PENGRAJIN tas Noken di Sanggar Ae Wamuta Jaya, Kelurahan Kamoro Jaya, Distrik Wania Kabupaten Mimika, Emiliana Mutaweyau, mengatakan Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua telah menambah penjualan.
“Cukup banyak memang yang membeli tas noken di tempat ini,” kata Emiliana kepada Infopublik di Sentra Perumahan (SP) 1 Kelurahan Kamoro Jaya, Minggu (10/10/2021).
Emiliana menuturkan, harga satu tas noken rata- rata sekitar Rp300.000. “Lebih dari satu tas yang terjual per hari sejak adanya PON Papua,” katanya.
Selain itu, Emiliana mengharapkan bantuan modal dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika.
“Selama ini masih baru pelatihan atau bimbingan untuk pembuatan noken, sedangkan untuk modal dari kami ,” ujarnya.
Dia menyebutkan untuk bahan baku noken dibeli di pasar Mimika.
Sedangkan penggiat budaya di Mimika, Nikolaus, mengharapkan agar Pemkab Mimika lebih memperhatikan permodalan untuk para pengrajin tas noken.
“Sudah ada bantuan pelatihan untuk pengrajin tas noken, dan ke depan mudah-mudahan juga ada bantuan permodalan,” tuturnya.
Dalam pantauan infopublik, terdapat sejumlah pengrajin yang membuat tas di Sanggar Ae Wamuta Jaya membuat tas noken.
Sanggar tersebut memiliki lokasi yang strategis karena tepat berada di jalan raya.
Sekedar catatan, dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), keberadaan Noken di tanah Papua sudah ada cukup lama.
Ada sekitar 250 suku di Papua yang mengenal dan mengenakan Noken dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan Noken sudah menjadi kebudayaan yang dikerjakan secara turun temurun hingga sekarang.
Sejak dahulu Noken digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari. Di mana fungsi sehari-harinya untuk membawa hasil kebun, hasil laut, kayu, bayi, hewan kecil, belanjaan, uang, sirih, atau makanan.
Noken juga dapat dipakai sebagai tutup kepala atau badan.
Sejarah panjang noken mendorong tumbuhnya hubungan antara noken dan pandangan hidup orang Papua, seperti sikap kemandirian orang.
Noken dibuat dari bahan-bahan alam. Jenis pohon yang dipakai untuk membuat noken, yakni serat pohon Yonggoli dan pohon Huisa.
Kedua pohon tersebut tumbuh liar di hutan Papua. Serat-serat tersebut kemudian dianyam atau dirajut.
Bagi masyarakat Papua, noken mengandung banyak nilai filosofis. Noken tidak hanya sekedar tas untuk membawa barang, tapi juga banyak nilai-nilai yang diajarkan nenek moyang Papua kepada generasi sekarang.
Noken dibuat secara khusus oleh wanita Papua. Bahkan mama-mama mengajarkan kepada anak-anak perempuan membuat noken hingga bisa membuat sendiri.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangaa urusan Pendidikan, Sains, dan Budaya (UNESCO) menetapakan noken sebagai warisan budaya dunia tak benda. Penetapan tersebut dilakukan di Kota Paris, Prancis, pada 4 Desember 2012.
Noken digolongkan dalam kategori ‘in Need of Urgent Safeguarding’ atau warisan budaya yang membutuhkan perlindungan mendesak.
Noken masuk dalam ranah tradisi dan ekspresi lisan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, dan kemahiran kerajinan tradisional.InfoPublik (***)