Saya coba berbagi cerita tentang perjalanan saya dari negri Tirai Bambu hingga ke Tanah Melayu, yang saya lakukan mulai tanggal 6 Januari 2017 hingga 6 Februari 2017.
Tanah Melayu yang saya maksud adalah Malaysia. Perjalanan seorang diri dari Beijing, China hingga Kuala Lumpur, Malaysia, semua melalui jalur darat, transportasi yang saya gunakan berupa kereta dan bus, mulai dari kereta private room juga kereta ekonomi murah meriah tak berjendela.
Kenapa memilih jalur darat? banyak orang yang menginspirasi saya untuk melakukan hal ini, Ibnu Batutah hingga Tony Wheeler, dan juga Hippies Hippies nyentrik di paruh tahun 60 – 70’an yang melintas jalur darat dari Eropa hingga ke Nepal.
Pesawat yang saya tumpangi mendarat mulus tengah malam di Beijing, saat itu ada beberapa teman dari tanah air, kami melepas lelah di bandara hingga pukul 5 subuh, suhu di Beijing teramat sangat dingin, namun kali ini saya membawa long john yang cukup membantu menghangatkan tubuh.
Hari pertama di Beijing disambut dengan hujan salju, tak terlalu banyak salju yang turun, namun cukup membuat beberapa teman sorak sorai girang hari berikutnya kami berkunjung ke Great Wall di Mutianyu, mmm sangat mengagumkan salah satu dari 7 ke ajaiban dunia ini, saya pun membayangkan bagaimana ketakutan rakyat China saat itu terhadap bangsa Mongol, hingga membangun benteng pertahanan di atas bukit setinggi ini.
Setelah Beijing saya kemudian melanjutkan perjalanan sendiri menuju Xian dengan kereta api, berbeda dengan India, di China loket karcis orang asing sama tempatnya dengan penduduk lokal, dan sialnya english para petugas terasa cukup aneh di kuping, misalnya R terdengar seperti L dan banyak hal lucu lainnya
Dari Xian saya menuju Chengdu, Guilin, Yangshou hingga Nanning, kemudian overland dengan kereta yang cukup menguras kantong menuju Hanoi, hampir seluruh perjalanan kereta di China saya tempuh dengan cara berdiri, alias tanpa tempat duduk, semua tiket ludes, dari Hanoi saya melanjutkan perjalanan menggunakan Sleeping Bus ke Vientiane, dari Vientiane saya melanjutkan menuju Nongkai (Perbatasan antara Laos dan Thailand), kemudian menggunakan kereta murah meriah menuju Bangkok, lanjut kembali menggunakan kereta murah meriah menuju Aranprathet (Perbatasan Thailand dan Cambodia),
selepas imigrasi Cambodia saya melanjutkan perjalanan ke Siem Reap, kemudian setelah menetap beberapa hari, kembali menuju perbatasan Thailand dan Cambodia, berjalanan kaki menuju stasiun Aranprathet untuk membeli tiket kereta menuju Bangkok, berkeling kota bangkok dan sekitarnya selama beberapa hari dan kemudian melanjutkan perjalanan darat menggunakan kereta dari Bangkok hingga Padang Besar (perbatasan Thailand dan Malaysia), selanjutnya kembali menempuh perjalanan dengan kereta menuju Butterworth, lanjut berganti Bus menuju Kuala Lumpur dan kemudian mengakhiri perjalanan dengan pesawat untuk kembali ke tanah air. sebenarnya perjalanan ingin saya lanjutkan menuju Singapore dengan kereta api dan menyebrang ke pulau Sumatera dan kembali ke Jakarta dengan menggunakan Bus atau kereta, apa daya rupa dompet sudah setipis celana dalam kaki lima, akhirnya saya memilih kembali ke tanah air lewat bandara KLIA.
Perjalanan panjang ini cukup melelahkan, mungkin ribuan KM telah saya tempuh, saya seperti melihat tayangan Ensiklopedia tentang Asia secara langsung dari tiap tiap negera, mulai dari beberapa candi dan bangunan bersejarah yang berusia ratusan tahun. Beberapa wilayah China yang terguyur salju kemudian berganti gambar sapi kurus yang tengah asik bermain di sawah kering kerontang di Cambodia, huruf unik Mandarin hingga huruf keriting di Loas & Thailand, mata uang berupa gambar Mao Tsetung, Ho Chi Min, Raja Bhumibol hingga Tuanku Abdul Rahman. gadis gadis Beijing yang sangat fashionable kemudian berganti gambar muslimah Malaysia yang menggunakan hijab.
Namun yang sangat seru saat mendengar percakapan para penumpang dari bahasa Mandarin yang sama sekali saya tidak mengerti, bahasa Vietnam yang sekilas seperti bahasa China, bahasa Laos yang terasa aneh dan membuat saya tersenyum, bahasa Thailand dan Cambodia yang juga sangat membingungkan hingga akhirnya saat di kereta menuju perbatasan Thailand dan Malaysia seorang pria paruh baya asal Patani menyapa saya “Bise cakap melayu?”, “Bise lah pak cik, saye pun melayu” 😀
Di tempat tempat tersebut saya menghabiskan waktu menetap beberapa hari, mulai dari hostel keren sampai hostel butut sempit seperti peti mati, bermalam di stasiun kereta hingga emperan toko 7 11, bertemu dengan banyak orang yang cukup ramah membantu, juga petugas Imigrasi di perbatasan Vietnam+Laos dan Thailand+Cambodia yang mencoba memeras sejumlah uang, bertemu seorang penulis dari Polandia yang sangat menyukai Kopi Indonesia hingga seorang pria paruh baya asal USA yang sangat mahir berbahasa Ambon. tak ada rintangan yang cukup berarti dalam perjalanan ini, sujud sukur semua berjalan lancar, tidak ada masalah dengan calok di tiap stasiun bus atau kereta yang saya jumpai, hanya masalah makanan saja yang membuat saya kewalahan. “sejauh manapun kaki melangkah, masakan minanglah yang paling mantap di lidah” 😀
Musafir Rock N Roll/Jimmi Budiman