ZAMAN sekarang, berita hoaks bisa nyebar lebih cepat daripada asap bakaran daun jambu. Nah, di Musi Banyuasin alias Muba, yang kadang panasnya bisa bikin gorengan mateng sendiri di luar rumah, Dinas Kominfo-nya nggak tinggal diam. Kepala Dinas Kominfo Muba, Herryandi Sinulingga, bukan cuma duduk manis sambil ngopi, tapi udah ngacir ikut Bimtek Media dan Komunikasi Krisis soal kebakaran hutan dan lahan alias karhutla. Ini semacam pelatihan ninja komunikasi, biar pas asap mulai mengepul, mereka bisa nyebar info secepat admin gosip seleb TikTok.
Kebakaran hutan itu bukan cuma bikin udara jadi bau arang dan cucian bau asap, tapi juga bikin ekonomi nyungsep, kesehatan ambruk, dan pariwisata kapok datang. Makanya, Kominfo Muba ngambil jurus lima langkah selamatkan hutan. Dari flayer warna-warni sampai podcast ala-ala Deddy Corbuzier versi hutan, semua dikerahkan. Kalau bisa hutan diselamatkan lewat pantun, mungkin mereka udah bikin lomba pantun anti-karhutla di TikTok!
Strateginya?, jangan remehkan spanduk dan baliho, di Muba, itu bukan sekadar kain yang nyangkut di pohon kelapa. Tapi itu seperti billboard pengingat dosa kalau ada yang masih bandel bakar lahan. Dipasang di Ring 1 perusahaan, spanduk-spanduk itu seperti CCTV moral, ngingetin siapa pun yang lewat “Bakar lahan? Jangan bro, bisa nginap gratis di hotel prodeo!”
Gak cukup di jalan, kampanye juga nyasar ke dunia digital, flayer dan banner diposting di media sosial, bahkan sampai ke grup WA ibu-ibu PKK dan akun Instagram desa. Di Muba, admin medsos desa bisa lebih update daripada akun gosip nasional. Jadi, info tentang larangan bakar lahan bisa nyelip di antara foto kucing lucu dan resep pempek.
Dinas Kominfo Muba juga jago bikin konten, mereka nyetel podcast edukatif bareng BPBD dan Forkopimda di Radio Gema Randik 97 FM, lengkap dengan live YouTube di Muba TV. Jadi kalau ada yang bosan dengerin lagu galau, bisa dengerin edukasi soal karhutla. Durasinya? Cukup buat nemenin ngepel rumah sambil merenungi hidup dan pentingnya menjaga alam.
Layanan 112 pun jadi andalan. Gratis dan bebas pulsa, bisa dipakai lapor kalau ada titik api. Ini kayak hotline mantan, tapi bedanya nggak bikin baper, malah nyelamatin hutan. Bahkan, mereka punya grup WhatsApp 112 buat para petugas. Kalau ada yang nge-share foto api nyala, bukan dikomen “keren bang,” tapi langsung diterjunkan tim pemadam. Serius tapi tetap digital!
Bimtek yang diikuti Herryandi di Palembang bukan buat gaya-gayaan. Ini penting, karena komunikasi krisis itu seperti nasi goreng tengah malam harus cepat, tepat, dan bikin lega. Kalau telat, yang ada malah krisis tambah merajalela, informasi simpang siur, dan netizen langsung nyalain pemerintah padahal yang bakar si pemilik lahan.
Pepatah bilang “Lebih baik mencegah daripada menyiram”. Di Muba, pepatah itu diupgrade “Lebih baik bikin konten edukatif daripada bikin klarifikasi setelah api menjalar”. Kominfo Muba belajar dari pengalaman, bahwa mengedukasi warga itu kayak nyiram tanaman harus rutin dan sabar. Gak bisa sekali share langsung paham, kadang perlu diselingi giveaway biar semangat baca.
Apa jadinya kalau komunikasi nggak jalan saat krisis? Bisa kacau! Bayangin, warga lihat asap tapi nggak tahu itu dari bakaran sampah, ladang, atau mantan yang lagi ngamuk. Nah, di sinilah peran Kominfo kayak GPS moral mengarahkan publik menuju pemahaman yang benar, biar nggak salah sangka apalagi salah ambil tindakan.
Perkara karhutla ini bukan urusan sepel, ini urusan udara, kesehatan, ekonomi, bahkan masa depan. Tapi kalau dikomunikasikan dengan gaya yang bosenin dan formal kayak pidato Senin pagi, ya susah diterima. Makanya Kominfo Muba pakai bahasa rakyat, gaya medsos, dan platform digital. Karena kadang, satu meme bisa lebih nyadarin orang daripada satu pidato satu jam.
Langkah-langkah cerdas Kominfo Muba ini patut ditiru, bukan hanya karena mereka kreatif, tapi karena mereka sadar bahwa menjaga hutan itu bukan cuma tugas petugas. Tugas bersama, dari camat sampai emak-emak, dari pemilik lahan sampai admin medsos, karena kalau hutan terbakar, bukan cuma satwa yang kehilangan rumah, tapi kita semua kena getahnya secara harfiah dan metaforis.
Jadi, kalau ada yang masih iseng bakar lahan, siap-siap viral bukan karena jadi seleb TikTok, tapi karena masuk berita “Warga Dibekuk karena Bakar Hutan demi Tanam Singkong”. Sementara itu, Kominfo Muba tetap sigap, terus edukasi, dan bikin kita makin sadar jaga hutan itu gaya hidup, bukan cuma soal spanduk dan sosmed, tapi soal masa depan kita. Ingat! mending banjir like karena konten edukatif daripada banjir air mata karena asap!.[***]