Kesehatan

Patogen Lebih Ngeri dari Peluru, Perang Abad ke-21 Tak Terlihat

Foto : kemkes

KALAU dulu orang takut sama peluru nyasar, zaman sekarang lebih serem sama bersin nyasar. Iya, bayangin lagi makan bakso di pinggir jalan, tiba-tiba ada bapak di meja sebelah “Haaaciiiim!”. Nah, itu lebih bikin jantung copot dibanding denger suara letusan petasan. Karena peluru bisa dilihat ujungnya, tapi virus?. Bisa nongkrong santai di gagang pintu, nemplok di uang receh, atau nyelip di gorengan bala-bala yang dibeli sore-sore.

Inilah yang lagi disorot Menkes Budi Gunadi Sadikin, katanya ancaman biosecurity itu jauh lebih bahaya dari perang militer. Lah iya, peluru paling kena satu-dua orang. Virus? bisa nyebar satu RT sekalian, bonusnya bikin Puskesmas penuh kayak konser dangdut gratisan.

Perang zaman dulu jelas musuhnya ada seragam, ada tank, ada meriam, kalau udah ketemu, tinggal “dor-doran” aja. Tapi perang abad ke-21? musuhnya tak kelihatan, lha, gimana mau ditembak kalau bentuknya aja mikroskopis?

Analoginya begini kalau maling kampung masih bisa ketahuan dari sandal jepit yang ditinggal di teras, virus nggak ninggalin jejak sama sekali. Tiba-tiba batuk, demam, lalu… satu keluarga masuk isolasi, kayak maling plus ninja datang diam-diam, pergi ninggalin jejak sial.

Menkes sampai cerita, di Perang Dunia II, banyak tentara mati bukan karena peluru, tapi karena penyakit, jadi bukan cuma pelor yang bikin roboh, tapi juga patogen kecil yang licin, pepatah lama bilang, “Kalah perang bisa bangkit, kalah imun langsung tumbang”

COVID-19 kemarin itu ibarat gladi resik perang dunia gaya baru, negara-negara yang biasanya adu kuat rudal, tiba-tiba kelabakan nyari masker. Yang biasa pamer jet tempur, malah rebutan oksigen, misalnya, negara adidaya pun bisa gemetaran gara-gara makhluk yang nggak kelihatan ini.

Di Indonesia sendiri, vaksinasi awalnya kayak drama sinetron, episode panjang, naiknya rating nggak cepat-cepat, baru setelah TNI dan lintas sektor turun tangan, angka vaksinasi meroket. Jadi jangan remehkan pasukan bersepatu bot kalau sudah pegang suntikan, dari baris-berbaris, langsung baris antre vaksin.

Pandemi ngajarin satu hal penting, perang abad 21 bukan soal siapa yang punya tank paling besar, tapi siapa yang punya stok masker medis dan tabung oksigen paling banyak.

Coba bandingkan, peluru bunyinya keras, orang tahu kapan harus tiarap, sementara virus datang diam-diam, nyebar tanpa suara. Peluru bisa ditembak balik, sedangkan  virus? nggak bisa ditembak pakai senapan angin apalagi ketapel.

Kalau peluru nyasar kena kaki, bisa dioperasi, kalau virus nyasar ke tubuh, obatnya bisa bikin kantong bolong. Jadi jelas, patogen itu kayak mantan yang masih punya akses WA tengah malam, nggak kelihatan tapi bikin hidup susah tidur.

Menkes juga ngingetin, Indonesia ini negara paket komplit, selain rawan virus, juga langganan bencana banjir, longsor, gempa, sampai gunung meletus, kalau bencana datang, ancaman kesehatan ikut numpang lewat.

Itulah kenapa TNI dan Kemenkes bikin Emergency Medical Team, semacam Avengers tapi versi medis. Bedanya, mereka nggak pake jubah terbang, tapi APD lengkap, misalnya ada gempa, EMT ini langsung turun kayak Spiderman turun dari gedung. Bedanya, mereka nggak bawa jaring, tapi bawa kotak P3K dan ventilator.

Di era global, siapa yang bisa bikin vaksin dan obat sendiri, dialah penguasa dunia, kalau dulu rebutan minyak dan emas, sekarang rebutan formula vaksin. Soft power bangsa ke depan ya kesehatan. Negara yang rakyatnya sehat, ekonominya kuat, imunnya kebal, bisa nyanyi lagu kebangsaan dengan suara lantang tanpa terganggu batuk pilek.

Pepatah baru mungkin harus kita bikin “Sehat pangkal kuat, kuat pangkal berdaulat”.

Intinya, perang abad ke-21 ini bukan cuma urusan militer, virus, bakteri, mutasi penyakit, dan bencana adalah musuh tak kasat mata yang lebih berbahaya dari peluru. Makanya, pertahanan biosecurity harus jadi bagian dari strategi nasional.

Kalau tentara jaga perbatasan, tenaga kesehatan jaga tubuh bangsa. Kalau tentara siap perang pakai senjata, kita rakyat juga harus siap perang pakai sabun cuci tangan, masker, vaksin, dan pola hidup sehat, jangan sampai kalah perang gara-gara males cuci tangan, itu mah konyol.

Patogen memang lebih ngeri dari peluru, peluru hanya melukai tubuh, tapi virus bisa melumpuhkan bangsa, oleh karena itu pemerintah wajib serius bikin sistem biosecurity nasional yang kuat,  TNI dan tenaga kesehatan harus terus jadi duet maut kombinasi tentara dan dokter itu paket komplet dan rakyat juga harus disiplin, jangan bandel. Ingat, lawan musuh tak terlihat butuh kebersamaan.

Oleh karena itu,  jangan tunggu sirene perang baru sadar, sirene bersin dan batuk itu sudah alarm perang yang paling nyata. Kalau perang militer bisa dimenangkan dengan peluru, perang abad ke-21 cuma bisa dimenangkan dengan kesadaran, kebersamaan, dan gaya hidup sehat.

Karena sekali lagi, virus itu kecil, tapi efeknya bisa bikin dunia megap-megap. Ingat pepatah baru “Lebih baik kalah debat di warung kopi daripada kalah imun di rumah sakit.”.[***]

Terpopuler

To Top