MUBA Terkini

“Main, Makan & Mimpi, Tiga M yang Harus Ada Biar Anak Gak Tumbuh Jadi Om-Om Galak!”

ist

Sumselterkini.co.id, – Kalau masa kecil itu roti tawar, maka main, makan, dan mimpi adalah mentega, meses, dan susu kental manis yang bikin hidup anak-anak jadi empuk, manis, dan penuh topping harapan. Bayangin aja kalau masa kecil anak cuma diisi marah-marahin, makan mie instan 3x sehari, dan disuruh jangan banyak mimpi itu bukan masa kecil, itu pelatihan jadi pegawai korporat tanpa kopi.

Nah, di tengah hiruk-pikuk dunia yang makin absurd ini, Kabupaten Muba kayaknya sadar betul anak-anak bukan cuma pajangan kalender keluarga, tapi investasi masa depan. Maka lewat ajang Penilaian Kabupaten Layak Anak (KLA) 2024, Muba gak mau cuma jadi peserta lewat-lewat. Muba siap tancap gas bukan buat dapet piagam aja, tapi biar anak-anaknya bisa ketawa, kenyang, dan punya mimpi setinggi tower BTS.

Dulu kita bisa main petak umpet dari pagi sampe magrib, cuma pulang pas lampu jalan nyala. Sekarang? Anak baru mau main dikit, udah disuruh masuk rumah gara-gara “ada zoom meeting bapak”.

Main itu bukan sekadar aktivitas. Itu pelajaran hidup versi anak-anak. Mereka belajar nyari temen, belajar sabar, belajar bohong dikit pas jadi penjaga biar gak ketahuan intinya, soft skill terasah tanpa perlu pelatihan Rp 350 ribu.

Muba ngerti itu. Maka ruang bermain digalakkan, taman dibikin makin kece, pojok baca dipasang di mana-mana. Supaya anak-anak bisa jungkir balik, lari-lari, atau pura-pura jadi dinosaurus tanpa dicurigai warga. Karena kalau anak gak bisa main, nanti gede dikit jadi orang dewasa yang stres gara-gara email nggak dibales-bales.

Di era serba digital, ruang fisik buat main makin sempit. Lapangan bola berubah jadi tempat parkir, tanah kosong disulap jadi perumahan klaster, dan anak-anak pun akhirnya mainnya pindah ke layar HP. Muba mencoba melawan tren ini dengan memperbanyak ruang terbuka hijau dan fasilitas bermain anak. Soalnya, masa kecil yang bahagia itu modal penting buat mental yang sehat pas dewasa nanti.

Makan itu hak dasar. Bukan sekadar isi perut, tapi bahan bakar buat ngejar mimpi. Mau jadi astronot? Mau jadi petani sukses yang viral di TikTok? Semua butuh asupan, bukan cuma motivasi.

Muba pun sadar  mimpi tanpa makan itu kayak mau nyalain motor tanpa bensin yang ada cuma dorong-dorong sambil ngedumel.

Maka program makanan tambahan jalan terus, edukasi gizi ke orang tua makin digencarkan, dan kantin sehat di sekolah mulai dibikin biar anak-anak gak jajan ciki yang rasanya kayak plastik wangi. Edukasi ini bukan cuma soal makanan sehat, tapi juga gaya hidup  mulai dari pentingnya sarapan, sampai tips membedakan tahu asli sama tahu oplosan (yang ini bonus buat emak-emak).

Karena masa depan bangsa gak bisa digantungkan di bahu anak-anak yang makannya cuma gorengan sisa semalam.

Juga jangan lupa soal air bersih dan sanitasi. Anak sehat bukan cuma dari isi piring, tapi juga dari air yang mereka minum dan toilet yang mereka pakai. Muba terus memperluas akses air bersih dan toilet sehat di sekolah-sekolah. Karena kalau anak masih harus antre di kamar mandi sempit bau karbol, mana sempat mereka mikir rumus segitiga sama kaki?

Mimpi itu gratis, tapi kadang mahal kalau gak didukung. Banyak anak-anak yang dari kecil udah dibilang, “Ngapain sih mimpi jadi penulis? Mending ikut tes CPNS.” Padahal siapa tahu anak itu calon penulis novel fantasi level internasional?

Di Muba, mimpi anak mulai dikasih tempat. Ada forum anak, ruang diskusi, bahkan mereka dilibatkan dalam musyawarah. Anak-anak mulai didengar, bukan cuma disuruh diam. Karena kadang ide paling waras datang bukan dari rapat, tapi dari bocah SD yang nyeletuk, “Sekolahnya bagus, tapi kenapa gak ada tempat main jungkat-jungkit?”

Muba juga mendorong anak-anak untuk ikut serta dalam proses pembangunan dengan pendekatan inklusif. Mereka diberi pelatihan bicara, hak anak, bahkan cara menyampaikan aspirasi dengan santun. Karena masa depan itu bukan cuma buat yang bersuara lantang, tapi juga untuk yang bersuara jujur.

Dan Muba gak sendirian. Finlandia udah duluan kasih contoh. Di sana, anak-anak dikasih ruang buat main, makan sehat, dan mimpi tinggi. PR sedikit, tapi hasilnya generasi bahagia yang gak gampang stres. Anak-anak di sana tumbuh kayak bunga matahari cerah, tegak, dan ngikutin cahaya masa depan.

Di Indonesia juga ada contohnya. Surabaya bikin taman tematik dan sekolah ramah anak. Solo punya forum anak yang aktif kasih ide. Muba bisa nyusul, bahkan nyalip di tikungan kalau semua elemen kerja bareng dari lurah sampe tukang pentol keliling. Bikin kabupaten layak anak itu kayak masak gulai. Gak cukup cuma tumis bumbu lalu ditinggal nonton sinetron. Harus diaduk, diracik, dicek rasanya, sampai gulainya mantap dan bikin semua orang senyum.

Jadi, bukan cuma OPD yang kerja. Sekolah, keluarga, tokoh masyarakat, bahkan tetangga yang hobinya nyetel dangdut pagi-pagi juga harus ikut nyumbang tenaga (atau setidaknya volume musiknya diturunin dikit pas anak-anak belajar). Karena anak-anak bukan cuma penerus bangsa. Mereka itu alasan kenapa bangsa ini layak diteruskan.

Oleh sebab itu, Muba, lewat komitmennya dalam program Kabupaten Layak Anak (KLA) 2024, udah paham betul  masa depan itu tergantung dari seberapa kuat pondasi yang kita kasih ke anak-anak hari ini. Main, makan, dan mimpi bukan cuma soal kesenangan, tapi soal hak dasar yang harus dipenuhi. Jika itu ada, kita gak cuma merawat generasi masa depan, tapi kita juga memastikan mereka tumbuh menjadi individu yang kreatif, sehat, dan punya harapan yang tak terbatas.

Muba udah mulai mengerjakan tugas besar ini, mulai dari membangun ruang ramah anak, memperhatikan asupan gizi, hingga memberi kesempatan anak-anak untuk bermimpi setinggi-tingginya. Mereka gak cuma berharap dapat penghargaan dalam verifikasi KLA, tapi berharap bisa melahirkan anak-anak yang kelak siap memimpin, mencipta, dan mengubah dunia.

Kunci utama dalam perjalanan ini adalah kolaborasi gak bisa cuma mengandalkan OPD atau pemerintah saja. Semua elemen masyarakat harus turun tangan. Orang tua, guru, masyarakat, bahkan warung kopi pinggir jalan, semua punya peran untuk memastikan anak-anak Muba tumbuh dalam lingkungan yang mendukung tiga M ini. Jangan biarkan mereka hanya menjadi penonton dalam proses pembangunan. Ajak mereka terlibat, beri ruang untuk mereka berbicara, dan pastikan mereka punya kesempatan untuk berkembang dalam setiap aspek hidup mereka.

Mari kita rawat main, makan, dan mimpi seperti kita rawat tanaman cabe di halaman  disiram, dijaga, dan jangan dibiarin layu gara-gara lupa disapa. Main, biar anak gak tumbuh jadi orang dewasa yang gak tau cara senyum. Makan, biar otaknya encer, bukan cuma kenyang gorengan. Mimpi, biar masa depan mereka gak cuma duduk di halte, tapi melaju kencang kayak bus pariwisata. Kalau itu semua jalan, piagam Layak Anak bukan cuma jadi penghargaan tapi jadi pengingat, bahwa di Muba, anak-anak gak cuma tumbuh, tapi juga hidup sepenuhnya.[***]

 

Terpopuler

To Top