(Humor, Edukasi, Imajinasi: Cerita Dagelan Kampus, Pabrik & Masa Depan yang Ramah Oksigen)
DI TENGAH ancaman bumi yang makin panas kayak wajan bekas goreng bakwan, Kementerian Perindustrian malah ngajak mahasiswa buat ngobrolin industri hijau, green jobs, dan masa depan yang rendah karbon tapi tinggi harapan, bukan cuma obrolan ala seminar yang isinya tidur berjamaah, tapi dikemas ala roadshow kampus yang kece AIGIS Goes to Campus. Di sinilah kampus bukan lagi cuma tempat nyari wifi gratis dan dosen pembimbing yang menghilang, tapi medan tempur gagasan menuju masa depan ramah oksigen.
Bayangin, biasanya mahasiswa ke kampus cuma buat ngejar absen dan antri nasi padang dua lauk satu sambal, sekarang mereka diajak mikir soal green economy, IoT buat pabrik, sampai startup pengelola kotoran sapi jadi energi terbarukan. Menteri Perindustrian, Pak Agus Gumiwang, datang bukan buat sidak kos-kosan, tapi ngajak mahasiswa bangkit dari rebahan menuju revolusi industri rendah emisi.
Programnya? Bukan seminar kaleng-kaleng. Ada lomba inovasi, talkshow, forum pemuda, dan bonus bisa foto bareng pejabat sambil pura-pura paham soal dekarbonisasi. Kampus-kampus yang didatangi juga bukan kampus sembarangan dari UI yang terkenal dengan tugasnya, Unpad yang terkenal dengan Cimol-nya, hingga Binus yang kalau nyebutin nama lengkapnya bisa bikin ngos-ngosan.
“AIGIS tuh bukan nama karakter anime,” kata si Riko, mahasiswa teknik lingkungan sambil melirik poster acara. “Itu singkatan dari Annual Indonesia Green Industry Summit. Tapi auranya mirip, kayak anime penuh harapan, perjuangan, dan teknologi.” Bedanya, ending AIGIS bukan duel antar cyborg, tapi pitching ide daur ulang plastik jadi bahan bangunan tahan gempa.
Kemenperin juga paham, generasi muda ini lebih cepat update soal skincare Korea daripada regulasi karbon. Maka dibikinlah program keren Startup4Industry. Jadi mahasiswa bukan cuma jago bikin es kopi di rumah, tapi juga bisa bikin startup pengolah limbah tahu jadi biogas, atau alat ukur emisi pake aplikasi yang nggak ngelag.
“Kalau industri zaman sekarang masih buang limbah sembarangan, itu kayak anak kos buang sampah dari lantai 3, terus pura-pura nggak tahu,” kata Pak Andi dari BSKJI sambil nyengir. Makanya, teknologi kayak IoT, AI, dan big data digiring masuk ke pabrik. Biar mesin pabrik nggak cuma panas, tapi juga peka. Kalau terlalu banyak polusi, alarmnya bunyi, bukan malah update status “Feeling cute, might pollute later.”
Puncaknya, diadakan Youth Green Forum, mahasiswa dari kampus-kampus tadi diadu ide, bukan adu jotos rebutan colokan. Yang menang? Ada dari UI, Unpad, Binus, Trisakti, sampai STTT Bandung. Bahkan ada siswa SMA N Bali Mandara yang idenya dikira mahasiswa S2. Katanya, “Saya cuma bantu sapi tetangga, kok.” Ternyata sapinya jadi model biogas nasional.
Toyota pun nimbrung, mereka bikin Capability Center buat latih SDM biar ngerti otomotif dan oksigen. “Kita nggak bisa terus-terusan ngandelin mesin doang. SDM-nya harus siap, bro,” kata Pak Bob dari TMMIN. Ya, masa mobil listriknya canggih, tapi yang bawa masih buang sampah plastik dari jendela? Kan zonk.
Yang keren, desa-desa juga nggak dilupain. Kemenperin bantu IKM lokal, kasih pelatihan, bahkan ngubah Unit Daerah jadi BLU. Bukan “Bapak Lagi Urusan”, tapi Badan Layanan Umum yang tanggap. Jadi kalau ada pabrik tempe di pelosok butuh alat daur ulang kedelai, tinggal colok WA. Nggak perlu nunggu sinyal dari menara BTS kampung sebelah.
Kata pepatah “Bersihkanlah lingkunganmu, sebelum hatimu”. Ya walau kedengeran kayak caption Instagram galau, tapi konteksnya cocok. AIGIS ini bukan cuma acara, tapi semacam deklarasi nasional masa depan hijau itu bukan mimpi, asal kita nggak terus-terusan hidup kayak kantong plastik sekali pakai, selamanya di bumi. Mahasiswa, siap jadi Menteri Industri Hijau? Minimal, mulai dari jaga kebersihan kosan dulu, bro.
Kalau kampus, pabrik, dan mahasiswa udah satu frekuensi, siapa tahu nanti Indonesia bisa ekspor oksigen kayak Norwegia ekspor ikan.[***]