PERNAHKAH kamu merasa seperti berperang melawan monster bernama administrasi perizinan tenaga medis?, bayangkan seorang dokter muda, sebut saja namanya misalnya Pak Joko, yang baru lulus, ingin membuka praktik di kota kecil, kalau zaman dulu, ia harus mondar-mandir ke sana-sini, menyerahkan dokumen, menunggu tanda tangan, hingga surat perizinan yang seharusnya cepat bisa makan waktu lebih dari dua minggu. Seandainya, jika dokter itu lapar, pasien menunggu, dan kopi di kantin habis… drama banget, kan?
Nah, kini hadir pahlawan super bernama Mal Pelayanan Publik Digital (MPP Digital), seperti tukang sulap modern, MPP Digital mengubah proses ribet itu menjadi cepat, aman, dan transparan. Pak Joko? sekarang bisa beresin perizinan dalam hitungan jam, sambil minum kopi favoritnya. Kalau pepatah bilang, “waktu adalah uang”, maka MPP Digital ini ibarat ATM yang menyalurkan waktu dan efisiensi ke kantong kita.
Tapi tunggu dulu, jangan kira ini cerita manis tanpa bumbu drama, transformasi digital tidak selalu mulus bak jalan tol mulus di Bali. Ada tantangan nyata di daerah terpencil, internet lelet, jaringan kacau, dan pegawai yang kurang paham teknologi. Bayangkan seorang perawat di desa terpencil, sebut saja misalnya Bu Sari, mencoba login sistem MPP Digital sambil ditemani ayam jago berkokok di pagi hari. Ketika layar laptop menampilkan error, ia bisa menghela napas panjang sambil bergumam, “Ini baru digital, tapi masih butuh kesabaran ninja”.
Di sinilah digitalisasi, bukan hanya tentang software canggih atau server raksasa, ini soal manusia, tenaga medis, petugas Puskesmas, pasien yang menunggu layanan. Kalau sistem cepat tapi manusia bingung, sama saja, seperti membeli mobil sport mahal tapi tidak tahu cara menyalakannya. Makanya, pelatihan SDM digital itu wajib, jangan sampai pepatah “alat canggih tidak berguna tanpa penggunanya” jadi kenyataan pahit di lapangan.
Selain itu, keamanan data juga menjadi bumbu penting dalam cerita ini. MPP Digital mengumpulkan informasi sensitif, identitas tenaga medis, sertifikasi, hingga riwayat pendidikan, Pikirkan coba kalau data itu bocor, bisa ribetnya seperti telur jatuh di lantai, susah diangkat satu-satu.
Kepala BSSN sudah menekankan, keamanan siber bukan statis, melainkan proses yang harus terus diperkuat. Jadi, digitalisasi itu seperti menanam pohon, kalau tidak dirawat, bisa tumbang, tapi kalau dijaga, hasilnya manis dan teduh.
Dari sisi pasien, efeknya juga terasa, layanan cepat berarti pasien tidak menunggu lama di ruang tunggu panas atau kursi keras puskesmas. Misalnya Pak Andi yang demam tinggi dan harus menunggu dokter izin lama, MPP Digital hadir seperti AC di tengah panas terik, mendinginkan panasnya drama perizinan.
Transformasi ini membuat tenaga medis bisa lebih fokus merawat pasien, bukan berperang dengan tumpukan kertas, kalau pepatah bilang, “sedikit bumbu, banyak rasa,” maka digitalisasi ini bumbu yang memperkaya rasa pelayanan kesehatan.
Humor santai pun bisa hadir di sela cerita, misalnya, jangan heran kalau ada tenaga medis muda yang memuji MPP Digital sambil bercanda, “Kalau dulu saya butuh seminggu untuk izin praktik, sekarang cukup sekop kopi dan klik-klik di laptop.” Cerita-cerita kecil seperti ini membuat opini terasa hidup dan manusiawi, bukan hanya deretan kata-kata resmi pejabat.
Sekarang, mari tarik napas dan tarik pelajaran pentingnya, transformasi digital layanan kesehatan tidak sekadar “cepat dan modern”, tapi juga tentang, antara lain efisiensi waktu, tenaga medis bisa fokus merawat pasien, transparansi, pembayaran dan dokumen jelas tercatat, keamanan, data tenaga medis dan pasien terlindungi, inklusivitas, tetap perlu perhatian ekstra bagi daerah 3T agar tidak tertinggal, dan kesiapan SDM, tanpa pegawai paham teknologi, digitalisasi ibarat mobil sport tanpa sopir.
MPP Digital bukan sekadar software atau sistem baru, tapi jalan menuju layanan kesehatan modern, cepat, dan aman, dengan pepatah lama tetap relevan “Alat canggih tidak berguna tanpa tangan yang menguasainya”. Semua pihak tenaga medis, pemerintah, dan masyarakat harus bersinergi, menjaga keamanan, dan terus berinovasi agar digitalisasi benar-benar menjadi berkah.
Jika seandainya MPP Digital itu, sebagai teman minum kopi, hadir, menghangatkan, dan membuat hidup lebih mudah. Tapi ingat, tanpa kesabaran dan keterampilan, kopi pun bisa tumpah. Jadi, mari dukung transformasi digital layanan kesehatan dengan cerdas, santai, dan tetap manusiawi.[***]