Lingkungan

Bayi Banteng Jawa Lahir di Pangandaran! Exploitasia, Satwa Langka Bangkit Setelah Dinyatakan Punah

ist

PAGI penuh berkah di Pangandaran, Jawa Barat pasalnya masih beraroma embun dan suara burung yang belum ngopi, seekor bayi lahir dengan gaya anggun dan langkah gemetar, seperti penari jaipong pemula.

Ia bukan bayi biasa. Ia adalah Banteng Jawa (Bos javanicus javanicus), si ratu rimba yang kini lebih langka daripada WiFi gratis yang kenceng.

Namanya Exploitasia, jangan salah sangka, bukan karena dia dieksploitasi. Nama ini justru diberikan langsung  Menteri Kehutanan, Bapak Raja Juli Antoni, nama yang seolah bisa jadi merk minuman herbal dan sekaligus penyelamat satwa liar.

Kelahiran Exploitasia ini terjadi pada Minggu, 27 Juli 2025  kemarin sekitar jam 6 pagi, waktu yang sama ketika emak-emak biasanya baru nyeduh kopi sambil ngomel karena sinetron favoritnya diganti acara masak.

Bayi banteng betina ini lahir dari induk bernama Uchi, bukan Uchiha kayak di Naruto, tapi Uchi si banteng cantik yang sebelumnya diboyong dari Taman Safari Bogor ke Cagar Alam Pananjung, Pangandaran.

Ia tak sendiri, ada tiga kawannya si Bindi dari Prigen, serta dua jantan Bejo dan Senta dari Gianyar, Bali. Empat sekawan ini dilepasliarkan sejak 11 Desember 2024.  Hei!, tak sampai setahun, muncul anak, cepet juga mereka PDKT-nya, mungkin Bejo jagonya ngode, he..he…

Untuk yang masih bingung dengan Banteng Jawa itu, bukan sepupu jauh dari Sapi Limosin atau kerabat dekat Sapi Kurban Idul Adha.

Ini hewan liar, liar yang sesungguhnya, Banteng Jawa adalah hewan herbivora asli Indonesia, khususnya Pulau Jawa dan Bali, serta sedikit menyelinap di Kamboja dan Thailand, tapi ingat, yang versi javanicus javanicus, itu hanya ada di Jawa.

Banteng ini bisa dibilang “hewan bangsawan” karena masuk daftar merah IUCN. Artinya? terancam punah! Jumlahnya makin dikit, kalah sama jumlah akun pinjol ilegal.

Dalam ilmu latin, namanya saja sudah elegan Bos javanicus javanicus dua kali javanicus, mungkin biar makin nasionalis.

Kalau manusia, ini udah level tokoh legenda, kalau hewan, ya kayak macan tutul atau harimau, cuma banteng ini lebih kalem, nggak suka drama, dan anti tawuran.

Cerita Exploitasia ini tak bisa dilepaskan dari konsep pengembangbiakan semi alami. Jadi bukan buatan pabrik, tapi juga bukan ala-ala cinta terlarang di sinetron.

Di lahan seluas 5 hektar atau setara 7 lapangan bola ditambah lapak jualan cilok, empat banteng hidup dengan penjagaan super ketat.

Sembilan petugas berjaga seperti pasukan Avengers versi konservasi, tugas mereka?, mulai dari kasih makan, periksa kesehatan, sampai ngecek masa birahi. Bayangin aja, tiap hari mantau banteng birahi. Itu bukan kerjaan biasa, bro.

Dan lihatlah hasilnya, setelah beberapa bulan, muncullah Exploitasia, bayi perempuan yang jadi bukti bahwa harapan itu masih ada, walaupun sempat diumumkan populasi Banteng di kawasan itu punah sejak tahun 2023. Tapi sekarang? Eh, muncul generasi baru, kayak kisah cinta yang udah move on tapi jodohnya balik lagi.

Orang tua dulu bilang, “Kalau kita kuat seperti banteng, jangan suka nanduk orang”, tapi banteng ini, justru ngajarin kita arti cinta alam yang sebenar-benarnya.

Ia tak banyak tingkah, tak bikin podcast, tak bikin konten joget, ia cuma pengin hidup tenang, makan rumput, dan punya anak di habitatnya sendiri.

Pelajaran dari Exploitasia? rehabilitasi itu mungkin, bahkan untuk satwa liar, selama ada niat baik, cinta tumbuh. Kayak jodoh yang ketemu di warung soto.

Kolaborasi itu penting dari pemerintah, Lembaga Konservasi, sampai rakyat biasa. Semua bisa bantu, asal niatnya bukan buat selfie doang.

Kehidupan liar itu bukan tontonan, tapi bagian dari ekosistem, eksistensi mereka bukan buat hiburan, tapi penyeimbang alam. Tanpa mereka, kita yang repot.

Kelahiran Exploitasia adalah alarm lembut bahwa alam masih ingin berdamai, tapi jangan sampai bayi banteng ini cuma jadi bahan berita viral lalu dilupakan kayak tren lagu TikTok.

Kalau kita bisa jaga sinyal HP 4G biar gak lemot, kenapa nggak bisa jaga satwa asli Indonesia yang makin langka?, Yuk, jaga hutan, jaga habitat, dan jaga etika.

Jangan sampai kita tinggalin bumi ke anak cucu cuma berisi kenangan soal “dulu pernah ada Banteng Jawa” dan bukan “masih ada Banteng Jawa yang hidup berdampingan dengan kita.”

Karena, seperti kata pepatah Sunda modifikasi “Lamun alam dirusak, nu buntung lain sato, tapi urang sorangan”

Selamat datang di dunia, Exploitasia, semoga kamu tumbuh jadi banteng yang kuat, bijak, dan tidak mudah baper kayak netizen +62.[***]

Terpopuler

To Top