(Cerita Halu yang Terlalu Serius Buat Ditertawakan Sendiri)
“MIC… mic-nya dicek dulu, mic… halo halo satu dua tiga… Cek cek… eh ini kok kayak suara gigi palsu copot ya?”
Dola Belut mengernyit. Wajahnya serius, tapi baju koko-nya bercorak pelangi, dan celana sarungnya… sobek di lutut. Tak heran, dia baru latihan MC buat pembukaan Festival Perahu Bidar Tradisional 2025 yang katanya sih sekarang sudah level event nasional.
“Nah, ini dia! Sungai Musi bukan cuma tempat ngadem hati yang patah, tapi juga arena gengsi kota. Tahun ini lomba bidar harus lebih tertib, jangan lagi kayak tahun kemarin, kayak bubur ayam kelupaan diaduk,” ujar Dola Belut sambil menyeka peluh yang sebenarnya belum keluar.
Sejak dapat amanat jadi MC pembukaan festival, Dola Belut serius. Dia bahkan belajar cara ngomong “perahu bidar” tanpa keseleo lidah. Tahun lalu, katanya, sempat ada insiden… satu peserta lomba malah mutar balik dan nyasar ke warung mie ayam. “Bukan salah perahu, itu salah arah hidup,” celetuknya.
“Ini bukan acara iseng-iseng berhadiah,” kata Dola Belut saat rapat koordinasi. “Ini harga diri Kota Palembang. Kalau gagal, bukan cuma malu, bisa-bisa Sungai Musi protes dan minta pindah KTP ke Sungai Kapuas!”
Di sampingnya, Pak Sulaiman dari Dinas Pariwisata ngangguk pelan, setengah bingung, setengah menyesal ngajak Dola Belut, tapi ya sudahlah, warga cinta Dola Belut, karena humornya yang seperti pepatah lama ketawa dulu, baru nyesel kemudian.
Tahun ini, lomba bidar bukan sekadar lomba dayung, akan ada perahu hias, film dokumenter sejarah perbidaran, dan tentu saja… penonton yang ditargetin melebihi 60 ribu. Dola Belut menyarankan ada juga lomba teriak paling semangat, supaya suasana makin meriah.
“Bayangin aja, kalau tahun kemarin kayak pasar tumpah di hari lebaran, sekarang harus kayak resepsi mantu anak wali kota tertib, rapih, meriah, dan tamu nggak rebutan amplop!” katanya.
Persiapan lebih matang, kata Pak Wali Kota. Koordinasi lebih jeli, kata Forkopimda. Tapi bagi Dola Belut, yang paling penting adalah “Jangan sampe mic copot pas saya teriak ‘MERDEKA!’”
Festival ini jadi pembuka semangat menuju HUT RI ke-80, sebuah momentum untuk menyatu, bersatu, dan menertawakan hidup sambil mencintai budaya.
Karena perahu bidar bukan cuma tradisi. Ia adalah simbol bahwa untuk sampai ke seberang, kita perlu kerja sama, kayuh yang kompak, dan jangan ada yang rebahan di tengah lomba.
Dan terakhir, kata Dola Belut
“Kalau kamu nggak bisa jadi pemenang lomba, ya jangan jadi penonton yang nyampah. Hargai sungainya, hormati sejarahnya, dan jangan lupa, buang sampah pada tempatnya. Kalau nggak, nanti Sungai Musi unfollow kita semua!”[***]
The End
Catatan Redaksi: Tulisan ini merupakan pengemasan ulang dari rilis resmi rapat koordinasi Festival Perahu Bidar Tradisional 2025 yang digelar Pemkot Palembang. Tokoh Dola Belut adalah karakter fiksi yang kami hadirkan untuk menyampaikan info serius dengan gaya santai, kocak, dan tetap menyampaikan pesan moral
Bahwa budaya adalah kebanggaan, dan ketertiban adalah bagian dari penghormatan terhadap sejarah.