MUBA Terkini

Kartinian Ala DPPKB Muba, Kebaya Berkisah & Emansipasi Nggak Cuma Soal Daster

ist

Sumselterkini.co.id, – Di pagi yang biasanya hanya ditemani suara printer mendesis dan aroma kopi sachet yang galau, suasana kantor Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Musi Banyuasin mendadak berubah total. Bukan karena datangnya pejabat pusat atau artis FTV yang comeback, tapi karena para pegawai perempuan tampil bak bunga mawar di tengah kebun sawit semuanya mengenakan kebaya!

Di halaman kantor DPPKB Sekayu berubah jadi catwalk kebangsaan. Para perempuan melenggang masuk kantor dalam balutan kebaya warna-warni dari yang brokatnya semanis senyuman mantan, sampai yang motifnya lebih rumit dari isi kepala pas deadline, Senin, 21 April 2025.

“Ini bukan sekadar seragam. Ini pernyataan,” ujar Ibu Tri Nurhayani, Kabid Penyuluhan dan Penggerakan, sambil merapikan sanggulnya yang hampir tumbang gara-gara helm. “Perempuan itu bukan pelengkap layar Zoom. Kita ini penggerak, inspirator, dan kadang juga tukang antar jemput anak sekolah,” tambahnya sambil tertawa renyah.

Kepala DPPKB Muba, Mirwan Susanto, menyambut semarak itu dengan haru dan bangga. Dalam sambutannya, beliau berkata, “Kebaya ini bukan hanya kain. Ini lambang perjuangan. Kalau Kartini dulu berjuang lewat pena, kini para perempuan berjuang lewat laptop, laporan bulanan, dan kadang… gorengan pas rapat.”

Di tengah hingar bingar dunia kerja, peringatan Hari Kartini ini menjadi oase yang menyenangkan. Ada yang saling puji model kebaya, ada yang kelepasan selfie 20 kali, dan ada juga yang akhirnya sadar ternyata warna lilac cocok juga di kulit sawo matang.

Perayaan ini tidak hanya mengubah kantor jadi lebih berwarna, tapi juga mengubah suasana jadi penuh tawa dan cerita“Eh kamu biasanya kelihatan serius, ternyata cocok juga pakai kebaya pink!” Bahkan ada yang harus buka tutorial YouTube malam sebelumnya, karena terakhir pakai kebaya waktu wisuda dan itu pun dibantuin tante.

Namun jangan salah kaprah. Ini bukan gaya-gayaan. Ini bentuk penghormatan. Di luar negeri, peringatan emansipasi perempuan mungkin hanya lewat seminar, kampanye tagar, atau diskusi panjang tentang feminisme di kafe. Tapi di Indonesia, kita punya Kartini. Punya kebaya. Punya tradisi. Kita rayakan bukan dengan pidato akademis, tapi dengan senyum, kain tradisional, dan semangat yang diturunkan dari nenek moyang yang kalau marah bisa menggetarkan genteng.

Bahkan di balik selendang dan sanggul itu, para perempuan ini tetap memikul beban kerja, tugas rumah, dan kadang galau karena sinetron kesayangan dipindah jam tayangnya. Emansipasi bukan tentang meninggalkan dapur, tapi soal kebebasan memilih  mau di dapur, di kantor, atau di mana pun, yang penting berdaya dan bahagia.

Perayaan Kartini adalah hal unik yang tak dimiliki bangsa lain. Di Amerika, tak ada perempuan yang mengenang tokoh emansipasi dengan memakai gaun vintage ke kantor. Di Prancis, tak ada peringatan yang bikin kantor mendadak jadi galeri kebaya. Tapi di Indonesia, kita melakukannya dengan penuh gaya dan makna. Sebab di sini, perjuangan itu bisa ditampilkan lewat anggunnya langkah kaki di koridor kantor dan semangat yang mengalir di balik kain bordir.

Perempuan Indonesia itu ibarat sambal tampak lembut, tapi pedasnya bisa bikin semangat berkobar. Dan Hari Kartini bukan sekadar tanggal merah di kalender, tapi pengingat bahwa emansipasi tak harus kaku. Bisa dibalut kebaya, ditenun dari tawa, dan dihidangkan dalam bentuk semangat yang menginspirasi.

Dari ruang kerja hingga ruang hati, perempuan Indonesia selalu punya cara sendiri untuk bersinar kadang dengan proposal, kadang dengan panci, tapi selalu dengan cinta. Perempuan Indonesia itu seperti rendang dibuat dari rempah-rempah perjuangan, dimasak dengan kesabaran, dan hasilnya tahan lama serta bikin semua orang rindu rumah. Selamat Hari Kartini! Tetaplah jadi perempuan hebat, meski kadang pakai daster, kadang pakai kebaya, tapi semangatnya tetap sama perempuan bukan pelengkap, tapi penggerak!.[***]

Terpopuler

To Top