PALEMBANG – Empat pimpinan organisasi wartawan konstituen Dewan Pers, Aliansi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTV) Sumsel, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Sumsel, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel, bersemuka semeja. Dalam Outlook Series ke-3 Jurnalis 2021, mereka membahas Isu Profesionalisme Jurnalis, Senin (4/1/2021).
Peserta daring , Maspril Aries, memberikan apresiasi terhadap kehadiran pimpinan empat orgnisasi wartawan yang sudah diakui sebagai konstituen Dewan Pers. “Apalagi, dalam duduk semeja itu, membahas isu-isu jurnalis 2021. Semoga ini bisa jadi babak baru yang lebih baik dalan sinergisitas dan kolaborasi organisawasi wartawan yang juga diikuti anggota-anggota. Bersatu bisa membuat perjuangan bisa lebih kuat,” ujar mantan wartawan Republika yang kini mengelola Ekbisnews.com ini.
Hadir dalam kegiatan itu Ketua AJI Palembang Prawira Maulana, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel Firdaus Komar, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumsel Ardiansyah Nugraha, dan Ketua Komite Etik Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palembang, Mushaful Imam..
Ketua IJTI Sumsel Ardhiasyah Nugraha mengatakan, bicara isu jurnalisme di 2021 sangat banyak dan semua penting. Namun jurnalis harus independen. Bahkan, bila perlu harus ada revolusi jurnalis.
“Era digital mempengaruhi praktik jurnalisme dalam berbagai hal. Jurnalisme di Indonesia juga turut berubah seiring dengan berkembangnya teknologi digital,” katanya.
Menurutnya, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan di 2021 seperti harus melakukan revolusi terhadap jurnalisme. Lalu kesejahteraan jurnalis harus diperhatikan dan perlunya penguat hukum terhadap jurnalis.
Ketua PWI Sumsel Firdaus Komar mengatakan, perkembangan teknologi kian maju, sehingga banyak bermunculan media-media online. Bahkan media sosial (medsos) pun semakin cepat menyebarkan informasi. Untuk itu jurnalis dituntut kreatif, dan inovatif serta bisa beradaptasi dengan kondisi saat ini.
“Wartawan tidak akan hilang meski teknologi semakin maju. Maka sajikanlah konten yang menarik,” kata Firkom.
Lebih lanjut ia mengatakan, bicara media maka sebagai wartawan tentu sebagai jurnalisnya. Bicara jurnalisme tidak bisa berdiri sendiri karena ada jurnalisnya. Untuk itu sebagai jurnalis juga ada kode etik jurnalis.
“Sebagai jurnalis maka kita harus memiliki pengetahuan. Seberapa besar pengetahuan kita terhadap berita yang kita tulis. Lalu kemampuan kita untuk menulis dan menyampaikan berita,” katanya.
Menurut Firdaus, terkait isu jurnalis ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Salah satunya seperti perusahaan media sudah terbentuk manajemen yang baik atau belum. Sebab pers yang sehat menimbulkan jurnalis yang profesional, dan bermartabat serta beretika.
Isu jurnalis pun sangat terkait pandemi Covid-19 yang masih terjadi hingga saat ini. Kemudian political will pemerintah. Political will dalam arti keberpihakan pada rakyat, sehingga hal-hal yang menguntungkan untuk rakyat memang harus didukung sepenuhnya.
Sedangkan menurut Ketua Komite Etik PFI Palembang Mushaful Imam yang tampil daring, , ada beberapa faktor eksternal maupun internal. Baik dari perusahan maupun lingkungan yang mempengaruhi pewarta foto.
“Ada kekuatan, ada kelemahan, dan ada ancaman yang terjadi pada pewarta foto. Adanya perkembangan teknologi mengakibatkan penyebar luasan foto kini semakin mudah dan tidak terbatas,” katanya.
Lalu dengan semakin luasnya perkembangan digital dan mudahnya menyebarluaskan informasi maka menimbulkan kurang percaya masyarakat, sehingga cenderung tidak percaya langsung terhadap visual.
Kemudian, kemajuan teknologi juga membuat wartawan foto memiliki beban kerja tambahan, sehingga selain memfoto juga harus melakukan hal lain. Misal membuat video dan lain-lain.
“Wartawan foto kini dianggap bukan ruh lagi. Sebab wartawan bisa juga memfoto dengan kamera ponsel. Lalu semakin banyaknya freelance, dan juga agensi sehingga wartawan foto tersisihkan. Bahkan peran serta pemerintah cenderung tidak melindungi,” katanya.
Sedangkan Ketua AJI Palembang Prawira Maulana menambahkan, pada 28 Desember 2020 AJI sudah merilis tentang catatan akhir tahun yang kelam. Disamping adanya pandemi Covid-19, juga masih ada kekerasan pers. Setidaknya ada 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis dari 1 Januari – 25 Desember 2020.
“Jumlah ini merupakan yang terbanyak sejak AJI melakukan pendataan kekerasan terhadap jurnalis pada 2006. Kekerasan yang terjadi mulai dari intimidasi, fisik dan lain-lain,” katanya.
Lalu tentang kesejahteraan pers. Pendapatan selama pandemi, ada beberapa data yang masuk mengeluh tentang gaji, uang makan dan lain-lain yang dipotong. Kemudian ada juga sulitnya naik berita karena ada kebijakan perusahaan yang selektif untuk menaikan berita.
“Poinnya tetap jaga profesionalisme jurnalis, kesejahteraan jurnalis juga perlu diperhatikan dan kebebasan pers,” katanya.
Outlook Series Jurnalis 2021 yang diselenggarakan AJI Palembang dilaksanakan pada 20 Desember 2020 hingga 29 Januari 2021. Sebanyak 12 tema dibahas sebagai persiapan para pekerja media, baik jurnalis profesional, pers mahasiswa, bahkan jurnalis warga. Tema-tema tersebut yakni Tantangan Bisnis Media, Sumber Daya Alam dan Energi, Profesionalisme Jurnalis, Ekologi dan Lingkungan, Politik Nasional dan Lokal, Hak Asasi Manusia, Hukum dan Perlindungan Jurnalis, Ekonomi-Bisnis, Sosial-Budaya, Tantangan Pendidikan, serta Tantangan Teknologi Media.(**)sir