MUBA Terkini

Koperasi Merah Putih, “Jangan Sampai Hanya Jadi Warna Tanpa Rasa”

Sumselterkini.co.id, – Di tengah gegap gempita kampung yang baru saja usai lomba balap karung, tiba-tiba datang instruksi dari langit politik “Bentuk Koperasi Merah Putih di tiap kelurahan!”.

Begitulah kira-kira semangat yang digelorakan dalam Rapat Koordinasi di Ruang Parameswara, yang dibuka langsung  Sekda Aprizal Hasyim. Semua Camat dan Lurah dikumpulkan macam gladi resik pernikahan massal, hanya saja yang dirias bukan pengantin, tapi strategi ekonomi.

Sekilas terdengar gagah Koperasi Merah Putih. Semangatnya seperti bendera di ujung tiang bambu saat 17 Agustusan berkibar karena angin semangat gotong-royong. Tapi jangan sampai koperasi ini hanya sekadar nama mentereng tanpa isi ibarat nasi tumpeng tanpa lauk, banyak gaya tapi bikin lapar juga akhirnya.

Kata Pak Sekda, ini titah dari Presiden Prabowo untuk memperkuat ketahanan pangan. Wah, bagus! Tapi kalau hanya berhenti di rapat-rapat dan spanduk bertuliskan “Sudah Terbentuk”, bisa-bisa kita cuma memanen laporan, bukan hasil tani.

Dalam dunia koperasi, yang dibutuhkan bukan hanya SK, tapi juga semangat kekompakan. Pepatah bilang, “Berat sama dipikul, ringan jangan disorongkan ke orang lain”.

Sudah terlalu banyak kisah koperasi yang berumur pendek. Baru dibentuk, sudah tinggal nama. Ibarat bayi baru lahir tapi langsung ditinggal mudik.

Jangan sampai Koperasi Merah Putih ini jadi seperti itu karena kalau hanya buat laporan, Indonesia punya ribuan contoh koperasi yang “ada di kertas, tapi tak pernah buka lapak.”

Lihat saja contoh di India, mereka punya Amul, koperasi susu yang tidak hanya bertahan, tapi menjadi raksasa ekonomi desa. Di Jepang, koperasi pertanian (Nokyo) terintegrasi dari hulu ke hilir dari benih hingga ekspor.

Di sana, koperasi bukan sekadar simbol, tapi benar-benar bikin petani bisa punya rumah, anaknya bisa kuliah, dan dapurnya tetap ngebul. Kalau di Palembang? Jangan sampai nanti Koperasi Merah Putih cuma bisa jualan gula, beras, dan mie instan, tapi tiap tahun ngutang ke warung sebelah.

Pak Sekda sudah tegas, Juni 2025 semua kelurahan harus punya koperasi. Tapi ingat, bukan sekadar “punya” dalam artian papan nama dan logo.

Harus hidup, bergerak, dan melibatkan warga. Kalau perlu, undang ibu-ibu PKK, karang taruna, tukang sayur, dan pejuang arisan RT. Semua harus merasa bahwa koperasi ini milik bersama, bukan hanya milik lurah dan camat yang pakai batik saat rakor.

Sebuah koperasi yang sehat itu seperti masakan rumah tak butuh bumbu mahal, tapi butuh kejujuran, kesabaran, dan semangat berbagi. Jangan sampai nanti koperasi cuma jadi tempat simpan honor pengurus, tapi rakyatnya tetap belanja ke minimarket karena koperasi tutup atau kosong.

Kalau Koperasi Merah Putih ini berhasil beneran berhasil, bukan hanya di media sosial, maka Palembang bisa jadi model nasional. Tapi kalau gagal, ya cuma menambah daftar panjang “proyek semangat di awal, bubar di tengah, dan dilupakan di akhir”.

Kalau India bisa bangun Amul, kalau Jepang bisa andalkan Nokyo, kenapa Palembang tidak bisa bikin Koperasi Merah Putih jadi tumpuan ekonomi rakyat? Asal jangan setengah hati. Karena koperasi yang setengah hati itu kayak nasi setengah matang mau dimakan sakit perut, mau dibuang sayang. Bentuklah koperasi yang bisa jadi dapur bersama, bukan cuma jadi bahan rapat musiman.

Maka dari itu, mari bentuk koperasi yang benar-benar merah-putih, merah karena semangatnya menyala, putih karena niatnya tulus.

Karena membangun koperasi itu seperti menanam cabai, kalau disiram tiap hari, lama-lama bisa pedas juga hasilnya. Tapi kalau cuma difoto pas nanam, ya yang tumbuh cuma likes, bukan panen.[***]

Terpopuler

To Top