Kebijakan

“Dari Griya Agung ke Pelosok Desa, Amanah, Stunting & Penyuluh yang Tak Boleh Ngambek”

ist

ADA pepatah lama yang bilang, “Menjadi pejabat itu seperti jadi kompor gas kalau tidak nyala, ditinggal orang kalau nyala terus, bisa meledak.” Dan pada Selasa siang yang hangat di Griya Agung Palembang, seorang pejabat baru resmi ‘dinyalakan’.

Adalah dr. Arios Saplis, yang dengan jas resmi dan napas pelan-pelan karena deg-degan, dikukuhkan  Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru sebagai Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumsel. Di hadapan hadirin dan para petugas protokol yang senyumnya diatur sesuai SOP, Arios resmi mengemban tugas bukan hanya sebagai birokrat, tapi juga sebagai penyambung harapan banyak keluarga kecil di Sumsel.

Kalau ada istilah “bekerja di ranah senyap tapi dampaknya gemuruh”, maka itulah BKKBN. Kerja mereka jarang masuk berita besar, tapi kalau mereka lengah, bisa-bisa satu kampung penuh balita kurang gizi dan ibu muda bingung cara mengatur jarak kelahiran.

Dalam pidatonya yang penuh energi khas Pak Gubernur, Herman Deru langsung nembak inti stunting. “Zero stunting”, katanya. Sebuah target yang oleh banyak orang dianggap terlalu idealis, tapi oleh HD justru dijadikan motivasi. Kayak pengantin baru yang menargetkan ‘punya rumah sendiri dalam setahun’ kelihatannya susah, tapi kalau niat dan kerja keras, siapa tahu?

Dan ini bukan cuma soal data dan angka. Ini soal bayi-bayi kecil yang berhak tumbuh tanpa kurang gizi. Ini soal emak-emak yang ingin anaknya cerdas, sehat, dan bisa berdiri tegak waktu upacara bendera. Ini juga soal penyuluh KB yang harus jalan kaki menyusuri kebun karet dan sungai dangkal demi menyampaikan pesan “Ibu, kontrasepsi itu bukan musuh.”

Herman Deru tak main-main. Ia minta gerakan Posyandu digaspol. Ia minta penyuluh KB tak hanya nongkrong di kecamatan, tapi nyaris jadi “detektif keluarga” di kampung-kampung. Bahkan ia sampai menghidupkan wacana program TNI Manunggal KB & Kesehatan yang dulu pernah semarak tapi kini lebih banyak disimpan di album kenangan.

“Koordinasi dengan Dinkes, susun program dari sekarang, biar di musrenbang 2026 kita enggak cuma tampil pakai power point, tapi juga pakai bukti nyata,” kira-kira begitu semangatnya.

Kalau boleh pakai perumpamaan, pelantikan ini ibarat menyerahkan obor estafet pada pelari maraton. Tugas berat, jalurnya naik-turun, dan kadang harus lari sambil digonggong anjing (baca: kritik publik). Tapi kalau semangatnya tulus, kalau visinya jauh ke depan, maka meski keringat bercucuran, garis finish itu akan tampak, walau samar.

Pesan moralnya sederhana jabatan itu bukan semata posisi, tapi posisi untuk memberi manfaat. Dan dalam hal ini, manfaatnya bukan kaleng-kaleng tapi menyentuh masa depan anak bangsa. Stunting bukan hanya tentang tinggi badan, tapi tentang generasi. Penyuluh bukan hanya soal data, tapi tentang kehadiran.

Sementara bagi dr. Arios Saplis, kita titipkan satu doa dan satu harapan semoga amanah ini tak cuma jadi pin di dada, tapi jadi bara semangat di dada. Karena kalau penyuluh KB bisa masuk ke kampung-kampung dengan semangat layaknya petugas sensus yang tak kenal takut, dan Posyandu bangkit dari tidur panjangnya, maka Sumsel akan lebih siap menyambut masa depan yang sehat, kuat, dan berkualitas.[***]

Terpopuler

To Top