GUBERNUR Sumsel H.Herman Deru sudah menginstruksikan kepada Bupati/Walikota se Sumsel untuk menginventarisir semua data perizinan perusahaan di Sumsel yang diduga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Dengan tegas Ia mengatakan tak segan mencabut izin perusahaan dimaksud jika memang ditemukan adanya pelanggaran.
“Kita minta ini diinventarisir menyeluruh mengenai izin lokasi serta syarat dan batas waktu yang sudah dikeluarkan. Kalau memang mereka melanggar, cabut saja izinnya,” ujar HD tegas saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Pengendalian dan Pencegahan Kebakaran Huta , Kebun dan Lahan (Lahan Gambut) di Provinsi Sumsel di Hotel Swarna Dwipa, Selasa (16/10/2019) pagi.
Untuk diketahui kata HD, kewenangan pemberian izin di daerah sepenuhnya ada di tangan bupati dan walikota. Untuk itu Ia meminta semua kepala daerah menginventarisir segala hal terkait perizinan yang terlanjur dikeluarkan mulai dari izin lokasi sampai IUP. Bukan hanya izin, Ia juga akan meminta laporan soal tanggungjawab perusahaan pada kebakaran lahan yang ada di sekitarnya.
” Kalau lintas sektoral itu baru wewenang Saya (Gubernur) tapi untuk izin itu semuanya ada pada Bupati dan Walikota. Secepatnya itu diinvetarisir, kami juga bersama Pangdam dan Kapolda dalam waktu dekat akan sidak kesiapan perusahaan memadamkan api di wilayah operasional dan sekitarnya,” jelas HD.
Terkait penyelenggaran FGD, Herman Deru meminta semua pihak mensupport karena menurutnya masalah karhutla bukan baru setahun atau dua tahun ini saja terjadi melainkan sudah berulang. Terlebih FGD digelar dengan sangat komperhensif dengan mendatangkan banyak pihak seperti Kepala BRG, Irjen Dakkum Kementerian LHK, Forkompinda, Walhi, LSM, masyarakat dan semua pihak.
“FGD ini untuk rembuk. Bukan cari siapa yang salah karena kalau begitu terus ini tidak akan selesai. Disini kita cari jalan keluar bagaimana agar kejadian ini tidak terulang. Kita ingin ini ada rumusan yang merekomendasikan soal sikap. Bupati harus bagaimana? gubernur harus bagaimana? Dan apa saja yang harus kita lakukan untuk pencegahan,” paparnya.
Dampak Karhutla
Sebagai Kepala Daerah lanjut HD dirinya juga sangat khawatir dampak kabut asap ini akan mengurangi produktifitas. Hal itu mwnurut HD sangat dirasakannya dari reschedule jadwal sekolah sampai sekolan diliburkan karena ISPU terus berfluktuatif.
“Di Sumsel ini ada kabupaten kota dan ganbut itu ada sebanyak 1,4 juta hektare. Ini tentu butuh pemikiran dan kerja yang komperhensif,” jelasnya.
Sementara itu terkait kondisi asap Karhutla yang semakin meningkat di Sumsel, khususnya Palembang menurut Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Pusat Nazir Fuad memang sangat dipengaruhi kondisi kemarau yang memang lebih ekstrim dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Ia bahkan mengatakan, kondisi ini tidak hanya terjadi Indonesia tapi juga di Rusia, Brazil bahkan Amerika Serikat.
” Harus kita apresiasi sekali Gubernur Sumsel cepat membuat FGD ini, karena kebakaran hutan khususnya ganbut memang terus terjadi dan ini memang membuat prihatin. Ini tidak bisa kita tolerir dan harus diperbaiki. Tahun ini perlu diketahui memang kemarau yang terjadi sangat ekstrim dan parah sekali. Berdasarkan informasi kita tahun depan kemarau akan kembali normal. Itu artinya kita punya waktu satu tahun untuk memperbaiki ini agar saat kemarau berikutnya karhutla dapat diminimalisir,” jelas Fuad saat memberikan sambutannya.
Untuk mengurangi karhutbunla Nazir mengatakan tata kelola harus ekosistem gambut harus segera diperbaiki. Untuk memperbaikinya perlu kerjasama pemerintah provinsi dan kabupaten kota, dunia usaha, TNI, Polri, LSM juga akademisi.
“Yang harus dikedepankan adalah pencegahan berupa pengelolaan ekosistem gambut. Tidak bisa satu kelurahan atau wilayah lahan gambut memikirkan dirinya sendiri. Karena air di ekosistem gambut terkoneksi dalam satu zona air. Nah ini sudah mulai kita petakan sampai skala terkecil untuk memperbaiki tata kelola ini,” jelasnya.
Nazir mengatakan untuk mengelola gambut ini agar tidak mudah terbakar adalah dengan menjaga air minimal 40 cm di bawah lahan.
Misalnya untuk tahun depan puncak kemarau diprediksi akan terjadi pada tanggal 30 September sehingga kelembapan gambut harus dijaga sejak mulai kemarau Juli-September.
” Agar aman saat puncak kemarau itu kita harus agak membanjiri lahan gambut. Teknologi ini memungkinkan kita hitung. Ini yang kita dorong tahun 2020. Dunia usaha tidak perlu khawatirkan ini karena sudah terbukti dilakukan HTI di kaltim. Ini tidak mengganggu produktifitas dan budidaya tanaman,” bebernya.
Selain Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Pusat Nazir Fuad hadir juga dalam kesempatan tersebut, Dirjen Dakkum Kementerian LHK, dan Pangdam II Sriwijaya Mayjen TNI Irwan.[**]
Penulis : mad