Nasional

Kenapa sih kita perlu bertransisi energi?

Greenpeace Indonesia/foto : Greenpeace Indonesia
GP1T5A1Z_Low_res_with_credit_line

Di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan energi Adaro yang berlangsung Kamis (11/05/23), dua orang pemegang saham menyuarakan keresahan mereka atas rencana Adaro untuk membangun PLTU batu bara baru di tengah Krisis Iklim yang melanda.

 

Lewat banner “Stop pembangunan PLTU baru”, keduanya mengingatkan para petinggi Adaro beserta seluruh pemegang saham yang hadir bahwa PLTU baru berarti mengancam masa depan kita semua. Tonton videonya di sini.

 

FYI, Adaro membuat PLTU batu bara baru untuk mendukung smelter alumunium yang digadang-gadang akan menjadi lumbung supply kendaraan listrik lewat green alumunium-nya. Sayangnya, rencana untuk menjadi bagian dari perubahan lewat kendaraan listrik ini, justru tidak seluruhnya sejalan dengan upaya transisi energi.

Jika mengacu pada laporan IPCC, seharusnya tidak dibangun lagi PLTU batu bara baru untuk menjauhkan kita dari kenaikan suhu bumi di atas 1,5 derajat Celsius. Indonesia juga seharusnya sudah mulai melakukan pensiun dini terhadap sejumlah PLTU. Hal ini penting untuk mulai memberikan ruang bagi transisi ke energi terbarukan.

 

Tapi, pasti kamu bertanya-tanya: kenapa sih harus bertransisi energi sekarang?

 

Cadangan batu bara Indonesia menurun

Laporan Kementrian ESDM pada tahun 2021 menyebutkan Indonesia memiliki cadangan batu bara terverifikasi hampir 32 miliar ton. Dari angka tersebut, setiap tahunnya produksi batu bara terus meningkat. Di tahun 2022, produksi batu bara melewati target yaitu mencapai 687 juta ton dan di tahun ini ditargetkan mencapai 695 juta ton.

 

Media menyebutkan kalau cadangan batu bara Indonesia akan cukup untuk beberapa puluh tahun ke depan, tapi apa yang akan terjadi setelahnya? Proses transisi energi harus dimaksimalkan dari sekarang sehingga nantinya tidak terjadi krisis energi.

GP1SUO4N_Low_res_with_credit_line

Penurunan emisi mengacu pada target E-NDC Indonesia

Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon 32% atau setara dengan 912 juta ton CO2  pada 2030 tertuang dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC). Untuk mencapai ini, penurunan besar-besaran harus terjadi di sektor energi sebagai penyumbang emisi terbesar dari PLTU batu baranya.

 

Data IEA menyebutkan, sektor energi dan transportasi mendominasi emisi dengan persentase sebesar 50,6% (dengan potensi sebesar 1 Giga Ton CO2eq) dari total emisi di Indonesia pada tahun 2022. Mengingat kebutuhan energi yang meningkat pasca pandemi, angka emisi ini juga diperkirakan meningkat hingga 1,4 Giga Ton CO2eq di tahun 2030.

 

Kalau begini terus dan tanpa transisi energi yang serius, target E-NDC akan sulit tercapai.

 

Indonesia bisa berhemat hingga 4 triliun dollar Amerika

Mengutip Harian Kompasdengan skenario untuk mempercepat upaya pengakhiran PLTU baru bara pada 2040 dan menargetkan emisi nol bersih pada 2050, Indonesia bisa berhemat 3,8 trilliun dollar Amerika. Angka yang dilaporkan oleh Komisi Kebijakan Tingkat Tinggi Menuju Asia Emisi Nol Bersih dengan inisiator Asia Society Policy Institute ini mempertimbangkan peluang dikuranginya subsidi batu bara dan memprioritaskan investasi pada energi terbarukan.

GP1SZUI5_Low_res_with_credit_line

Ancaman cuaca ekstrem sudah di depan mata

Merasa cuaca panas belakangan ini? Tanpa transisi energi, cuaca seperti ini bisa jadi bukan sementara. COP26 tahun 2021 sudah mengakui dampak buruk bahan bakar fosil terhadap Krisis Iklim – dan cuaca ekstrem adalah salah satu akibatnya.

 

Kami mendukung upaya pemerintah dan perusahaan penyedia energi untuk mulai beralih ke energi terbarukan. Namun, kami meyakini kalau usaha tersebut harus dilakukan dengan maksimal. Yuk, mulai phase out coal!

 

Salam hijau damai,

Greenpeace Indonesia

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com