Sumselterkini.co.id, – Ada momen langka dan membahagiakan yang terjadi di Kementerian Agama minggu ini, pasalnya bukan soal perubahan jadwal cuti bersama, bukan pula pengumuman naiknya tunjangan kinerja. Namun lebih penting kantin halal Kemenag yang diresmikan dengan prosesi gunting pita, potong tumpeng, dan tentu saja detik-detik sakral ngintip menu harian.
Pembaca yang budiman….ini bukan sekadar warung makan dengan AC dan sambal terasi level dua belas, kantin dengan status syar’i, bersertifikat halal, bersih, nyaman, modern ini, yang paling penting bisa bayar pakai QRIS.
Artinya, membeli sayur asem sekarang sudah bisa dengan scan barcode, bukan cari receh di dasar tas atau di balik dompet yang lebih sering berisi struk belanja dan harapan kosong.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan hal yang sangat bijak, namun tetap membumi halal, karena bukan cuma soal daging disembelih pakai bismillah. Tapi juga soal asal-usulnya, cara ngolahnya, bahkan cara penyajiannya. Kalau makanannya halal, tapi rasanya kayak mimpi buruk masa kecil, ya.. belum tentu thayyib.
“Halal tapi basi itu nggak thayyib,” tegas Menag. Dan kalimat itu seharusnya bisa diprint besar-besar dan ditempel di semua kulkas kos-kosan.
Kita perlu apresiasi tinggi pada langkah Kemenag ini. Di tengah dunia yang makin cepat dan perut yang makin lapar, hadirnya kantin halal bukan cuma soal makanan. Ini soal komitmen moral dan pelayanan publik yang spiritual. Karena tak ada yang lebih mulia selain makan siang dengan tenang, tanpa was-was apakah rendang yang kita kunyah berasal dari sapi yang pernah ikut tawuran.
Lebih dari itu, kehadiran kantin halal juga menjadi semacam diplomasi perut, sebab, semua suku, agama, ras, dan golongan pasti sepakat dalam satu hal lapar itu tidak kenal batas keyakinan.
Haikal Hassan menyatakan prinsip halalan thayyiban adalah hak semua manusia, kita sepakat, sebab tidak ada yang bisa beribadah khusyuk dengan perut keroncongan dan pikiran was-was soal santan oplosan.
Kolaborasi dengan Bank Mandiri dalam digitalisasi pembayaran juga patut dipuji, karena bukan cuma soal kemajuan teknologi, tapi perlindungan jiwa raga dari tragedi antri kembalian seribu perak. Bayar tinggal scan, makan tinggal pilih, hidup tinggal bersyukur.
Dan jangan lupakan koperasi Kemenag yang diam-diam sudah berjuang lama menghadirkan kantin ini. Di era ketika banyak koperasi hanya jadi tempat fotokopi dan pinjam map plastik, koperasi Kemenag tampil beda: dia menghadirkan tempat makan yang tidak hanya legal, tapi juga spiritual.
Kini, semua pegawai Kemenag dan tamu yang datang bisa makan dengan tenang. Tak perlu lagi curiga dengan gorengan yang terlalu kinclong atau soto ayam yang warna kuahnya lebih mencurigakan daripada hubungan tanpa status, semua sudah jelas ada label halal, ada rasa thayyib, ada tempat bersih, dan ada suasana yang nyaman.
Asanya apa yang dimulai Kementerian Agama ini bisa menular. Ya, menular seperti tren es kopi susu tapi versi menyehatkan kantin halal di tiap kementerian, lembaga, bahkan kantor swasta, sarena perut tak pernah libur, dan gizi yang baik adalah pondasi birokrasi yang waras.
Toh, kalau kita bisa sepakat bikin rapat sampai malam, masa bikin kantin yang halal dan nyaman saja nggak bisa?
Akhir kata, kami ucapkan selamat kepada Kemenag. Hari ini anda bukan hanya meresmikan kantin, anda meresmikan harapan. Harapan bahwa di tengah tumpukan berkas dan laporan mingguan, selalu ada sepiring nasi, secentong sayur, dan secuil ketenangan hati yang semuanya halal dan thayyib. Dan kalau boleh usul tumpengnya besok-besok jangan cuma dipotong, tapi juga dibagi rata, karena keadilan sosial dimulai dari bagian atas tumpeng yang biasanya rebutan.[***]