SERIKAT Pemuda dan Masyarakat Sumatra Selatan (SPM Sumsel) melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir (OKI). Mereka mendesak agar meninjau ulang surat penetapan Hakim ketua pada Pengadilan Negeri Nomor :501/Pid.B/2020/Pn Kag tanggal 7 Agustus 2020 dan surat pelimpahan perkara pemeriksaan Terdakwa dihadapkan kedepan persidangan dengan dakwaan melanggar pada pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Koordinator SPM Sumsel, Yopi Maitaha, dalam orasinya meminta kepada Kepala Kejaksaan Negeri OKI untuk mengevaluasi ulang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada tersangka Kepala Desa Pangkalan Lampam Khoiril Anwar bin H. Daud.
Menurut hasil temuan dilapangan, mengingat dari awal terjadinya penganiayaan kepada Muhammad Irsan. yang disebabkan korban sudah membongkar atau mempermasalahkan dana desa mulai dari tahun 2017 hingga 2019.
Selama ini, belum ada mekanisme yang baik dalam penyaluran dan pemanfaatan yang tidak terlaksana sesuai dengan petunjuk juknis untuk pemberdayaan potensi desa tersebut.
“Apa lagi, korban selama dipilih sebagai ketua BPD Desa Pangkalan Lampam tidak pernah sependapat dengan Kepala desa yang sebagai Status tersangka,” ucap Yopi, Rabu (21/10/2020).
Yovi juga menuturkan, dengan isi laporan korban di Unit Reskrim Polres OKI menyatakan pada tanggal 31 januari sekitar pukul 11.30 Wib dengan saksi yang cukup serta dibuktikan hasil Visum dokter korban saudara Muhammad Irsan Bin Muhammad Ali yang dilakukan oleh pelaku Khoiril Anwar Bin H. Daud Kepala Desa Pangkalan Lampam Aktif yang sudah status tersangka.
“Namun, Selama proses penegakan hukum yang berjalan lebih kurang 10 bulan, pelaku penganiayaan tidak pernah ditahan baik tingkat Polres, Kejaksaan begitupun proses Pengadilan.
Seharusnya, dalam pasal 351 Kuhp, telah menerangkan penganiayaan dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan yang dijatukan kepada tersangka,” ucapnya.
Lebih lanjut, Yovi katakan, dari tuntutan 1 bulan 15 hari yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat tidak adil dan tidak berhati nurani, putusan seorang Jaksa tidak dapat diterima akal sehat.
Untuk itu kami tegaskan kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten OKI, mohon di pelajari kembali tentang tuntutan minimal dan maksimal JPU pada suatu tindak pidana apakah memenuhi unsur tuntutan itu apa tidak.
Desakan itu bukan tanpa dasar, melainkan pada penjelasan penyidikan dan penyelidikan sudah dipenuhi unsur P21 yaitu barang bukti dan alat bukti yang cukup serta keyakinan Hakim pada keterangan Visum Dokter, artinya Jaksa hanya bisa menuntut serendah -rendahnya 1/3 dari ancaman Pasal 351 ayat 1 yaitu minimal 10 bulan tuntutan Jaksa,” jelas Pria berambut Cepak ini.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri OKI, Ari Bintang Prakosa Sejati, SH, MH,Li melalui Kasubag Pembinaan Kajari OKI , Santoso mengatakan, sekarang ini terdakwa ini ditahan tetapi tidak di tahanan rutan.
Lebih lanjut, Sanntoso katakan,s sebetulnya terdakwa ditahan akan tetapi tahanan kota, jadi penahanan ini bermacam macam ada penahan kota dan penahanan rutan ada penahanan rumah,” jelasnya.
Sebenarnya terdakwa ditahan oleh penyidik kejaksaan tetapi tahanan kota sehingga perhitungannya adalah 1/5 dari proses penahanan rutan.
“Kalau masalah tuntutan, sudah dilakukan penuntutan dan sudah diputuskan satu bulan itu adalah kemenangan masing- masing, terdakwa sudahmenyatakan banding jaksa juga menyatakan banding, masing – masing sudah menerima juga, apa yang dinyatakan oleh pengadilan.” ujar Kasunag Pembinaan Kajari OKI.
‘Saya melihat dipakta persidangan sudah ada perdamaian , sebenarnya kedua belah pihak antara terdakwa dan korban sudah ada perdamaian di persidangan.
Sehingga mitra kita menuntut 1 bulan 15 hari karena sudah ada perdamaian,” jelasnya
“Didalam asas justicei kalau ada perdamaian, sebenarnya kedua belah pihak antara korban dan juk jaksa, karena tidak di permasalahkan lagi, berarti tidak ada masalah lagi.
Tapi ini ternyata kok masih ada demo, ini jadi saya bertanya, apakah perdamaian ini antara kedua belah pihaknya, apakah belum ada kesepakatan perdamaian apa gimana ini saya sih jadi binggung.” Ungkap Santoso
Sementara itu, korban Muhammad Irsan membantah keras atas pernyataan Juru bicara kejaksaan Negeri bapak Santoso ketika mengatakan kalau didalam persidangan antara dua belah pihak.sudah ada kesepakatan perdamaian.
“Korban yang ikut dalam barisan pendemo ingin tertawa atas pernyataan bapak santoso dari mana bapak tahu kalau itu ada perdamaian suruh hakim itu kesini,” ungkap Irsan.
Lanjut, Irsan Pada saat persidagan hakim itu meminta kepada terdakwa agar meminta maaf kepada saya, sebagai manusia saya orang pendidikan pak. apa iya, kalou orang minta maaf sama bapak apa saya tidak mau.
“Kalau bapak bilang ini perdamaian, apa arti perdamaian seling memaafkan apa ini dibilang perdamaian, tolong dijelaskan nanti,” terangnya.
Jadi jangan mengada ada, jadi disinilah hukum ini berbelok- belok jadi jangan bilang bahwa perdamaai, hanya pertimbangan itu yang menyebabkan hukum itu di tuntut 1 bulan 15 hari, kemudia hakim memutuskan dari 2/3 yaitu 1 bulan ada apa.
“Sebagai jaksa ada hati nurani, Bapak punya anak, istri dan saudara, Peneng bapak harus dipergunakan pak.
Dengan nada kesal Irsan mengatakan kajari ini buta pak buta dan tuli. “Ini ada pertanyaan kalau 1/5 itu tahana kota pantas saja 7 kali sidang tuntutan kades tidak pernah dituntut, pantas saja semua bilang sudah dituntut, apa sekarang ini sudah dituntut dibebaskan jadi bapak jangan ngomong sembarangan kalau tidak tahu.
Buktikan kalau ada perdamaian jangan membodohi masyarat, kenapa saya demo disini karena saya orang bodoh tidak ada hati nurani tepat pengadialan pak, Jadi jelaskan, ini akibat Jaksa Sahabat Desa korupsi di OKI meraja rela,” pungkas Irsan.[***]
Dra