dengan hati, ia datang bukan untuk dipuji, tapi untuk menyalakan api semangat, dan sore itu, jadi saksi, di antara pukulan dan peluh, satu pesan menggema di stadion Sekayu “Sportivitas lebih mahal dari emas, dan semangat juang tak kenal musim”.

Karena, seperti pepatah lama yang hidup lagi di Porprov kali ini “Yang membanggakan bukan tangan yang mengangkat piala, tapi tangan yang tetap bisa menepuk bahu lawan dengan tulus”.[***]

Terpopuler

To Top