Infrastruktur & Transportasi

“Dari Jok Mobil Dinas ke LRT Palembang: Kisah Lucu Transformasi Transportasi Publik Warga”

ist

PALEMBANG selama ini dikenal sebagai kota dengan jalan-jalan yang selalu penuh sesak, seperti tahu goreng yang menempel rapat di wajan panas ramai, panas, dan bikin kesal. Tapi kini Wali Kota Palembang, Drs H Ratu Dewa, M.Si, punya misi yang terdengar sederhana tapi sebenarnya seperti mengubah air menjadi gula membiasakan warganya, termasuk ASN, naik LRT.

Namun bukan perkara gampang, sebab membalik kebiasaan manusia itu seperti mengajak kucing berenang ada yang lincah, ada yang takut basah. Ide ini punya benang merah budaya transportasi publik yang ramah lingkungan, hemat energi, dan bikin kota lebih rapi.

Bayangkan pegawai Pemkot yang biasanya parkir di mobil dinas tiap hari, sekarang duduk manis di kereta, sambil membaca berita atau cuma menatap pemandangan kota berasa seperti turis gratis di kota sendiri.

Kebijakan ini juga menyasar anak-anak SD hingga SMP, filosofinya sederhana “Biasakan dari kecil, biar besar jadi kebiasaan”, kalau dulu orang tua bilang “jangan main hujan-hujanan, nanti sakit”, kini wali kota bilang, “Ayo naik LRT, biar kota bebas macet.” Tindakan kecil ini bisa berdampak besar, karena perilaku individu akhirnya merajut perubahan kolektif. Perumpamaan klasiknya, tetesan air lama-lama bisa bikin batu berlubang, begitulah kekuatan kebiasaan kecil yang konsisten.

Tentu saja, ada tantangan psikologis, ada yang bilang, “Ah, naik LRT itu ribet, antri, panas, nggak nyaman.” Tapi lihat sisi positifnya selama ini, warga Palembang sudah terbiasa macet, jadi duduk di LRT yang nyaman itu malah terasa mewah,  kadang orang lebih rela membakar bensin di jalan macet daripada memanfaatkan fasilitas gratis yang tersedia. Pepatah lama bilang, “Air tenang menghanyutkan,” dan LRT bisa jadi arus tenang yang membawa kita ke tujuan lebih cepat.

Dari sisi sosial, kebiasaan baru ini bisa memperkuat interaksi antar warga, coba seandainya, seorang guru SD duduk berdampingan dengan tukang ojek atau pegawai bank, ngobrol santai sambil bergerak di satu kereta. Ini seperti memadukan sayur dan sambal dalam satu piring bisa bikin hidup lebih berwarna.

Palembang bukan satu-satunya kota yang mengubah kebiasaan transportasi warganya, beberapa kota di dunia sudah membuktikan bahwa perubahan kecil bisa bikin perbedaan besar, sebut saja Kopenhagen, Denmark, hampir separuh warganya memilih sepeda daripada mobil, membiasakan transportasi ramah lingkungan sejak kecil.

Tokyo, Jepang, meski padat penduduk, warga Tokyo terbiasa naik kereta cepat dan kereta bawah tanah, sehingga macet kendaraan pribadi bisa ditekan.

Singapore,  transportasi publik yang efisien membuat warga jarang menggunakan mobil pribadi pemerintah juga menerapkan kebijakan ERP untuk membatasi kemacetan.

Bogotá, Kolombia, dengan sistem TransMilenio, warga terbiasa menggunakan bus cepat yang nyaman dan tepat waktu, menggantikan kebiasaan naik mobil.

Seoul, Korea Selatan, pemanfaatan kereta dan bus yang terintegrasi serta tarif terjangkau membuat warga Seoul lebih memilih transportasi umum daripada mobil pribadi.

Oleh karena itu perubahan kecil dimulai dari kebiasaan sehari-hari, kota yang bebas macet bukan mimpi jika warganya berani meninggalkan ego mobil pribadi dan membuka diri untuk transportasi publik.

ASN sebagai teladan bisa menjadi magnet bagi masyarakat umum, dan anak-anak sebagai generasi penerus akan tumbuh dengan mindset mobilitas cerdas.

LRT bukan sekadar moda transportasi, tapi alat pendidikan perilaku, pengurangan kemacetan, dan promosi Smart City yang ramah lingkungan. Palembang bisa menjadi contoh kota yang tidak hanya membangun gedung tinggi, tapi juga membangun budaya tinggi budaya menggunakan transportasi publik.

Kalau berhasil, suatu hari orang tidak lagi mengeluh macet, tapi justru rindu naik LRT, dan siapa tahu, pepatah baru bisa lahir “Naik LRT hari ini, selamatkan bumi besok”.[***]

Terpopuler

To Top