SUMSELTERKINI.ID, Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai momen lebaran dan pilkada serentak belum mampu mendongkrak daya beli masyarakat. Peneliti Indef, Esa Suryaningrum, mengatakan, daya dorong konsumsi masyarakat melambat akibat tertahannya daya beli masyarakat.
“Pengaruh hari raya dan pilkada tidak dapat memberikan sumbangsih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II 2018,” kata Elsa mengutip Warta Ekonomi.co.id, di Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Elsa mengatakan, salah satu penyebab tertahannya daya beli yakni pelemahan rupiah. Di tengah derasnya impor, khususnya barang konsumsi, justru akan semakin memicu pelemahan rupiah. Dampaknya akan terasa pada kenaikan harga-harga barang konsumsi tidak tahan lama, makanan-minuman rumah tangga, serta Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Artinya, potensi inflasi impor akan semakin meningkat dan akan berujung pada penurunan daya beli masyarakat,” imbuhnya.
Berdasarkan data, lanjut dia, total impor Mei 2018 sebesar US$17,6 miliar, lebih besar dibandingkan impor Mei 2017 yang sebesar US$14,3 miliar.
“Jika depresiasi rupiah secara teori mampu menurunkan impor, hal ini tidak terjadi di bulan Mei. Depresiasi rupiah justru meningkatkan impor baik secara nilai maupun volume,” tegasnya.
Indef, kata dia, juga menilai kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga BBM jenis Pertamax pada 1 Juli 2018 lalu akan semakin membuat daya beli terancam. Dengan biaya transportasi rata-rata masyarakat Indonesia saat ini sebesar 30% dari penghasilan, masyarakat akan mengurangi konsumsinya terhadap barang konsumsi lainnya untuk mengompensasi kenaikan jenis BBM tersebut.[WE]