Industri Kreatif & UKM

Jogja, Angkringan Ide yang Nggak Pernah Sepi

ist

Sumselterkini.colid, –  Balai Pengelolaan Kekayaan Intelektual di Yogyakarta mendadak terasa kayak warung kopi yang di-upgrade jadi TEDx. Ada yang pakai batik, ada yang pakai hoodie tulisannya “Patah Hati Tapi Produktif”. Semua ngumpul karena ada satu acara keren Bincang Kreatif Bersama Pegiat Ekonomi Kreatif akhir pekan lalu.

Datanglah dia Irene Umar, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif. Gayanya santai, tapi omongannya tajam kayak cutter baru beli di fotokopian. Belum lima menit berdiri, langsung ceplas-ceplos. “Ekonomi kreatif itu kayak nasi kucing. Kecil, tapi kalau banyak, bikin kenyang satu kota!”.

Tawa pun pecah. Bahkan Hanung Bramantyo, yang duduk di barisan depan, sempat nyeletuk, “Kalau begitu saya mau jadi lauknya, Bu.”

Irene lanjut ngasih wejangan. Katanya, pegiat ekonomi kreatif itu aset negara. Ibarat sepeda ontel tua di kampung, kalau dirawat bisa dipakai ngebut keliling dunia.

“Mereka itu mesin baru ekonomi kita. Tapi jangan disuruh kerja sendiri kayak Superhero nyasar. Harus dibangun ekosistemnya. Dikasih panggung, kolaborasi, dan… wifi gratis,” katanya, sambil ketawa.

Terus beliau bahas soal program Ekraf Hunt. Nah, ini lucu.“Bayangin Tinder, tapi buat ide. Jadi pelaku ekraf bisa swipe investor, dinas bisa swipe komunitas, dan semua cocok-cocokan tanpa takut ghosting,” ujar Irene, disambut tawa dan tepuk tangan dari peserta yang udah pernah ditolak proposalnya lima kali.

Yuke Sri Rahayu, Deputi Bidang Kreativitas Budaya dan Desain, ikut nimbrung. Gayanya kayak ibu-ibu yang biasa menang lomba tumpeng di RW tapi paham AI dan desain UI/UX..

“Ekosistem kreatif itu kayak sayur asem. Harus lengkap. Jangan cuma ada melinjo, tapi enggak ada kuah. Semua pihak kudu campur pelaku, komunitas, pemerintah, bahkan tukang parkir pun jangan dilupakan!”

Dari belakang, seorang pemuda pengrajin boneka kayu nyeletuk, “Kalau saya belum punya modal, bu, saya bisa masuk di mana?”

Dadam Mahdar dari Kemenekraf nyaut santai, “Masuknya dari niat dulu, Mas. Modal belakangan, yang penting ide jangan nyangkut di folder laptop selamanya.”

Lalu tampil Imam Pratanadi, Kepala Dinas Pariwisata DIY. Bapak satu ini kalau ngomong tenang, tapi ngena. Mirip dalang yang baru nyeruput teh panas.

“Yogyakarta ini bukan cuma kota pelajar. Ini kota orang-orang nekat. Yang jual lukisan di trotoar, yang bikin film pakai HP, yang jual komik digital di Shopee. Tapi tantangannya ya itu: semua keren, tapi belum semua punya panggung.”

Betul juga sih. Jogja ini udah kayak Barcelona-nya budaya, tinggal dikasih papan skor dan peluit buat kompetisi kreatif yang sehat. Lagian, kalau Seoul bisa sukses dengan K-Culture, kenapa Jogja enggak bisa punya J-Craft Movement?

Sesi terakhir ditutup dengan gaya talkshow campur stand up. Hanung Bramantyo dan komikus Apri Kusbiantoro ikut nimbrung ngobrol.

Hanung nyeletuk, “Dulu saya bikin film pendek pakai handycam. Sekarang anak-anak muda udah pakai AI buat bikin naskah. Canggih bener. Tapi kalau ekosistemnya nggak siap, ya tetap ending-nya jadi Reels aja.”.

Apri ikut menimpali, “Komik saya sering viral, tapi kalau mau cetak fisik masih bingung cari percetakan yang ngerti layout komik digital. Jadi saya biasanya bikin sendiri, nyetak di toko fotokopi depan kos.”.

Ekonomi kreatif itu ibarat tukang cukur di kampung kalau cuma punya gunting, dia cuma bisa potong. Tapi kalau dikasih cermin, lampu neon, sama kursi putar, bisa jadi barbershop hits di TikTok.

Yogyakarta udah punya semua bahan seniman, pembuat game, pembatik NFT, tukang joget wayang, dan penjual merchandise film indie. Tinggal dikasih bumbu kolaborasi, data, tempat showcase, dan sedikit humor biar enggak tegang.

Kalau pemerintah terus nambahin bensin buat motor kreatif ini, bukan mustahil Jogja jadi kota kreatif kelas dunia. Minimal bisa saingan sama Bandung, maksimal bisa bikin Tokyo ngintip strategi kita.

Jadi, mari kita dorong ekraf naik level. Biar nanti Indonesia punya lebih banyak pengusaha kreatif yang sukses tanpa harus jual ginjal buat beli kamera.

Kalau cocok, tulisan ini bisa jadi seri liputan “Ngopi Kreatif” tiap kota. Mau kita lanjutin ke kota lain? Atau mau dibikin versi PDF buat bahan presentasi?.[***]

Terpopuler

To Top