PEMERINTAH telah menyiapkan era normal yang baru atau new normal menghadapi pandemi virus Corona (COVID-19).
Beragam panduan sudah diterbitkan pemerintah terkait hal tersebut, salah satunya panduan kepada para pelaku usaha termasuk UMKM yang membuka lagi bisnisnya dalam situasi new normal nanti.
Panduan New Normal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Lantas, seberapa jauh kesiapan para pelaku UMKM dalam menerapkan panduan-panduan tersebut?
Menurut Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun, pihaknya tentu menyambut baik kebijakan tersebut.
Sebab dianggap sebagai bentuk dukungan untuk menggerakkan kembali perekonomian dalam negeri.
“Kita menyambut baik kebijakan tersebut. Intinya adalah ekonomi jalan, kesehatan juga harus tetap diperhatikan,” kata Ikhsan Kamis (28/5/2020).
Soal kesiapannya sendiri, Ikhsan mengaku tak semua UMKM bisa menjalankan panduan kesehatan yang sudah ditetapkan.
Mengingat tak semua bidang usaha memiliki pola kerja dan kemampuan keuangan yang sebanding, terutama bagi usaha mikro dan kecil. “Bisnis-bisnis usaha menengah bisa, tapi kalau untuk kebijakan-kebijakan yang menambah biaya lebih untuk menerapkan itu mungkin agak sulit dijalankan, misalnya ritel modern itu tentu bisa, kalau untuk pedagang pasar sulit ya,” paparnya.
Meski demikian, untuk aturan dasar terkait menjaga kebersihan diri sendiri dan mencegah penularan sangat mungkin dijalankan.
“Tapi untuk aturan lain yang terkait memakai masker, cuci tangan, social distancing itu yang paling penting yang wajib dijalankan,” katanya.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menyatakan masih banyak UMKM yang tertinggal.
Bahkan, di era digital saat ini. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan jumlah populasi UMKM di Indonesia sekitar 64 juta. Sehingga pemerintah tidak dapat bekerja sendiri.
“Saat ini 87% UMKM kita masih tertinggal dalam digital (online),” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Untuk mengatasi masalah UMKM dalam menghadapi new normal menurut saya, solusi bagi para UMKM terletak pada satu kata, yaitu integrasi.
Pertama, UMKM perlu memiliki manajemen stock produk yang terintegrasi dengan pembelian dan penjualan, sehingga mampu memantau persediaan barang dengan cepat dan tepat.
Kedua, UMKM perlu mengintegrasikan pengiriman barang dagangannya, baik itu dalam kota, antar kota, sampai antar negara.
Ketiga, UMKM dapat terintegrasi dengan sistem komunikasi yang cepat kepada pelanggan, sekipun tidak dapat bertatap muka langsung dengan pelanggan. UMKM dapat menggunakan Whatsapp, Line, dan sebagainya.
Yang terakhir, UMKM perlu mengintegrasikan sistem pembayaran mereka dengan sistem transfer bank, e-wallet (Dana, Ovo, dsb), dan juga cash on delivery (COD).
Integrasi diatas dapat bisa langsung digunakan oleh UMKM apabila bergabung dengan marketplace, seperti bukalapak, tokopedia, shopee, dll.
Pada marketplace tersebut, para UMKM dapat melakukan pengintegrasian yang disebutkan di atas.
UMKM dapat mencatat stock barang yang akan otomatis berkurang jika terjadi penjualan dan mencatat secara otomatis jumlah penjualan atas tiap produk yang ditawarkan.[***]
Penulis : Budina Sofiyan Owner Kripikbosku