KALAU bicara soal industri film Indonesia, sekarang ini ibarat naik ojek daring di jalanan Jakarta saat jam pulang kerja ramai, penuh tantangan, tapi tetap melaju kencang! Optimisme besar menggelayut di udara perfilman tanah air setelah Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, hadir di gala premier film La Tahzan: Cinta, Dosa, Luka pada 7 Agustus 2025. Film produksi MD Entertainment ini bukan sekadar tontonan biasa, tapi sudah melambung sebagai wakil Indonesia yang siap bersaing di pasar global.
Bayangkan saja, seperti pepatah lama yang bilang “tak ada rotan, akar pun jadi”, sineas Indonesia sekarang ini nggak hanya mengandalkan jalan lama untuk memproduksi film. Mereka sudah membangun ekosistem yang kokoh, mulai dari pembiayaan, produksi, sampai distribusi. Bukan cuma modal nekat dan kreativitas, tapi juga sinematografi dan alur cerita yang matang. Ini yang bikin film Indonesia makin menggigit dan nggak kalah dengan film asing yang biasa menghiasi layar bioskop kita.
Menteri Ekraf Teuku Riefky Harsya menyampaikan apresiasi setinggi langit kepada MD Entertainment yang konsisten memperjuangkan film lokal. Menurutnya, bukan cuma soal filmnya saja, tapi seluruh “sistem pendukung” di balik layar juga sudah siap tempur. Dia bilang, “Kualitas film Indonesia semakin baik, dan apresiasi publik terus meningkat. Namun, tantangan terbesar kita sekarang ada di distribusi. Ini pekerjaan rumah bersama, bukan cuma urusan produser atau sineas saja.”
Nah, tantangan distribusi ini ibarat sedang menyalakan api unggun di tengah hujan deras harus extra kerja keras supaya api tetap menyala dan menghangatkan semua yang ada di sekitar kalau distribusi rapi dan merata, film-film kita bakal lebih mudah sampai ke tangan penonton di daerah-daerah, bahkan bisa menembus pasar regional dan internasional.
Film La Tahzan: Cinta, Dosa, Luka sendiri adalah hasil karya yang tak hanya menghibur tapi juga mengajak penonton mikir dan berdiskusi. Disutradarai Hanung Bramantyo dan dibintangi Marshanda, Deva Mahenra, serta Ariel Tatum, film ini bercerita tentang konflik emosional dan perjalanan penebusan diri. Bak sinetron yang disiram dengan bumbu drama berkualitas, film ini siap tayang serentak di seluruh bioskop nasional mulai 14 Agustus 2025.
CEO MD Entertainment, Manoj Punjabi, juga menegaskan bahwa dukungan pemerintah dan publik sangat vital. Dia bilang, “Kalau kita terus didukung, hasilnya bakal makin mantap. Film Indonesia harus jadi tuan rumah di negeri sendiri, bukan cuma nonton doang tapi bangga jadi bagian dari karya anak bangsa.” Dalam kata lain, ini seperti pepatah “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Industri film perlu sinergi semua elemen, dari kreator, pemerintah, hingga penonton setia.
Jadi, pesan moralnya jelas: mendukung film Indonesia itu bukan cuma soal hiburan, tapi juga investasi budaya dan identitas bangsa. Semakin besar dukungan, semakin besar pula peluang film nasional mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. Jangan sampai kita cuma jadi penonton setia film asing, sementara karya anak bangsa kalah bersaing karena kurangnya dukungan.
Kesimpulannya, industri film Indonesia kini tengah memasuki babak baru yang cerah dan penuh potensi. Seperti pelari marathon yang sudah menemukan ritme dan semangat, sineas lokal siap berlari lebih cepat menembus garis finish global. Tapi ingat, tanpa dukungan dan apresiasi dari semua pihak pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat semangat itu bisa saja loyo sebelum sampai ke tujuan.
Yuk, mari kita jadikan film Indonesia bukan sekadar tontonan, tapi juga kebanggaan nasional yang membahana ke seluruh penjuru dunia, karena seperti kata pepatah, “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” kita harus bisa menjunjung tinggi karya kita sendiri sebelum berharap dilirik dunia.[***]