Kebijakan

“Apakah Meritokrasi ASN di Sumsel Sudah Profesional & Objektif?”

ist

KALAU dulu karier ASN kadang seperti ikut undian lotre politik, siapa yang sering ngopi bareng bos atau rajin membantu pejabat, ya dia yang “beruntung”. Skill dan prestasi?, kadang cuma bonus, ibarat pepatah “Yang menanam benih kebaikan, yang menuai hasil bukan yang menjilat kaki orang”.

Untungnya, kini ada BKN dengan manajemen talenta, sistem yang memberi jalur karier jelas, obyektif, berbasis kompetensi. Bayangkan ASN seperti naik ojek online tanpa GPS. kadang sampai tujuan, kadang nyasar, kadang malah diturunkan di tempat yang salah. Manajemen talenta ini seperti GPS digital karier, menunjukkan arah yang benar dan memastikan ASN yang tepat berada di posisi strategis.

Gubernur Herman Deru bangga Sumsel menjadi pelopor meritokrasi ASN dan menerima penghargaan Mitra Strategis BKN RI, tapi jangan sampai kebanggaan itu seperti “medali cantik di etalase toko”, bagus dilihat, tapi kenyataan di lapangan ASN masih harus bersaing dengan politik internal dan kedekatan pribadi.

Ibarat pepatah “Pohon boleh tinggi, tapi buahnya belum tentu manis”, pernyataan Pemda terdengar heroik, tapi praktik di lapangan kadang masih harus “menyapa bos dulu baru naik jabatan”.

Dalam acara Pembangunan Meritokrasi Instansi Daerah se-wilayah kerja Kantor Regional VII BKN di Ballroom Hotel Novotel Palembang, Rabu (10/9/2025) diselenggarakan BKN RI sebagai upaya membangun sistem manajemen ASN yang lebih profesional, Kepala BKN, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan Manajemen talenta membangun karier ASN seobyektif mungkin, pengisian jabatan tidak lagi sekadar memindahkan atau mengangkat pegawai”.

Artinya, ASN yang kompeten dan punya prestasi nyata akan diakui, bukan yang jago main kode politik atau dekat dengan pejabat. Digitalisasi jadi senjata utama data analytics memetakan potensi dan pengalaman ASN, sehingga instansi tahu siapa yang siap ditempatkan di posisi kritis.

Tapi jangan salah, sistem sehebat apapun hanya efektif bila budaya kerja Pemda mendukung, kalau budaya lama masih bertahan “yang penting kenal bos dulu” atau “yang paling rajin menemani rapat politik”, ya….. percuma data canggih.

Ibarat pepatah “Besi yang keras tanpa panduan tukang tetap sulit dibentuk”, ASN harus dibiasakan bekerja profesional, disiplin, dan transparan, budaya baru ini memang tidak mudah, tapi wajib demi birokrasi yang sehat.

Manajemen talenta juga menjawab tantangan klasik kekurangan ASN di daerah pemekaran, tanpa orang yang tepat, pelayanan publik tersendat seperti motor mogok di tanjakan.

Dengan pemetaan berbasis kompetensi, posisi-posisi kritis bisa cepat diisi, sehingga masyarakat tetap menerima pelayanan optimal. Sistem ini tidak hanya mempermudah karier ASN, tapi juga memberi dampak nyata bagi rakyat.

Lucunya, sistem baru ini bikin “ngakak kecil” karena drama internal berkurang drastis,  tidak ada lagi tarik-menarik politik kecil yang biasanya bikin pusing. Semua transparan dan berbasis data. Pepatah modernnya “Data tak pernah bohong, manusia kadang bohong pada data”, kocak tapi benar…he..he..

Bumbu rahasia

Namun, mari kita lihat angka dan penghargaan itu,  Sumsel mendapat Indeks Meritokrasi 281, bagus, tapi jangan keburu bangga, angka dan stiker cantik itu belum tentu menjamin jabatan diberikan karena prestasi dan profesionalisme, bisa jadi sistemnya masih bias, jika budaya kerja lama belum berubah. Meski gubernur bilang ASN berkembang objektif, kenyataannya ASN kadang masih harus “main kode” atau dekat dengan pejabat agar cepat naik jabatan.

Oleh sebab itu, digitalisasi menjadi bumbu rahasia reformasi birokrasi, analisis data memetakan kompetensi, pengalaman, dan potensi ASN, sehingga instansi tahu siapa yang siap di posisi kritis, namun  semua ini hanya berjalan kalau budaya kerja mendukung, disiplin, terbuka, profesional. Tanpa itu, manajemen talenta hanyalah “peta indah yang digantung di dinding, tapi tidak dipakai”.

Gubernur Herman Deru patut bangga, tapi tetap harus waspada, inovasi ini harus diikuti pengawasan dan budaya profesional yang kuat. Penghargaan dan indeks hanyalah alat ukur, prestasi dan profesionalisme ASN tetap harus diuji nyata di lapangan, bukan sekadar angka di kertas.

Kalau diibaratkan masakan, manajemen talenta ini seperti bumbu rahasia yang mengubah sayur hambar menjadi hidangan lezat, ASN punya peluang adil untuk bersinar, instansi lebih sehat, dan masyarakat puas akan pelayanan publik. Moralnya jelas “Jalan lurus tetap membawa kita ke tujuan, meski jalan berliku”

Selain itu, sistem ini memberi saran terselubung bagi Pemda, jangan biarkan jabatan hanya dipengaruhi politik atau kedekatan pribadi. Budaya profesional harus ditanamkan, agar ASN kompeten, instansi solid, dan publik puas, serta bangga dengan penghargaan saja tidak cukup kalau praktik masih jauh dari meritokrasi sejati.

Manajemen talenta BKN bukan sekadar program, tapi filosofi ASN modern, obyektif, berbasis kompetensi, transparan, dan didukung budaya kerja sehat.

ASN kompeten, instansi solid, publik puas itulah visi reformasi birokrasi yang bikin semua tersenyum, sambil memberi pelajaran budaya kerja yang salah bisa merusak sistem terbaik sekalipun.

Oleh karena itu, dengan langkah ini, Sumsel tidak hanya memodernisasi birokrasi, tapi juga menanamkan budaya kerja profesional, mendorong karier ASN berbasis kompetensi, dan memastikan jabatan tidak lagi jadi ajang politik kecil-kecilan.

Dan pada akhirnya, reformasi ASN bukan cuma soal penghargaan cantik di etalase atau angka Indeks Meritokrasi yang bikin bangga di rapat. Ini soal budaya kerja, integritas, dan keberanian berinovasi.

Kalau Pemda benar-benar menanamkan prinsip meritokrasi, ASN nggak perlu lagi “main kode rahasia” atau ikut lomba senyum sama bos untuk naik jabatan. Mereka bisa fokus kerja, tunjukin skill, dan, ya…, sambil sesekali ngakak kecil melihat drama politik internal yang dulu bikin kepala pusing.

Sumsel punya peluang jadi contoh provinsi lain birokrasi profesional, transparan, berbasis kompetensi, tapi tetap bisa bikin semua tersenyum karena ASN-nya kerja serius tapi nggak kehilangan sense of humor.[***]

Terpopuler

To Top