SAAT jarum jam menunjuk angka 06.00 WIB di Senin pagi, kabut asap masih terlihat pekat menyelimuti langit Kota Palembang, sehingga membuat jarak pandang di Perairan Sungai Musi terganggu, bahkan aktivitas perahu-perahu rakyat yang biasanya setiap pagi melintas ilir mudik di Sungai yang memiliki panjang 750 km itu terhenti selama kabut asap melanda Palembang.
Pemandangan diperairan Sungai Musi-pun terlihat hanya putih pekat. Mirisnya lagi, kokohnya dua menara Jembatan Ampera [Amanah Penderitaan Rakyat] yang menjulang tinggi dan memiliki panjang 1.117 meter, sebagai penghubung antara Palembang Ulu ke Ilir ini terlihat sama sekali saat pagi dan petang.
Icon- Icon ‘Wong Kito’, seperti Jembatan Ampera dan Sungai Musi,kini kondisinya tak bisa dinikmati ketika mata memandang dari Dermaga PT Pelabuhan Indonesia [Persero] II yang dikenal juga Indonesia Port Corporation/IPC di Boom Baru, Palembang.
Maklum memang, sejak beberapa bulan ini Kota Palembang masih dalam kondisi musim kemarau yang panjang, sehingga menyebabkan banyak lahan dan hutan kebakar di sejumlah daerah di Sumsel.
Meski demikian, Sungai Musi tetap menjadi salah satu pilihan jalur transportasi air di Palembang. Bukan saja masyarakat yang tinggal dipinggiran muara Sungai Musi yang memanfaatkan Musi sebagai jalur transportasi, bahkan sejumlah perusahaan BUMN, seperti Pertamina, Semen Baturaja, PTBA juga memanfaatkan alur Sungai Musi yang memiliki 9 anak sungai itu sebagai alur transportasi, untuk membawa hasil produksinya.
Terlebih lagi PT Pelindo/IPC atau Indonesia Port Corporation/IPC sendiri, Sungai Musi bisa sebagai sumber pendapatan. Pasalnya, kapal-kapal bertonase besar dengan panjang 110-125 meter yang membawa peti kemas berisi 300 box [kontainer] berukuran 200 feat /20 kaki, yang hendak bersandar di Dermaga Pelindo di Boom Baru, pasti melalui alur Sungai Musi.
Keberadaan Musi sebagai jalur tranportasi memang dikenal sejak Kerajaan Sriwidjaya berdiri, dan hingga kini tetap menjadi urat nadi perekonomian Palembang.
Oleh sebab itu, kiprah Pelindo II/IPC yang sudah ada puluhan tahun beroperasional di Palembang- pun tak dapat dipisahkan dengan Sunga Musi, meski Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang logistik itu sudah beberapa kali mengalami perubahan badan hukum, hingga akhirnya pada 1991 melalui PP.57/1991 berstatus menjadi Perseroan Terbatas [PT] hingga kini disebut juga IPC.
Ibarat perkawinan, antara Pelindo dan Musi selalu bergandengan, meskipun bencana kabut asap masih mengganggu jarak pandang di perairan Sungai Musi, operasional Pelindo tetap berjalan normal. Kapal-kapal yang mengangkut peti kemas tetap berjalan sesuai jadwal. Tengok saja, di Dermaga container crene yang berkapasitas twin lift, bisa mengangkat dua peti kemas sekaligus, apalagi seperti gantry jib crene.
“Kondisi tetap berjalan normal, kecuali alur Sungai tidak memungkinkan seperti terjadi pendangkalan yang menganggu kapal bertonese besar bersandar,” kata Agus Edi Santoso General Manager PT Pelindo II/IPC Palembang baru-baru ini.
Disamping itu, memang dari pihak Kantor Syabandar dan Otoritas Pelabuhan [KSOP] sudah diberlakukan sistem ganjil genap sehingga tak berpengaruh dengan kondisi kabut saat ini.
Menurutnya keluar masuk barang dari Dermaga IPC rata-rata meningkat 10% per tahun. Hanya saja pada 2019 ini ada sedikit penurunan volume dikomoditi ekspor andalan Sumsel, seperti karet, Crude Palm Oil/CPO, karet, serta kelapa.
“Penurunan itu bukan berasal dari dampak kabut asap yang mengganggu alur Sungai Musi, namun karena pengaruh turunnya harga karet dunia,”paparnya.
Selain itu, pengaruh yang lain, yakni adanya pembatasan [proteksi] kuota ekspor karet dari pemerintah. Namun kata Agus, kargo yang membawa tiang panjang, rel kereta api, equipment, mesin dan lainnya volumenya meningkat seiring sejumlah proyek infrastruktur di Palembang, dan di sejumlah daerah Kabupaten di Sumsel tengah berjalan, seperti Jalan Tol, Industri pupuk dan lainnya.
Berbenah & Berinovasi
Seiring berkembangnya pembangunan Kota Palembang dan daerah di Sumsel, Pelindo II turut berbenah. Salah satunya dengan mengembangkan Palabuhan milik Pelindo di daerah Sungai Lais yang berjarak sekitar 10 km dari Boom Baru, Palembang. Pembangunannya tengah dilakukan, guna mendukung pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel).
“Kita juga harus bersinergi dengan Pemerintah daerah, dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah,”paparnya.
Selain itu, akunya Pelabuhan Boom Baru memang sudah tak layak lagi untuk dikembangkan, karena keterbatasan lahan.“Eksisting yang ada yang okupansinya mencapai sekitar 95% dari total lahan seluas 24 Hektare,”tambah Agus lagi.
Pelabuhan Sungai Lais milik IPC berada juga ditepian alur Sungai Musi, yang keberadaanya tak jauh dari Muara Sungai, tepatnya tak jauh dari Markas Satuan Pol Airud Polda Sumatera Selatan.
Berada di areal lahan 200 hektare, Pelabuhan Sungai Lais ini dinilai layak sebagai pelapis dan penunjang operasional bongkar muat barang. Selama ini operasional pelabuhan Sungai Lais sudah digunakan, namun hanya melayani kapal-kapal tradisional (Kapal Layar Motor/KLM) untuk angkutan pangan (sembako), maupun angkutan bahan material bangunan, seperti semen yang akan dikirim ke daerah pelosok ataupun antar pulau.
Pelabuhan Sungai Lais juga sebagian untuk melayani beberapa pelanggan dari komoditas curah cair yang didominasi seperti komoditi High Speed Diesel (HSD) serta minyak sawit mentah /crude palm oil/CPO. Komoditi curah kering, seperti batu split dan pasir.
Agus menjelaskan, dengan mengembangkan Sungai Lais, tentunya sesuai dengan program Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama lalu, yang ingin menjadi Indonesia sebagai poros maritim dunia, dengan mengotimalkan peran pelabuhan, termasuk pelabuhan Sungai Lais.
Dia optimistis Pelabuhan Sungai Lais sangat berpotensi untuk menjadi pelabuhan besar, karena kedalaman kolam Pelabuhan Sungai Lais saat ini mencapai sekitar – 1 MLWS hingga -3 MLWS, tergantung dari kondisi pasang surut air sungai. Pada 2019 ini.
Beberapa langkah yang diupayakanIPC Palembang, seperti mencanangkan pembangunan dermaga Jetty dengan spesifikasi trestle sepanjang 50 meter menjorok ke arah sungai dengan lebar 10 meter dengan luas dermaga seluas 1.250 meter persegi, sehingga dengan upayan itu mampu memperoleh kedalaman antara -2,5 MLWS hingga -5 MLWS [saat kondisi pasang tertinggi].
Dengan adanya penambahan dermaga jetty ini diharapkan mampu menampung kapal-kapal pengangkut komoditi curah cair dan curah kering dengan kapasitas hingga 5.000 ton/meter kubik.
Memang Sungai Musi yang memiliki panjang sekitar 700 km dan lebar 200 meter itu sampaikan kapan pun tetap dibutuhkan Pelindo II. Musi siap selalu menemani Pelindo menjadi perusahaan BUMN kelas dunia yang bergerak dibidang logistik.[**]
Penulis : Irwan Wahyudi
Wartawan Sumselterkini.co.id