Ekonomi

Jaga Stabilitas Harga, Ketersediaan Pangan Lokal Sebagai Upaya Atasi Krisis

SEDIA payung sebelum hujan. Hal ini untuk menyikapi kemungkinan terjadinya krisis pangan dunia, Presiden Joko Widodo meminta jajaran pemerintahan bisa meningkatkan produksi pangan dalam waktu dekat ini. Ketersediaan bahan pangan lokal dapat mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan stok yang cukup bisa menjaga harganya stabil serta terjangkau masyarakat.

Pesan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam pengantarnya di depan sidang paripurna Kabinet Indonesia Maju di Kantor Kepresidenan, Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Senin (20/6/2022). Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi menekankan bahwa Indonesia punya peluang untuk memacu produksi pangan dengan tanaman-tanaman pangan semusim.

‘’Misalnya, tanam jagung yang hanya tiga bulan sampai 100 hari, tanam padi juga hanya butuh empat bulan, menanam kedelai untuk mengurangi impor kita juga butuh waktu tiga bulan sampai 100 hari. Selain lahan luas, petani juga banyak sekali. Termasuk yang di laut juga sama, potensinya sangat besar,” ungkap Presiden.

Potensi lahan di Indonesia masih luas. Lahan-lahan yang telah mendapatkan hak guna usaha (HGU), kata Presiden Jokowi, masih banyak yang telantar. Presiden Jokowi meminta, lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk peningkatan produksi pangan nasional.

Dalam situasi yang di ambang krisis itu, jika Indonesia bisa memproduksi bahan pangan dalam jangka pendek, katanya pula, negara tak hanya berdikari di bidang pangan, tapi juga memiliki potensi untuk ekspor. Ancaman menjadi peluang.

Situasi surplus beras di Indonesia, menurut Presiden Jokowi, juga telah diketahui dunia internasional. Ada pula yang mengajukan permintaan impor menyusul adanya gangguan rantai pasok akibat susutnya supply bahan pangan ke pasar dunia. “Beras, ada yang minta 100.000 per bulan, ada yang minta 2,5 juta ton untuk satu tahun. Saya kira ini akan berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa kita,” ujar Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menekankan, program cepat peningkatan produksi pangan itu bisa dilakukan oleh petani, korporasi, atau BUMN. Jenis tanaman yang diproduksi hendaknya dipastikan sesuai kondisi daerah masing-masing. Skema produksinya perlu dirancang seksama, dan dipastikan ada pihak yang menjadi penjamin (offtaker) untuk memastikan produksi akan terserap oleh pasar. Penjamin yang disebut oleh presiden itu, antara lain BUMN, seperti Perum Bulog atau PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).

‘’Jadi petani produksi dan yang membeli juga ada. Jangan sampai petaninya produksi banyak, Bulog tidak ambil, RNI tidak ambil. Ini mekanismenya harus cepat diputuskan dan kemarin kita sampaikan dengan Menteri BUMN segera siapa, produknya apa, pembiayaannya seperti apa,’’ kata Presiden Jokowi. Oleh karena itu, katanya, diperlukan orkestrasi yang baik di antara kementerian/lembaga (K/L), BUMN, swasta, daerah, petani, dan semua pihak terkait.

Beras Surplus

Dalam tiga tahun terakhir produksi beras nasional cenderung stabil, dan menurut Presiden Jokowi, di atas konsumsi alias surplus. Produksi beras pada 2021, menurut BPS, diperkirakan sebesar 31,7 juta ton, meningkat 351,7 ribu ton atau 1,12 persen dibandingkan produksi 2020 yang sebesar 31,3 juta ton. Adapun produksi beras 2020 mengalami kenaikan 0,08 persen dari 2019 yang mencatat angka 31,2 juta ton. Tiga tahun terakhir tak ada beras impor.

Kebutuhan beras nasional, menurut BPPS, diperkirakan 30,7 juta ton, dengan asumsi konsumsi per kapita adalah 114 kg per tahun. Ada surplus tipis. Surplus konsumsi itu biasanya menjadi cadangan untuk tahun berikutnya. Dengan tiga tahun beruntun surplus, maka stok beras yang terbawa masuk ke 2022 cukup besar. Maka, pasokan besar 2022 diperkirakan aman, apalagi produksi Januari – Apil (musim rendeng) mencatat kenaikan 7,7 persen dibanding panen rendeng 2021.

Saat mendampingi Presiden Jokowi meninjau Bendungan Sindangheula, di Serang, Banten, pada Jumat, 17 Juni 2022, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melaporkan bahwa hadirnya bendungan-bendungan baru telah meningkatkan indeks pertanaman (IP) ke level 147. Artinya, secara rata-rata tiap bidang sawah bisa dipapen 1,47 kali dalam setahun.

Jumlah bendungan memang terus bertambah dari jumlah 231 unit di 2014. Presiden Jokowi mematok target 61 bendungan baru, dan 29 unit telah selesai di akhir 2021. Ada 32 unit lain yang dikebut pengerjaannya agar rampung pada 2024. Bila seluruh bendungan itu selesai berikut jaringan irigasinya, Menteri Basuki optimistis bahwa IP-nya bisa meningkat sampai level 2 (rata-rata sawah panen dua kali setahun) dan produksinya beras nasional akan mencapai 40 juta ton/tahun.

Kementerian Pertanian telah mencoba membuat lompatan produksi dengan menerapkan IP400 (empat kali tanam padi dalam setahun) dengan padi umur kurang dari 100 hari, dan persemaian dilakukan paralel di petak terpisah. Namun, IP400 tak bisa dilakukan di banyak tempat. Selain memerlukan air irigasi yang tak terputus sepanjang tahun, perlu syarat ada traktor dalam jumlah besar serta rantai pasok sarana produksi yang prima. Pengembangannya terbatas.

Namun, seperti dikemukakan Presiden Jokowi, masih banyak lahan lain yang bisa dimanfaatkan di luar padi sawah. Di sela-sela pohon sawit muda yang naungan tajuknya masih sekitar tiga meter bisa dibudidayakan tanaman pangan seperti kedelai, porang, singkong, jagung, atau umbi-umbian. Jarak antara pohon sawit umumnya 5–6 meter, cukup untuk tanaman sela.

Kebun sawit sendiri di Indonesia ada sekitar 15 juta hektare. Jika saja, 10 persennya berisi tanaman muda, maka tanaman sela di sana bisa memberikan hasil yang cukup besar. Belum lagi, lahan HGU, baik untuk sawit, karet, hutan tanaman industri (HTI), bahkan pertambangan, yang secara keseluruhan tentu ada jutaan hektare. Lahan-lahan tidur perlu dimanfaatkan.

Tentu semuanya perlu kalkulasi yang cermat, agar semua bisa menjadi bisnis yang manis. Namun, jangan sampai peluang terbuang.InfoPublik (***)

 

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com