JEMAAH haji Indonesia itu ibarat rombongan arisan ibu-ibu komplek, dan Arab Saudi adalah rumah mbak Hajjah yang tiap tahun kebanjiran tamu.
Seperti biasa, tamu kalau udah kebanyakan, tuan rumah bisa bingung mau dikasih makan apa, nginap di mana, dan siapa yang bakal nyuci taplak meja setelahnya. Nah, wacana “Kampung Haji Indonesia” di Arab Saudi ini muncul bak semangkuk es kelapa di tengah padang pasir, sejuk, segar, dan sangat diperlukan.
Presiden Prabowo Subianto yang baru saja mendarat dengan misi negara, langsung sowan ke Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Yang dibahas? Bukan soal jual beli unta atau tukar-menukar jubah, tapi urusan yang sangat penting pendidikan, ekonomi, dan… kampung haji! Betul, kampung, bukan kos-kosan, bukan vila. Tapi kampung. Sebuah ide segar yang bikin kita berpikir, “Oalah, kenapa baru sekarang ya?”
Menurut Menteri Agama Nasaruddin Umar (yang setia mendampingi Presiden kayak sambel mendampingi gorengan), ide Kampung Haji ini langsung disambut hangat oleh Pangeran MBS.
Bahkan beliau mendukung penuh, mungkin sambil berkata dalam hati, “Bagus juga, biar jemaah Indonesia gak keluyuran nyari Indomie tengah malam”.
Coba bayangkan, di tengah gurun nan panas, berdirilah Kampung Haji Indonesia. Ada warung pecel lele, mushola dengan pengajian pakai pengeras suara, hingga posko tempat jemaah bisa nitip sandal biar gak ketukar.
Sebuah oase budaya Nusantara, lengkap dengan spanduk bertuliskan “Selamat Datang, Jamaah Haji dari Blora” dan bunyi rebana dari speaker TOA tiap sore.
Bukan cuma lucu-lucuan, lho, Kampung Haji ini bisa jadi solusi logistik dan layanan yang sudah lama dirindukan jemaah kita.
Tak perlu lagi rebutan kamar mandi hotel, tak bingung lagi cari nasi padang di Mekkah, dan tak tersesat lagi karena semua sudah terorganisir dalam satu kampung.
Pepatah lama bilang, “Di mana bumi dipijak, di situ sambal terasi dijunjung”. Artinya? Di Arab Saudi pun, kita bisa tetap bernafas dengan irama Nusantara.
Secara ekonomi, ini juga bisa jadi investasi jangka panjang. Bayangkan, Indonesia bisa punya properti strategis di tanah suci. Ibarat punya warung kopi di pinggir stadion pas final Liga Champions. Rezekinya ngalir deras, pahala pun berpotensi bertumpuk.
Kita layak memberi apresiasi pada upaya Presiden Prabowo dan jajaran menterinya, mereka tidak hanya memikirkan jemaah saat berangkat, tapi juga saat mereka kehausan, kecapekan, dan kangen sambal terasi di Tanah Suci. Sebuah empati tingkat dewa yang kadang absen dalam birokrasi kita yang sibuk debat ukuran baliho.
Yang penting sekarang jangan hanya jadi wacana, jangan sampai Kampung Haji Indonesia ini jadi seperti sinetron Ramadan heboh di awal, ngilang di episode 5.
Harus ada langkah konkret, perencanaan matang, dan yang paling penting koordinasi, jangan sampai nanti rumahnya berdiri, tapi isinya kosong seperti janji politisi menjelang pilkada.
Membangun Kampung Haji di Arab Saudi adalah langkah cerdas, ibarat menanam pohon pisang di tanah subur. Sekali tanam, buahnya bisa dimakan ramai-ramai. Tinggal pastikan batangnya gak rubuh kena angin kebijakan yang plin-plan.
Semoga kampung ini jadi bukan sekadar tempat berteduh, tapi juga lambang betapa seriusnya Indonesia mengurus warganya bahkan ketika mereka sedang menunaikan rukun Islam kelima. Dan mudah-mudahan, kelak akan ada plang besar bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Haji Indonesia, Rumah Kedua di Negeri Unta”.[***]
