Inspirasi

BUKU DIARI PAGI – Selasa Pagi di Pesona Harapan Jaya : Ngopi Pahit, Pohon & Filosofi Hidup ala Blok A

ist

USAI shubuh, langit masih menggantung mendung, bukan mendung yang galau macam mantan yang belum move on, tapi mendung yang adem sejuk, tenang, dan menggoda untuk rebahan lagi. Tapi aku memilih bangun, karena katanya, “siapa bangun pagi rezekinya lebih dulu disambar ayam”. Pepatah baru ini belum populer, tapi cocok buat yang sering telat ke pasar dan kehabisan cabe murah.

Pagi itu, suasana masih setenang kolam lele yang belum dilempar pelet. Burung pun belum sempat nyanyi, mungkin lagi sibuk update status di dahan pohon. Udaranya segar, seperti disaring dari paru-paru alam langsung tanpa campuran pendingin ruangan.

Aku duduk di ruang tamu, di hadapanku laptop menyala, tapi layar masih kosong, bukan karena aku tak punya ide, tapi karena kopi belum selesai disruput. Secangkir kopi hitam pekat menemaniku, kopi pahit tanpa gula, sekelam cinta waktu SMA yang gagal karena terlalu malu nyapa.

Di sebelahnya, sebatang Djisamsoe sedang kuisap pelan, membubung bersama angan. Asap putih itu melesat keluar jendela, menari-nari seperti kenangan masa kecil yang belum bayar uang sekolah tapi masih sempat main layangan.

Ruang tamu ini terasa seperti studio meditasi dadakan, tempat pikiran meliuk-liuk seperti asap rokok. Kusengaja buka pintu dan jendela selebar mungkin, agar angin tahu, aku di sini, sedang berpikir keras… soal sarapan.

Perumahan tempatku tinggal, Pesona Harapan Jaya Tahap 1 Kalidoni, sering kusebut kampung. Walau di depan nama ada kata “Pesona”, belakangnya tetap “Jaya”, tapi suasananya lebih mirip “Desa Damai Bab III”. Kiri kanan masih rimbun. Ada akasia, gelam, sawit, bahkan pohon karet yang udah pensiun dini.

Mereka semua berdiri seperti satpam lingkungan, diam, kokoh, tapi ikut menjaga sejuknya hari, kadang aku mikir, pohon-pohon inilah yang bikin tetangga tetap bisa senyum meski listrik naik.

Tepat pukul 6 pagi, seperti skrip sinetron, babak baru dimulai, suara motor mulai menyala sebagian menderu, sebagian lagi batuk-batuk karena aki tua.

Pintu mobil ditutup perlahan, sopan. Ibu-ibu keluar dengan tas belanja, ada yang pakai kerudung rapi, ada juga yang masih ngucek mata sambil nyeker, berburu daun singkong dan tahu isi.

Lalu, terdengarlah suara ikonik itu

“Wulaaan… ada donat?!”
Sebuah panggilan penuh harap dari tetangga sebelah.

“Gak buat, Bu! Cuma pastel sama risol hari ini…”
Jawab Wulan, pedagang keliling legendaris dari Blok A, sambil mengangkat wadah kue jualan, meski kantung matanya seperti habis nyetrika bantal semalaman.

Wulan ini ibarat alarm alami kampung, kalau dia belum lewat, artinya pagi belum resmi dimulai. Dia tidak sekadar menjual donat dan risol dan kue lainnya. Dia menjual harapan, energi karbo di pagi selasa ini.

Pasukan kecil..

Anak-anak sekolah siang pun mulai keluar, mereka berkeliaran seperti pasukan kecil yang siap perang lawan kantuk. Ada yang main bola plastik, ada yang main kejar-kejaran sambil teriak, “WOY CEPATAN!” teriakan khas bocah yang belum kenal konsep tenang. Mereka tahu pagi adalah waktu emas sebelum disuruh mandi sama emak.

Di sela keramaian itu, aku menyesap kopi lagi, menarik napas panjang, pagi sudah mulai terang, sedikit demi sedikit, langit bergeser dari kelabu menjadi biru pucat, dari sepi jadi ramai. Hidup pun begitu. Tak selalu cerah di awal, tapi perlahan, akan terang juga, asal sabar dan punya risol, he..he.

Dan… kadang, bahagia itu sederhana, bukan soal mobil baru atau gadget mahal, tapi soal kopi pahit, rokok sebatang, dan suara “Wulan, ada donat?” yang menandakan bahwa hidup masih berjalan, dan kita masih bagian dari cerita kecil di salah satu kampung yang  marjinal di Kota Palembang.

Jadi begitulah pagi di Blok A, tempat di mana risol, donat dan kue sarapan pagi punya peran sosial, dan kopi pahit bisa jadi pengingat bahwa hidup gak selalu manis, tapi tetap bisa dinikmati asal ada jeda dan tawa.

Karena seperti kata pepatah kampung yang belum tercetak di buku motivasi mana pun

“Hari boleh Selasa, tapi semangat jangan setengah rasa.”

“Kalau donat hari ini nggak datang, mungkin hidup lagi ngajak kita puasa dari ekspektasi.”
“Dan ingat! kopi pahit pun akan terasa nikmat… kalau kita tahu cara menikmatinya, bukan malah nyalahin sendok”

Selamat hari Selasa, teman-teman, jangan terlalu serius menghadapi dunia. Kadang, cukup disenyumin aja… kayak senyuman Wulan yang bawa risol dan kue lainnya tapi nggak ada namanya donat.

Jangan terlalu sibuk mengejar cahaya dari kota sebelah, sampai lupa bahwa sinar mentari pagi pun menembus rumahmu… asal jendelanya dibuka.[***]

Terpopuler

To Top