SEUMPAMANYA paru-paru kita sebagai pabrik oksigen super sibuk, setiap hari bekerja tanpa henti, menyuplai udara segar ke seluruh tubuh. Tapi tiba-tiba muncul maling bernama kanker paru, diam-diam mencuri “oksigen” kita. Kalau dibiarkan, pabrik bisa mogok, tubuh ikut payah. Nah, di sinilah pentingnya skrining dini dengan CT Scan dosis rendah, ibarat CCTV super canggih yang siap menangkap maling sebelum sempat kabur bawa truk penuh oksigen.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin belum lama ini dalam rilisnya dilaman resmi kemkes menegaskan bahwa strategi kesehatan modern bukan sekadar pengobatan, tapi mengidentifikasi penyakit sejak awal. “Kalau kita bisa identifikasi sejak awal, peluang hidup pasien jauh lebih besar,” ujarnya saat membuka Pertemuan Tahunan Asian Association for Pediatric and Congenital Heart Surgery di Bali.
Kalau kanker itu manusia, ia adalah tetangga yang sok akrab tapi diam-diam nyolong makanan, kalau kita nggak kenal sejak awal, baru sadar pas dompet sudah tipis. Makanya deteksi dini itu penting banget bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menyelamatkan nyawa. Menkes Budi bahkan menekankan, kalau kanker paru ketahuan di stadium 1, terapinya bukan kemoterapi atau radioterapi, tapi operasi. Artinya, masalahnya masih bisa “diselesaikan di rumah sakit,” bukan di “pengadilan hidup dan mati.”
Untuk mendukung program ini, pemerintah mulai mendistribusikan CT Scan dosis rendah ke seluruh kota di Indonesia. Bagi yang awam, CT Scan dosis rendah ini mirip detektor logam di bandara, cepat, akurat, dan aman, radiasinya pun kecil.
Jadi, pasien nggak perlu takut nge-scan beberapa kali, dengan alat ini, kanker paru bisa ketahuan sebelum sempat jadi monster yang bikin paru-paru kita mogok kerja.
Namun, alat canggih tanpa manusia yang paham sama saja seperti punya ponsel mahal tapi lupa charging. “Apapun infrastrukturnya, ujungnya kembali pada manusianya,” tegas Menkes Budi. Inilah sisi humanis dari program ini dokter, tenaga medis, dan pasien harus bersinergi dengan teknologi, kalau manusia dan teknologi bisa kerja bareng, peluang menyelamatkan nyawa meningkat drastis.
Selain CT Scan, pemerintah juga menyiapkan 514 laboratorium imunohistokimia dan laboratorium patologi anatomi berbasis Next Generation Sequencing (NGS) di tingkat provinsi. Kedengarannya ribet? Bayangkan ini seperti punya detektif super lengkap, bisa menelusuri jejak kanker sampai akar-akarnya.
Dengan laboratorium ini, diagnosis jadi cepat dan tepat sasaran, artinya, pasien nggak cuma tahu “ada kanker” tapi juga jenis dan strategi penanganannya. Kalau pepatah bilang, “tak kenal maka tak sayang,” di sini berlaku banget kenal kanker sejak awal sama dengan peluang sembuh lebih tinggi.
Mari kita bawa ke sisi humor, kanker paru ini ibarat tukang parkir nakal, kalau cuma dilihat dari jauh, kita mungkin nggak peduli. Tapi kalau dia mulai “mematok” oksigen kita, baru deh kita tersadar. Deteksi dini itu ibarat CCTV tubuh, bisa melihat gerak-gerik sebelum kerusakan terjadi. Lucu tapi nyata, bukan hanya untuk ketawa, tapi buat selamatkan nyawa.
Dari sisi analisa, program ini bukan sekadar soal alat dan laboratorium. Ini soal strategi nasional menurunkan angka kematian akibat penyakit tidak menular, khususnya jantung dan kanker.
Dengan deteksi dini, bukan hanya pasien yang diuntungkan, tapi sistem kesehatan juga lebih efisien. Uang dan waktu yang tadinya terbuang untuk terapi stadium lanjut bisa dialihkan ke pencegahan dan edukasi, kalau semua kota punya CT Scan dosis rendah dan laboratorium lengkap kanker paru nggak lagi jadi “silent killer,” tapi penyakit yang bisa diantisipasi.
Sisi edukatifnya juga penting masyarakat perlu sadar bahwa deteksi dini bukan sesuatu yang menakutkan, tapi investasi untuk kesehatan. Kalau pepatah lama bilang, “sedia payung sebelum hujan,” di era medis modern ini artinya sedia CT Scan sebelum kanker menyerang. Semakin cepat kanker paru terdeteksi, semakin besar peluang hidup pasien dan semakin ringan terapi yang dijalani.
Program ini juga bisa meningkatkan kesadaran publik soal perilaku hidup sehat. Deteksi dini bukan sekadar alat medis, tapi juga mendorong orang untuk lebih peduli terhadap rokok, polusi, pola makan, dan olahraga. Singkatnya, deteksi dini adalah pintu masuk menuju gaya hidup sehat dan panjang umur.
Oleh sebab itu, jelas lebih baik mencegah daripada mengobati. Deteksi dini itu investasi, bukan biaya. Dan investasi terbaik? Investasi pada nyawa sendiri, dengan skrining kanker paru yang tepat, masyarakat Indonesia bisa melawan “tukang maling” di paru-paru mereka sebelum sempat mencuri lebih banyak oksigen.
Langkah pemerintah melalui CT Scan dosis rendah, laboratorium imunohistokimia, dan NGS adalah strategi cerdas dan tepat sasaran. Dengan kombinasi teknologi canggih, tenaga medis terlatih, dan kesadaran masyarakat, peluang menyelamatkan nyawa meningkat drastis dan kita tetap sadar bahwa kanker paru bukan main-main.
Anggap CT Scan dosis rendah sebagai “mata-mata super” tubuh kita, selalu waspada, cepat tanggap, tapi nggak bikin panik. Dengan deteksi dini, kita bukan cuma menonton drama hidup, tapi memegang kendali cerita kita sendiri. Jadi, mari tertawa, tapi juga sadar: deteksi dini itu kunci, bukan candaan belaka.[***]