SEORANG nenek kini diamankan polisi karena dugaan mengeksploitasi dan menyiksa cucu kandungnya. Sang cucu, didapati telah diekploitasi sebagai pengemis. Saat dia menyiksa sang cucu, ternyata divideokan seseorang. Lalu diviralkan di media sosiaL. Dari videeo yang viral tersebut, pihak Polresta Palembang lalu memgamankan sang nenek.
Dari kasus ini, Dr Tarech Rasyid, M.Hum, yang dulu aktivis peduli anak jalanan memberikan komentarnya. Rektor Unuversitas IBA Palembang yang dulu pemilik Yayasan Kuala Merdeka, sebuah NGO yang konsen pada anjal, menulis pendapatnya. Berikut pendapatnya:
Seorang nenek-nenek atau orang dewasa yang memiliki hubungan darah atau tidak berada dalam lingkaran kemiskinan yang kemudian mengekploitasi cucunya dalam bentuk eksploitasi ekonomi yang menguntungkan kepentingan orang dewasa sebagaimana yang terjadi di kota Palembang, tentu saja tindakan tersebut melanggar hak asasi anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Namun, kita tak boleh buru-buru menghukum nenek dan atau orang dewasa yang telah melakukan eksploitasi ekonomi tersebut. Karena nenek dan atau orang dewasa tersebut berada di dalam lingkaran kemiskinan, dan kemiskinan yang dialami nenek yang melakukan eksploitasi ekonomi terhadap cucunya itu boleh jadi mengalami kemiskinan struktural akibat kebijakan pemerintah kota sehingga ia menjadi warga negara yang dimiskinkan dan tersisihkan.
Dalam konteks tersebut di atas, boleh jadi, kebijakan pemerintah kota yang mengabaikan kepentingan terbaik bagi anak dan hak-hak orang miskin yang dilindungi oleh konstitusi. Lebih, ironis lagi bila di dalam kebijakan pemerintah kota yang ada hakekatnya telah bersifat koruptif. Jika ini terjadi maka negara atau pemerintah telah mengabaikan kewajibannya dalam melindungi hak-hak warga negara.
Tetapi kita tak boleh mengingkari bahwa ada orang dewasa yang mengeksploitasi anak-anak secara ekonomi untuk kepentingan dan kebutuhannya sendiri. Realitas sosial seperti ini memang dibutuhkan tindak keras sebagaimana diatur dalam undang undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Dalam undang- undang yang mengadopsi Konvensi Hak-hak Anak itu, di dalamnya, telah mengatur tindakan seorang yang mengeksploitasi secara ekonomi, termasuk eksploitasi secara seksual, terhadap anak-anak dapat dijerat dengan hukuman pidana penjara 10 tahun dan atau denda sebesar Rp 200 juta.
Sebaliknya, bagi orang dewasa yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak-anak dieksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual juga dapat dikenakan hukuman pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan atau denda sebesar Rp 100 juta.
Namun, terkait dengan gejala adanya eksploitasi ekonomi dan eksploitasi seksual di ruang publik kerap dijadikan “objek rezeki” bagi birokrat dan aparat penegak hukum.
Karena itu mental birokrat dan aparat penegak hukum yang koruptif tersebut perlu dikedepankan untuk mengikisnya agar dapat terwujud membangun pemerintahan yang good governance, seperti dituturkan kepada Muhamad Nasir.[***]
sir