PANDEMI COVID-19 mempengaruhi perekonomian secara luar biasa. Tahun lalu seluruh dunia menghadapi penurunan ekonomi dan menyebabkan kontraksi yang sangat dalam karena hampir semua negara melakukan pembatasan mobilitas secara ketat.
Bahkan banyak negara yang menerapkan lockdown yang memberikan konsekuensi pada perekonomian yang langsung merosot sangat tajam.
“Dunia pada tahun lalu mengalami kontraksi minus 3,2 persen dari sisi pertumbuhan ekonominya. Akibat COVID-19 yang kemudian disertai pembatasan mobilitas lalu menciptakan kemerosotan ekonomi,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam acara Seminar Nasional ISEI Tahun 2021, yang diselenggarakan secara daring pada Selasa (31/8/2021).
Menkeu juga mengatakan bahwa perdagangan internasional mengalami kemerosotan karena semua negara melakukan pembatasan atau bahkan lockdown. Pertumbuhan perdagangan dunia yang biasanya mencapai dua digit, tahun lalu mengalami kontraksi hingga minus 8,3 persen
Pada 2021 diharapkan akan terjadi rebound dan recovery, sebut Menkeu. Meskipun demikian, Menkeu mengingatkan bahwa ini bukan merupakan jaminan. Semua negara dengan berbagai upaya stimulus maupun countercyclical policy-nya akan dihadapkan pada ketidakpastian. Selain munculnya varian baru, juga efektivitas dari countercyclical policy-nya juga sangat ditentukan oleh bagaimana perekonomian negara tersebut.
“Kita dalam mengelola perekonomian juga harus terus mengupayakan adanya pemulihan dan adanya rebound karena perekonomian bisa dan harus mulai kembali lagi bergerak. Ekonomi Indonesia dengan berbagai langkah yang dilakukan oleh pemerintah telah berhasil mencapai melebihi pre-crisis level,” jelas Menkeu
Kalau sebelum pandemi, GDP rill Indonesia pada kuartal kedua 2019 adalah Rp2.735 triliun, sementara itu pada kuartal kedua 2021 ini sudah mencapai Rp2.773 triliun. Menkeu menyebut angka ini adalah angka yang lebih tinggi bahkan dari sebelum krisis.
COVID-19 telah membuat perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan pada kuartal kedua 2020 lalu, hingga GDP riil mengalami kontraksi dan nilainya menjadi Rp 2.590 triliun.
“Apakah dengan kontraksi suatu ekonomi akan dijamin untuk rebound? Ternyata tidak. Kita lihat negara-negara sekitar kita, Malaysia, Filipina Thailand dan Singapura bahkan dengan berbagai upaya mereka GDP pada kuartal kedua mereka tahun ini belum bisa melewati kondisi pre-COVID-19 level,” lanjut Menkeu.
Menkeu menyebut langkah pemulihan semua hal yang bisa dicapai baik dalam penanganan COVID-19 maupun dari sisi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, tentu menjadi bekal yang baik untuk terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan kebijakan ke depan. Ekonomi Indonesia pada semester I sudah masuk di dalam zona tren positif, sudah melewati masa resesi. Namun Menkeu mengingatkan bahwa ini masih sangat ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengendalikan COVID-19. Seperti yang terlihat munculnya varian baru bisa menyebabkan momentum pemulihan menjadi terdisrupsi.InfoPublik (***)
Ril