Kebijakan

Dunia Lagi Ribut Soal Tarif Trump,Indonesia Pilih Pariwisata!

foto : ist

Sumselterkini.co.id, – Lagi-lagi dunia dagang dibuat gempar sama drama tarif tinggi ala Presiden Donald Trump. Barang-barang dari Indonesia, yang dulu bisa ngacir ke pasar luar negeri, sekarang malah kayak ditarik rem tangan. Tarif tinggi bikin ekspor megap-megap. Tapi tenang, kita nggak kehabisan akal.

Menpar Widiyanti Putri Wardhana punya solusi yang bisa dibilang cukup mind-blowing fokus ke sektor pariwisata. Kenapa? Karena pariwisata itu unik nggak bisa ditarifin.

Wisatawan yang masuk ke Indonesia itu kayak membawa “cuan jalan kaki”. Nggak perlu dikirim lewat kapal, nggak lewat pelabuhan, nggak ada bea masuk. Tapi begitu mereka menginjakkan kaki di Indonesia, uang mereka langsung masuk ke kantong ekonomi lokal.

Bayangin, satu bule datang ke Bali terus nginep di hotel lokal, jajan di warung nasi campur, beli kerajinan tangan, ikut snorkeling, sewa motor, bayar guide. Semuanya cairin duit langsung ke masyarakat. Nah, itulah yang disebut ekspor jasa alias ekspor rasa.

Makanya, daripada terlalu ngarep sama ekspor barang yang bisa kena tarif, kita bisa alihin tenaga ke pariwisata yang bebas hambatan. Sekali kita bisa bikin turis jatuh cinta, mereka bakal balik lagi. Bahkan ngajak temennya. Ekspornya bukan cuma duit, tapi juga brand Indonesia ke mata dunia.

Indonesia tuh gede banget. Tapi kadang pariwisata cuma muter-muter di tempat itu-itu aja. Bali, Jogja, Jakarta. Padahal, desa-desa di pelosok juga punya potensi wisata yang bisa bikin orang luar negeri speechless. Kemenpar udah gas terus bikin program desa wisata, dan ini game changer banget.

Kebayang nggak sih, ada bule yang pengin belajar bikin batik langsung dari emak-emak pengrajin di Pekalongan? Atau nyobain nginep di rumah panggung di Toraja? Ini bukan cuma wisata, ini pengalaman hidup yang susah dicari di negara lain.

UMKM juga jadi pahlawan. Dari penjual kopi lokal sampai pengrajin gelang etnik, semua punya peran dalam mesin pariwisata ini. Dan mereka butuh support! Pemerintah dan swasta kudu barengan buat ngasih pelatihan, akses digital, dan promosi yang all-out.

Jangan cuma mikir, “Berapa juta turis yang datang?” Tapi mikir, “Berapa juta yang rela ngeluarin duit karena seneng banget sama Indonesia?” Titular konsep high-quality tourism yang dibawa Menpar Widiyanti.

Biar gimana juga, orang-orang sekarang makin suka wisata yang meaningful. Mereka pengin healing, bukan sekadar keliling. Mereka pengin makan makanan autentik, belajar budaya lokal, ikut kelas masak rendang, atau meditasi di atas perahu.

Program “Pariwisata Naik Kelas” yang ngegas di sektor maritim, kuliner, dan wellness, itu on point banget. Wisatawan nggak cuma pulang bawa oleh-oleh, tapi juga bawa cerita dan kenangan.

Pembangunan pariwisata nggak bisa cuma ditunggu dari pusat. Semua elemen kudu turun tangan. Pemda, pelaku usaha, komunitas lokal, bahkan anak muda di medsos—semua bisa ambil bagian. Coba deh, promosiin desamu di TikTok. Review tempat ngopi lokal di YouTube. Ikut jadi guide komunitas, atau buka homestay.

Saat dunia makin chaotic, kita harus gesit cari jalan. Kalau barang kita susah tembus pasar, mari bikin dunia datang langsung ke tempat kita. Bukan cuma buat lihat alam, tapi juga ngerasain hangatnya budaya, enaknya makanan, dan ramahnya masyarakat kita. Pariwisata adalah kekuatan halus yang bisa bikin ekonomi berdetak, tanpa perlu suara keras.Kalau dunia lagi perang tarif, kita ajak mereka damai lewat secangkir kopi Flores dan senyuman hangat di pantai Sumba.

Ini bukan cuma pelarian, tapi strategi keren nan cerdas. Soalnya, pariwisata itu bebas tarif, penuh nilai, dan menyentuh langsung ekonomi rakyat kecil. Di balik wisata, ada desa-desa yang tumbuh, UMKM yang hidup, dan budaya yang terus bernapas. Maka, di tengah dunia yang makin tertutup, Indonesia justru membuka diri dengan cara paling indah: menyambut. Healing is the new hero, dan pariwisata adalah jurus pamungkas Indonesia di panggung global.

Pariwisata bukan sekadar pelarian, tapi senjata ekonomi masa depan. Ia menyapa, bukan menyerang. Dan di tengah dunia yang kian tertutup, Indonesia bisa menjadi rumah kedua yang terbuka, hangat, dan penuh cerita.Jadi, yuk, bareng-bareng kita buka pintu Indonesia lebar-lebar. Biar dunia tahu kita bukan hanya negara penghasil barang, tapi juga surga pengalaman.[***]

 

 

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com