BICARA soal korupsi, rasanya kita ini gak kekurangan bahan, dari ujung Sungai Musi sampai batas Sungai Lilin, dari Palembang sampai Muba, cerita tentang jabatan dan godaan itu seperti sinetron 150 episode, gak abis-abisnya.
Makanya ketika KPK datang ke Palembang dalam Rakor Penguatan Sinergi dan Kolaborasi Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah Wilayah Sumsel kemarin, suasananya langsung berubah kayak guru BP manggil siswa yang nilainya merah semua.
Beda nya memang cuma satu, yakni guru BP ini berpakaian KPK, ngomongnya lembut… tapi “mengiris” halus.
Di tengah acara itu, Pimpinan KPK RI Dr. Johanis Tanak ngasih satu wejangan klasik
“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” alias “Bahaso kampongnyo tu “Kekuasaan tu memang menggoda nian, kalo dak kuat imannyo, cepat rusak jadinyo”.
Tapi persoalannya, apakah… ceramah lembut model begini, nancep gak di hati para pejabat?. atau “Liwat bae cak angin lewat lubang jendelo kantor?”
KPK gak marah-marah, juga gak banting meja, gak pula ngomel bak debt collector nunggu cicilan motor. Omongannya halus, rapi, dan mengalir. Tapi isinya, ya ampuuun…dech lebih pedes dari sambal terasi ibu -ibu jualan di Kantin Sekolah.
Mereka ngingetin bahaya godaan jabatan, misalnya janji politik balas budi, konflik kepentingan, penempatan kroni, suap perizinan, penggunaan APBD buat kepentingan pribadi dan campur tangan keluarga yang “terlalu ikut campur”.
Kalau didengar baik-baik, list ini bukan sekadar daftar. Ini kayak daftar dosa standar pejabat pemula. Yang sudah pengalaman? Biasanya daftar nya malah tambah panjang.
KPK pun menambahkan bahwa daerah, seperti Sumsel punya potensi besar, seperti SDA bejibun, wilayah luas, SDM cukup, duit ngalir. Kalau gak dijaga? Bisa berubah dari potensi emas jadi potensi masuk penjara.
Lembut nian bahasanyo, tapi pesannyo? “Hati-hati, Kami ngeliat semua”
Dalam budaya “wong kito”, ada istilah. “Tidak perlu terlihat hebat atau berkuasa, yang paling penting itu mampu mengendalikan diri”
Artinya sehebat apapun jabatanmu, yang paling penting itu kemampuan nahan diri dari hal-hal yang bikin rusak hidup.
KPK datang bukan buat nakut-nakuti. Mereka datang buat ngingetin pemimpin yang baik itu bukan yang banyak fasilitasnya, tapi yang banyak integritasnya”.
Tapi pertanyaannya,..apakah kalimat bijak ini ditulisi di hati, atau cuma masuk kuping kiri keluar kuping kanan macam angin Ogan?”
Ada satu yang penting patut jadi bahan renungan, biasanya pejabat kita paling hebat, kalau urusan senyum di kamera dan satu hal lagi yang harus kita akui bersama pejabat kita ini paling cepat merespons undangan rakor, rapat, ceremonial, dan sesi foto. Soal integritas? kadang tergantung mood.
Untuk itu datang… KPK nyuruh perbaiki sistem, transparan pengadaan barang, sederhanakan perizinan, hilangkan konflik kepentingan, kuatkan pengawasan dan hapus intervensi keluarga
Tapi pejabat-pejabat ini mungkin mikir. “Hmm… nambah kerjaan nian ini”.
Padahal, kalau nggak dibenerkan, yang nambah bukan kerjaan tapi masalah.
Muba ikut angguk-angguk, tanda setuju atau kurang tidur?, Bupatinya Muba HM Toha Tohet juga hadir, beliau bilang Pemkab Muba siap memperkuat MCP, memperbaiki tata kelola, mempercepat pelayanan publik, dan mempersempit ruang korupsi.
Kita apresiasi. Tapi sebagai rakyat, kita juga punya pertanyaan kecil. “Angguk-angguk itu tanda setuju atau ngantuk kena hembusan angin AC yang dingin?”.
Tentu kita berharap itu tanda setuju, karena daerah sebesar Muba itu, bukan cuma butuh pembangunan fisik, tapi pembangunan mental birokrasi.
Inilah inti persoalannya, KPK ngomong lembut memang bagus. Tapi apakah lembut itu cukup membuat orang sadar?
Pepatah bilang “Kayu keras pun akan patah kalau terus-menerus dipukul”
Tapi kalau dipukul lembut pakai bulu ayam?
Ya… paling cuma geli.
Apakah pejabat kita sudah cukup “tipis kulit” untuk nancep pesan lembut itu?
Atau kulitnya tebal macam papan triplek 18 mm?
Kita nggak tau.
Tapi kita boleh berharap.
Tergantung individu
Nah, wejangan KPK ini ibaratnya WiFi gratis di kantor, berfungsi, tapi apakah digunakan dengan baik? tergantung individunya.
Ada pejabat mungkin langsung paham. “Wah, ini warning, aku harus bersih”.
Ada juga pejabat mungkin yang cuma mikir. “Hmm… sehabis rakor makan siang apo?”.
Oleh sebab itu, lembut itu belum tentu gagal.
Tapi lembut harus dibarengi dengan pengawasan keras.
Karena dalam praktik pemerintahan “Integritas tanpa pengawasan itu kayak kaca depan motor tanpa helm, rentan pecah sewaktu-waktu”
Jadi jawaban dari judul Ceramah KPK. “Lembut itu bisa nancep, tapi juga bisa lewat ‘bae’?.
Nancap ke pemimpin yang hatinya lembut, niatnya lurus, pikirannya jernih dan sadar bahwa jabatan itu sementara
“Lewat bae” bagi pemimpin yang orientasinya proyek, hobinya nepotisme, alergi transparansi dan merasa jabatan itu tiket bebas hambatan.
Pada akhirnya, ceramah KPK itu bukan soal suaranya lembut atau keras.
Tapi soal siapa yang mendengarkan.
Dari KPK sendiri sudah nyentil, tinggal gimana, kita nunggu siapa yang betul-betul berubah!. Kalau “wong kito” bilang itu
“La dijelaske samo dienjuk nasehat, tapi dak jugo berubah, itu bukan lagi dak paham, tapi la gelep mato nian”.
Sumsel, termasuk Muba, memang punya potensi emas.
Tapi emas itu cuma bersinar kalau dicuci, dirawat, dan dijaga.
Pemerintahan juga begitu.
Kita berharap ceramah lembut KPK kemarin bukan cuma jadi angin lewat, tapi jadi titik balik integritas pemerintahan di Sumsel.
Kalau tidak?
Ya… tinggal nunggu berita OTT muncul lagi di beranda HP.“Dan kito galo la paham, jadi bukan lagi salah anginnyo, tapi yang salah itu yang dak galak dengar kupingnyo, la bengel nian.”[***]