SETELAH angka penularan terus melandai selama hampir dua bulan, Satgas Covid-19 di tanah air mendeteksi adanya peningkatan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di sejumlah rumah sakit, awal Desember ini.
Terjadinya peningkatan drastis kasus Covid-19 di Afrika Selatan dalam beberapa pekan terakhir agaknya menjadi babak baru pandemi corona di dunia. Pada Jumat (26/11/2021), Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pun menyampaikan pada warga dunia keberadaan varian baru Covid-19 yang dinamai Omicron, dengan kode B.1.1.529.
Lahirnya strain virus baru itu dilaporkan oleh Pemerintah Afrika Selatan kepada WHO pada 24 November. Laporan itu disertai desakan agar badan internasional tersebut berkenan mengambil langkah pencegahan penyebaran.
Merespons desakan itu, hanya dalam waktu dua hari WHO pun menetapkan Omicron sebagai variant of concern tanpa melalui kategori variant of interest. WHO juga mengungkapkan bahwa varian baru tersebut memiliki sejumlah besar mutasi, yang beberapa di antaranya merisaukan.
WHO menyebutkan, bukti awal menunjukkan bahwa varian ini lebih meningkatkan risiko reinfeksi jika dibandingkan dengan varian lain. Kendati penelitian masih terus dilakukan terhadap varian itu, tim peneliti dari Afsel mendiskripsikan, varian baru itu telah mengalami 50 mutasi genetik, yang hasilnya ditunjukkan oleh penampakannya yang berubah.
Akibatnya, ada perubahan atas 32 spike protein pada belalai virus tersebut dan 18 mutasi lain terjadi pada bagian lain. Perubahan besar itulah yang dikhawatirkan bisa membuat virus lebih menular dan lebih ganas.
Dengan munculnya 32 spike protein baru, perkirakan virus kian mampu mengelak dari hadangan antibodi tubuh, baik yang terbentuk dari vaksinasi (herd imunnity) maupun mereka yang pernah terpapar virus dosis rendah yang kemudian juga mendorong munculnya antibodi.
Bahkan, kendati virus lebih banyak menginfeksi mereka yang belum tersentuh vaksin, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa varian Omicron mengakibatkan infeksi ulang (reinfeksi) dari para penyintas.
Media di Afrika Selatan melaporkan, ribuan pasien yang terindikasi terserang Omicron mengeluhkan mual, sakit kepala, kelelahan, dan denyut nadi yang tinggi, tetapi tampaknya tidak ada yang mengalami anosmia (kehilangan rasa atau penciuman) seperti yang terjadi pada Covid-19 lainnya. Tak banyak pula ditemui kasus sesak nafas yang akut.
“Gejalanya amat berbeda, lebih ringan, mild, dibandingkan Covid-19 sebelumnya,” kata Dr Angelique Coetzee, seorang dokter terkenal di Johannesburg
Gejalanya amat berbeda, lebih ringan, mild, dibandingkan Covid-19 sebelumnya,” kata Dr Angelique Coetzee, seorang dokter terkenal di Johannesburg, kepada pers. Kementerian Kesehatan Afsel juga mengonfirmasikan, angka kematian (fatality rate) yang diakibatkan pun tak signifikan, termasuk di Johannesburg. Angka kematian akibat Covid-19 di Afsel secara nasional tetap melandai di level 20-30 orang per hari hingga akhir November ini.
Boleh jadi kekhawatiran para ahli ihwal daya tular Omicron yang tinggi mulai menemukan wujudnya. Setidaknya, hingga Rabu (2/12/2021) sore, diketahui bahwa virus berbahaya itu sudah terdeteksi di 23 negara.
Kabar itu disampaikan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dan dikutip Hindustan Times, pada Kamis, 2 Desember 2021. “WHO menanggapi perkembangan ini dengan sangat serius, begitu juga setiap negara. Penemuan varian Omicron Covid-19 seharusnya tidak mengejutkan kita karena inilah yang dilakukan virus dan juga akan dilakukan virus, selama kita membiarkannya terus menyebar,” ujar Tedros.
Namun Tedros juga mengakui, WHO sendiri masih membutuhkan waktu dalam mempelajari varian tersebut. “Masih ada yang harus untuk dipelajari tentang Omicron. Seperti tentang efek penularan, tingkat keparahan penyakit, keefektivitasan tes, therapeutics dan vaksin,” lanjutnya.
Adapun ke-23 negara yang sudah melaporkan kasus positif Covid-19 terkonfirmasi dari varian Omicron adalah Botswana (19 kasus), Afrika Selatan (77 kasus), Nigeria (3 kasus),
Inggris (22 kasus), Korea Selatan (5 kasus), Australia (7 kasus), Austria (1 kasus), Belgia (1 kasus), Brasil (3 kasus), Republik Ceko (1 kasus), Prancis (1 kasus), Jerman (9 kasus),
Hongkong (4 kasus), Israel (4 kasus), Italia (9 kasus), Jepang (2 kasus), Belanda (16 kasus),
Norwegia (2 kasus), Spanyol (2 kasus), Portugal (13 kasus), Swiss (3 kasus), Kanada (6 kasus), dan Denmark (4 kasus).
Langkah Antisipasi
Di tanah air, sejumlah langkah strategis dilakukan demi menangkal masuknya virus corona varian baru, Omicron. Di antaranya, menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 23 tahun 2021 tentang Penundaan Sementara Kedatangan Warga Negara Asing (WNA), dari sejumlah negara.
Kebijakan tersebut dibuat menyusul adanya transmisi komunitas kasus varian Covid-19 bernama Omicron atau B.1.617.2 yang dideteksi pertama kali di Afrika Selatan, pada Rabu (24/11/2021).Indonesia.go.id (***)
Pemerintah juga memastikan akan terus memantau penyesuaian daftar negara yang tercantum jika diperlukan. Selain itu, pemerintah juga menerapkan Instruksi Menteri dalam Negeri (Inmendagri) nomor 62 tahun 2021 dan SE nomor 24 tahun 2021 yang pada keduanya ditekankan adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level tiga selama masa libur Natal dan tahun baru (Nataru) untuk mencegah penularan Covid-19.
Pemberlakuan PPKM level tiga itu direncanakan akan berlangsung mulai 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022.
Sebelumnya, Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Wiku Adisasmito meminta masyarakat untuk tetap tenang dan berhati-hati dengan varian baru Omicron yang digadang-gadang dapat menjangkit para penyintas Covid-19. “Bukit awal penelitian mensinyalir varian ini dapat menimbulkan infeksi pada penyintas Covid-19. Namun, masyarakat diharapkan menunggu hasil studi lanjutan,” ucapnya, dikutip dari covid19.go.id, Rabu (1/12/2021).
Walau begitu, Satgas Covid-19 terus meminta agar masyarakat selalu menerapkan protokol kesehatan (prokes), meski telah selesai divaksinasi. Pasalnya, selain vaksin, disiplin penerapan prokes merupakan salah satu cara ampuh untuk mencegah risiko penularan Covid-19.
Adapun prokes yang harus dipatuhi adalah yang sesuai dengan Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 nomor 16 tahun 2021. Yakni melakukan 6M, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, serta menghindari makan bersama.
Melakukan 6M di masa pandemi serupa ini sungguh sebuah keniscayaan. Terlebih, Satgas Covid-19 telah mengungkapkan adanya kenaikan keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di sejumlah rumah sakit, termasuk RS Darurat COVID-19 Wisma Atlet. Kenaikan itu terdeteksi selama dua hari belakangan.
“Selanjutnya BOR ruang isolasi di
Selanjutnya BOR ruang isolasi di rumah sakit rujukan juga sempat mengalami peningkatan pada dua hari terakhir, dari 2,94 persen menjadi 3,07 persen. BOR di Wisma Atlet juga meningkat di bulan November dari 1,76 persen menjadi 2,2 persen,” kata Jubir Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito saat konferensi pers di YouTube BNPB, Kamis (2/12/2021).
Jelas, menurut Wiku peningkatan BOR perlu diwaspadai. Sehingga dia pun lagi-lagi menegaskan kepada masyarakat agar tidak mengabaikan prokes. “Meskipun peningkatan itu terbilang kecil, adalah perlu mewaspadainya. Karena, peningkatan BOR mengindikasikan adanya kenaikan kebutuhan treatment pada gejala sedang atau berat,” tuturnya.
Bukan hanya itu, Wiku mengatakan, meskipun saat ini angka reproduksi efektif masih di bawah 1, perlu ada waspadai ekstra, karena angka reproduksi efektif juga mengalami peningkatan jika dilihat dalam lima minggu terakhir.
Apalagi, Wiku mengungkapkan, kini mobilitas warga semakin meningkat. Tapi, kepatuhan terhadap protokol kesehatan justru menurun. “Mobilitas menggunakan pesawat terbang juga meningkat 350 persen dalam lima bulan terkahir. Jumlah perjalanan pesawat terbang pada Juli adalah sekitar 350 ribu sedangkan November meningkat menjadi 1,6 juta. Idealnya peningkatan aktivitas juga harus diikuti peningkatan prokes, namun sayangnya data menunjukkan sebaliknya di mana dalam minggu terkahir cakupan desa/kelurahan yang patuh memakai masker dan menjaga jarak mengalami penurunan,” ujar Wiku.
“Cakupan desa atau kelurahan yang patuh memakai masker turun dari 76,42 persen menjadi 74,91 persen. Sedangkan menjaga jarak turun dari 78,60 persen menjadi 77,69 persen,” imbuhnya.
Selain itu, laporan daerah patuh prokes juga mengalami penurunan. Wiku mengatakan akhir-akhir ini warga sudah melonggarkan aturan prokes. “Jumlah laporan desa atau kelurahan yang dipantau juga alami penurunan dari sekitar 21 ribu desa/kelurahan menjadi 9 ribu pada minggu ini. Ini menunjukkan pengawasan dan pelaporan prokes sudah mulai longgar,” jelas Wiku.Indonesia.go.id (***)