Sumselterkini.co.id, Washington D.C. –Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) Ke empat diselenggarakan pada 12-13 Oktober 2022, bersamaan dengan Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Grup Bank Dunia (World Bank Group) 2022.
Dalam pertemuan terakhir di bawah Kepresidenan G20 Indonesia ini, para Menteri dan Gubernur Bank Sentral G20 menegaskan kembali komitmen mereka untuk memecahkan tantangan ekonomi global yang meningkat dan berfokus pada hasil nyata. Presidensi G20 Indonesia terus berupaya untuk menjaga semangat dan efektivitas G20. Pada pertemuan penutup Jalur Keuangan, Presidensi G20 Indonesia telah menghasilkan aksi konkret dan berdampak yang dituangkan dalam simpulan FMCBG G20.
Pertemuan FMCBG G20 pada Oktober ini dihadiri secara langsung oleh sejumlah pimpinan yang tercatat sejak pandemi, di mana 66 pimpinan hadir secara langsung, dan hanya 4 orang yang hadir secara virtual. Secara keseluruhan, pertemuan tersebut dihadiri oleh 371 delegasi, di mana 304 orang hadir secara langsung dan 67 orang hadir secara virtual. Selain itu, Presidensi G20 Indonesia kembali mengundang Menteri Keuangan Ukraina pada pertemuan ini, menandakannya sebagai undangan ke-3 yang dilaksanakan selama masa presidensi. Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) membahas enam agenda, yaitu: 1) Ekonomi Global; 2) Arsitektur Keuangan Internasional; 3) Peraturan Sektor Keuangan; 4) Investasi Infrastruktur; 5) Keuangan Berkelanjutan; dan 6) Perpajakan Berkelanjutan. Dalam pertemuan ke-4 ini, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20, Menteri Sri Mulyani Indrawati, dan Gubernur Perry Warjiyo memimpin sidang bersama-sama.
Dalam kata sambutannya, Sri Mulyani menyampaikan bahwa selama masa presidensi, Indonesia telah bersungguh-sungguh untuk mengupayakan diskusi G20 berjalan lancar dan menyampaikan apresiasi yang tinggi atas dukungan kuat dari semua anggota.
Sri Mulyani menyatakan, “Kita harus terus melangkah ke depan – kita perlu menghasilkan aksi konkret dengan menunjukkan semangat kerja sama, kolaborasi, dan konsensus. Secara historis, G20 telah mencatatkan kemampuan kita untuk melalui ini semua.” Perry Warjiyo juga menyampaikan apresiasi kepada anggota dan menyatakan bahwa, “Sejak awal presidensi, G20 telah bekerja sama untuk memajukan isu-isu global yang bersifat kritis serta mampu memberikan solusi konkret dan kolektif untuk mendorong pemulihan.”
Perekonomian global mengalami berbagai guncangan dan tantangan. Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan persisten, kondisi keuangan yang semakin ketat, perang Rusia melawan Ukraina, pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, dan ketidaksesuaian penawaran-permintaan semakin memperlambat prospek ekonomi global. Meningkatnya kekhawatiran tentang harga pangan dan energi mengakibatkan tekanan biaya hidup di banyak negara, yang ikut serta menambah tekanan inflasi. Selain itu, cuaca ekstrem akibat perubahan iklim menimbulkan risiko penurunan terhadap prospek ekonomi global, dan kenaikan harga energi juga menghambat jalan menuju transisi hijau. Tantangan global yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya kerentanan utang dan menghambat jalan menuju pemulihan, yang selanjutnya berdampak pada kelompok rentan, terutama negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Dalam situasi ekonomi ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral telah berkumpul kembali untuk keempat kalinya tahun ini di Washington D.C., untuk mengambil tindakan nyata guna mengatasi tantangan ekonomi global.
Selain itu, peristiwa cuaca ekstrem akibat perubahan iklim menimbulkan risiko penurunan prospek ekonomi global, dan kenaikan harga energi juga menghambat jalan menuju transisi hijau. Tantangan global yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya kerentanan utang dan menghambat jalan menuju pemulihan, yang selanjutnya berdampak pada kelompok masyarakat rentan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Dalam situasi ekonomi ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral telah berkumpul kembali untuk keempat kalinya tahun ini di Washington D.C., untuk mengambil tindakan nyata guna mengatasi tantangan ekonomi global.
Sejalan dengan tantangan ekonomi global saat ini, anggota G20 menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan berkelanjutan dan untuk mengurangi efek luka pandemi untuk mendukung pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Seiring dengan tantangan yang semakin meningkat, G20 menekankan pentingnya menjaga respon kebijakan fiskal yang mampu bergerak cepat dan fleksibel, serta langkah-langkah pengendalian yang bersifat sementara dan tepat sasaran untuk menghindari tekanan inflasi yang tinggi. Dalam hal ini, G20 menegaskan kembali pentingnya kerja sama kebijakan makro untuk menjaga stabilitas keuangan, dan kebijakan fiskal jangka panjang yang berkelanjutan, serta melindungi risiko penurunan dan dampak negative efek spillover. G20 juga menegaskan kembali pentingnya kebijakan makroprudensial, kemajuan Agenda Pembangunan Berkelanjutan, dan transisi berkelanjutan. Untuk mencapai stabilitas harga dan menghindari spillover, G20 juga berkomitmen untuk mengkalibrasi laju pengetatan kebijakan moneter secara tepat.
Sehubungan dengan meningkatnya risiko kerawanan pangan dan energi, G20 berkomitmen untuk mempertimbangkan semua alat yang diperlukan untuk mengatasi kerawanan pangan dan energi serta tekanan biaya hidup yang dialami di banyak negara. G20 menyoroti pentingnya kerja sama untuk memastikan respons global yang terkoordinasi untuk mengatasi kerawanan pangan. G20 akan terus mencatatkan kemajuannya melalui koordinasi strategis dengan Presidensi G20 India tahun depan.
Untuk mendukung dunia dalam menghadapi pandemi saat ini dan potensi pandemic di masa depan, G20 merevitalisasi arsitektur kesehatan global untuk meningkatkan tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mendukung pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon pandemi (PPR). Tahun ini, G20 mengukir sejarah melalui pengumpulan Financial Intermediary Fund (FIF) yang diselenggarakan oleh Bank Dunia untuk memastikan kecukupan dan keberlanjutan pembiayaan untuk pencegahan dan respon pandemi di masa depan. Total komitmen FIF dari donor penggagas adalah sebesar USD 1,4 miliar, dan anggota mendorong tambahan komitmen secara sukarela. G20 juga menyambut baik keanggotaan dan perwakilan inklusif PPR FIF dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga donor, di mana WHO memegang peran sentral.
Di tengah tantangan ekonomi dan geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya, G20 terus menyoroti pentingnya memperkuat arsitektur keuangan internasional. Terkait komitmen G20 untuk meningkatkan ketahanan keuangan global jangka panjang, G20 akan terus memantau risiko peningkatan volatilitas arus modal, spill over negatif, dan kondisi pasar tidak merata dengan adanya revisi Institutional View (IV) IMF mengenai Liberalization and Capital Flow Management dan BIS Macro-Financial Stability Framework, yang menuntut kemajuan leih lanjut dalam operasional Integrated Policy Framework dari IMF dan mempertahankan Jaring Pengaman Keuangan Global (GFSN) yang kuat. G20 terus mendukung alokasi penyaluran Special Drawing Right (SDR) untuk membantu golongan yang paling rentan serta meningkatkan kapasitas sumber daya Multilateral Development Banks melalui tinjauan Kerangka Kecukupan Modal, dan di saat yang sama memastikan penerapan Common Framework pada Debt Treatment di luar DSSI.
Pandemi
Selama pandemi, lembaga keuangan telah menerapkan berbagai kebijakan luar biasa untuk meningkatkan fungsinya sebagai intermediasi dalam mendukung perekonomian. Di saat dukungan kebijakan diperlukan untuk memitigasi dampak negative dari pandemi, penerapan dukungan kebijakan yang terlalu lama dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan. Saat pemulihan pandemi sedang berlangsung, G20 menantikan laporan akhir exit strategies dan mitigasi scarring effect pada sector keuangan, serta upaya untuk mengatasi kerentanan di Lembaga Keuangan Non-Bank (NBFI). Selain itu, G20 terus memperkuat sektor keuangan global melalui peningkatan pemantauan risiko dan melalui optimalisasi manfaat teknologi dan digitalisasi. Dalam konteks ini, G20 menyambut baik penilaian FSB mengenai pengawasan dan regulasi “stablecoin” global, serta aktivitas pasar asset kripto dan menerima panduan akhir oleh BIS CPMI dan IOSCO yang menegaskan bahwa Prinsip untuk Infrastruktur Pasar Keuangan berlaku dalam pentingnya pengaturan stablecoin yang sistemastis.
G20 juga berkomitmen untuk terus mengeksplor implikasi keuangan makro dari Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) karena hal ini dapat dirancang untuk memfasilitasi pembayaran lintas batas sambil menjaga stabilitas sistem moneter dan keuangan internasional. G20 juga menyambut baik keberhasilan penyelesaian Techsprint G20 2022, inisiatif Bersama antara Presidensi G20 Indonesia dengan BIS Innovation Hub, yang telah berkontribusi pada diskusi tentang solusi praktis dan layak untuk menerapkan CBDC. G20 telah mengumumkan pemenang untuk tiga kategori dan menghadiahkan Rp770.000.000 bagi setiap pemenang pada G20 Techsprint 2022 Award Ceremony dan Third CBDC Seminar yang diadakan secara back-to-back dengan acara 2022 Annual Meetings of the International Monetary Fund dan World Bank Group.
G20 terus berkomitmen untuk memajukan impletasi Peta Jalan G20 pada Pembayaran Lintas Batas Negara (CBP) untuk mencapai pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif karena hal ini akan memberikan manfaat yang luas bagi ekonomi di seluruh dunia. Dalam hal ini, G20 menyabut eksplorasi lanjutan tentang bagaimana CBDC berpoteni dirancang untuk memfasilitasi pembayaran lintas batas dan di saat yang sama menjaga stabilitas dan integritas sistem moneter dan keuangan internasional. Dalam konteks ini, G20 menyambut baik diskusi lanjutan tentang sistem pembayaran yang saling terkait dan opsi akses dan interoperabilitas CBDC untuk pembayaran lintas batas. Sebagai wujud implementasi regional dai Peta Jalan G20 pada Pembayaran Lintas Batas Negara, bank sentral pada ASEAN-5 akan menandatangani Perjanjian Umum pada Konektivitas Pembayaran di antara Bank Sentral ASEAN-5 di sela-sela KTT Leaders’ Summit pada November 2022 mendatang.
Guna mendukung proses pemulihan ekonomi dunia yang kuat dan berkelanjutan, negara-negara G20 telah berdiskusi untuk pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, mudah diakses dan infrastruktur yang terjangkau. Para anggota mendukung secara sukarela dan tidak terikat G20/Global Infrastructure (GI) Hub Framework tentang cara terbaik dalam menjangkau partisipasi pihak swasta guna meningkatkan investasi infrasturktur yang berkelanjutan, yang mana akan mempertimbangkan situasi negara, serta akan menambahkan investasi dari sumber lain, termasuk investasi publik dan keuangan yang disediakan oleh Multilateral Develoment Banks (MDBs). Selebihnya, dalam mendukung infrastruktur G20 menyokong kebijakan perangkat G20-OECD dalam memobilisasi pendanaan dan keuangan untuk investasi infrasturktur yang inklusif dan berkualitas di berbagai daerah dan kota. Untuk mendukung infrastruktur yang transformatif, G20 juga mendukung InfraTracker 2.0 dan Ringkasan Studi Kasus G20 dalam Infrastruktur Keuangan Digital: Masalah, Praktik dan Inovasi. Anggota G20 juga mendorong kualitas investasi infrastruktur dengan mendiskusikan pembangunan Quality Infrastructure Investment (QII) Indicators. Sebagai tambahan, G20 juga mendiskusikan penataan masa depan infrastruktur global.
G20 menekankan pentingnya untuk kemajuan yang lebih lagi dalam agenda keuangan yang berkelanjutan dan mendukung transisi ekonomi hijau guna mencapai target bebas karbon. Dalam hal ini, G20 menitikberatkan peran penting dalam pencapaian agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan dan target Penjanjian Paris. Sebuah kemajuan dari peta jalan G20 untuk keuangan berkelanjutan yang dibangun di 2021, pada tahun ini Presidensi G20 Indonesia mendukung Laporan Ekonomi Berkelanjutan G20 yang mana mewujudkan 3 agenda utama: (i) pembangunan kerangka transisi keuangan yang menyadari aktivitas transisi iklim, termasuk transisi energi, dan meningkatkan kredibilitas komitmen institusi keuangan, (ii) memperbesar keuangan berkelanjutan dengan berfokus pada peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan, dan (iii) mendiskusikan pengungkit kebijakan yang menginsentifkan keuangan dan investasi serta mendukung transisi.
Negara-negara G20 mendukung hasil kerja yang dibawa Presidensi dan Kerjasama Global untuk Keuangan Inklusif dalam memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah, serta kelompok-kelompok rentan seperti perempuan dan anak muda. Dalam topik keuangan berkelanjutan, negara-negara G20 berdiskusi akan implementasi dari FSB Roadmap yang menunjukan resiko keuangan dari perubahan iklim yang mana menambah Peta Jalan Keuangan Berkelenjutan G20, dan menyambut implementasi atas peta jalan sejauh ini. Sebagai tambahan, negara-negara G20 mendukung inisiatif dalam mempersempit perbedaan data dan mendukung program kerja atas New Data Gap Initiatives guna memastikan ketersediaan akan data yang penting untuk mendukung pembuatan keputusan yang berdasarkan data. G20 meminta IMF, FSB dan IAG untuk mulai bekerja serta mendata perbedaan data dan laporan di baliknya yang berjalan selama setengah tahun berjalan di 2023, dengan catatan target yang ambisius dan penyampaian yang akan membutujkan penghitungan kapasitas nasional secara terhitung, utama, dan situasi negara yang baik guna menghindari tumpeng tindih dan duplikasi di tingkat internasional.
Melanjutkan komitmen untuk mendukung semua negara rentan untuk pulih bersama, pulih lebih kuat, G20 menyambut penyaluran sukarela Special Drawing Rights (SDR) sebesar USD 80,6 milyar dan menyambut kontribusi sukarela kepada IMF Resilience and Sustainability Trust (RST). Fasilitas RST diciptakan sebagai pilihan bagi anggota untuk secara sukarela mengalokasi bagian mereka dalam Special Drawing Rights (SDR) yang telah dibagikan untuk mendukung negara rentan dalam mengatasi permasalahan struktural jangka panjang yang memiliki risiko ekonomi makro, termasuk yang berasal dari pandemi dan perubahan iklim. Selanjutnya, G20 sepakat untuk memperkuat Global Financial Safety Net dan mendorong Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks/MDB) untuk memperkuat pembiayaan pembangunan guna mendukung pemulihan ekonomi. Dalam hal ini, G20 menyambut pembahasan awal dan mendorong MBD untuk melanjutkan pembahasan terkait opsi untuk menerapkan rekomendasi Kajian Independen tentang Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Framework/CAF) dari MDB dalam kerangka tata kelola mereka, dan menantikan laporan perkembangan di Musim Semi 2023. Untuk mengatasi kerentanan utang, khususnya pada negara berpendapatan rendah, G20 mendorong perkembangan lebih lanjut dari implementasi Common Framework for Debt Treatment di luar DSSI dalam cara yang terprediksi, tepat waktu, teratur, dan terkoordinasi, dan menyambut kemajuan yang tercapai, termasuk penyediaan penjaminan pembiayaan untuk Zambia serta menyambut perkembangan dari komite kreditur sejauh ini dan mendorong penyelesaian yang tepat waktu untuk penanganan utang bagi Chad dan Ethiopia.
Presidensi mengucapkan terima kasih kepada para anggota atas komitmen yang tengah berjalan untuk mengimplementasi kesepakatan bersejarah terkait paket pajak internasional dua pilar G20/OECD. Para anggota mendukung pekerjaan yang tengah berlangsung pada Pilar Satu dan menyambut penyelesaian dari Global Anti-Base Erosion (GloBE) Model Rules pada Pilar Dua, yang membuka jalan bagi implementasi yang konsisten pada level dunia sebagai pendekatan umum, dan menantikan penyelesaian Kerangka Implementasi GloBE. Para anggota menyerukan OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) untuk merampungkan Pilar Satu, dan dengan menandatangani Konvensi Multilateral pada paruh pertama 2023, dan untuk menyelesaikan negosiasi Aturan Subjek Pajak (Subject to Tax Rule/STTR) dalam Pilar Dua yang akan memungkinkan pembangunan Instrumen Multilateral untuk implementasinya. Para anggota juga menegaskan tujuan G20 untuk memperkuat agenda pajak dan pembangunan sehubungan dengan G20 Ministerial Symposium on Tax and Development pada Juli 2022, dan memperhatikan G20/OECD Roadmap on Developing Countries and International Tax. Para anggota mendukung perkembangan yang dicapai dalam mengimplementasikan standar transparansi pajak yang disetujui secara internasional, termasuk upaya regional dan menyambut penandatanganan Deklarasi Bali terkait Asia Intitiative.
Presidensi G20 Indonesia kembali menegaskan bahwa G20 telah terbukti menjadi forum utama untuk kerja sama internasional yang terus berhasil mengatasi krisis yang ada dan melanjutkan usaha untuk mengantisipasi krisis lebih lanjut. Pada pertemuan Jalur Keuangan terakhir di 2022, Presidensi G20 Indonesia telah mempertahankan integritas G20 dengan menghasilkan tindakan nyata dalam mendukung ekonomi dunia untuk dapat pulih bersama dan pulih lebih kuat (Recover Together, Recover Stronger).[***]