Kebijakan

Pajak Lancar, Kota Jalan, Siapa yang Masih Ketinggalan?

ist

PAJAK Lancar, Kota Jalan, Siapa yang Masih Ketinggalan? Bunyinya kayak teka-teki, tapi sebenarnya serius, karena tanpa pajak lancar, pembangunan kota bisa tersendat. Dan tanpa kesadaran warga, digitalisasi canggih pun bisa cuma pajangan.

Belum lama ini, Pemerintah Kota Palembang melalui BAPENDA menggelar pemberian penghargaan kepada wajib pajak, mitra pembayaran, dan perangkat daerah pelaksana.

Acaranya rapi, plakat mengilap, sambutan formal terdengar khidmat. Tapi pesan yang ingin disampaikan sederhana pajak lancar,  kota jalan, pajak seret  pembangunan macet di tengah jalan.

Hingga pertengahan Desember 2025, penerimaan pajak daerah Palembang sudah menembus sekitar 80,50 persen dari target Rp1,8 triliun.

Angka ini menggembirakan karena menunjukkan warga semakin sadar pentingnya pajak. Namun jangan terlena banyak warga kelas menengah ke bawah patuh, tapi kemampuan finansialnya terbatas. Bayar pajak tepat waktu kadang perjuangan, bukan sekadar pilihan.

Di sisi lain, pemerintah juga harus introspeksi, digitalisasi memang sudah ada pembayaran online, notifikasi otomatis, upload dokumen bisa dari rumah.

Tapi apakah semua warga benar-benar paham cara menggunakannya? Apakah setiap rupiah pajak terasa dampaknya? Pepatah lama bilang, tak kenal maka tak sayang, jika warga tidak melihat manfaat pajak, wajar kalau kepatuhannya setengah hati.

Penghargaan BAPENDA adalah langkah tepat, strategi “dipeluk dulu, bukan dicubit”. Psikologi publik membuktikan, pujian lebih ampuh menumbuhkan perilaku positif daripada ancaman.

Namun penghargaan jangan berhenti di panggung hotel. Warga perlu merasakan dampak pajaknya jalan mulus, lampu jalan menyala, fasilitas publik nyaman. Kalau tidak, pajak tetap terasa seperti uang hilang di sumur tanpa tali.

Oleh karena itu, peran Camat dan Lurah juga krusial, mereka bukan hanya penyampai surat digital, tapi jembatan kepercayaan. Ketika Lurah bisa menjelaskan pajak sambil bercanda dan ngopi bareng warga, kesadaran pajak tumbuh perlahan tapi pasti. Warga lebih percaya penjelasan bersahabat daripada notifikasi sistem yang dingin.

Jadi sebenarnya layanan digital sudah ada, tapi literasi digital warga bervariasi, karena beberapa masih bingung login, memahami notifikasi, atau upload dokumen.

Kecepatan tanggapan sistem otomatis kadang kurang memuaskan, solusinya pemerintah perlu memperkuat edukasi digital, panduan penggunaan yang mudah dipahami, dan respons cepat bila warga menghadapi masalah.

Di sisi warga, pesan tetap sama, kepatuhan bukan sekadar menghindari teguran. Pajak adalah investasi kolektif, uang yang dibayar warga menengah ke bawah ikut membiayai fasilitas publik yang mereka gunakan.

Amanah

Misalnya jalan mulus untuk motor bebek, lampu jalan untuk pulang malam, kursi Puskesmas nyaman, semua itu buah dari kepatuhan warga.

Pepatah udzur dari aku kecil hingga umur setengah abad lebih bilang ‘berat sama dipikul, ringan sama dijinjing’.  oleh karena itu pajak bukan hanya urusan pemerintah, namun warga juga bagian dari pembangunan.

Warga patuh, pemerintah amanah dan transparan, hasilnya terasa semua pihak. Jika salah satu pihak lalai, roda pembangunan bisa tersendat.

Penghargaan pajak bukan tujuan akhir, ia alat menumbuhkan budaya patuh dan sadar manfaat. Pemerintah bisa menambahkan cerita manfaat pajak lewat media sosial, baliho, atau humor ringan di radio komunitas.

Warga cukup konsisten membayar sesuai kemampuan, sambil memberi masukan konstruktif jika layanan masih perlu perbaikan. Akhirnya, Pajak Lancar, Kota Jalan, Siapa yang Masih Ketinggalan? bukan sekadar pertanyaan retoris.

Tapipengingat bahwa membangun kota adalah kerja kolektif, warga patuh, pemerintah amanah dan transparan, maka Palembang tak hanya jalan, tapi melaju.

Seperti kata orang tua dulu, kalau mau panen, jangan malas menanam, pajak adalah benihnya, gotong royong pupuknya, pembangunan buahnya. Semua tumbuh subur jika dikerjakan bersama, bukan menunggu satu pihak berinisiatif.[***]

Terpopuler

To Top