Sumselterkini.co.id, – Gelap itu, katanya, adalah lawan dari terang, tapi di PALI, gelap bukan hanya tentang malam yang datang lebih cepat. Gelap itu bisa berarti keterbatasan, ketidakpastian, dan harapan yang terkatung-katung di langit.
Di tengah angin Sumatera yang bertiup kencang, di antara sawah yang menghijau, tanah PALI selama ini terabaikan oleh sebuah kebutuhan sederhana yakni listrik.
Tapi inilah cerita PLN, yang datang bukan hanya dengan kabel dan trafo, tapi dengan semangat untuk menyambung kehidupan. Bukan cerita tentang lampu yang hanya menyala, tapi cerita tentang bagaimana listrik bisa menghidupkan asa dan di PALI, cerita ini dimulai dengan langkah kecil yang akhirnya jadi besar.
PLN tahu betul bahwa tanah PALI bukan kota metropolitan yang bisa langsung menikmati kerlap-kerlip lampu jalan seperti di Jakarta atau Surabaya, bahkan kabupaten di Sumsel yang berumur lebih tua. Tetapi mereka datang dengan satu tujuan menyambungkan PALI ke dunia yang lebih terang. Dari sini, dimulailah proyek “PALI Terang Bahagia 2025–2030”, sebuah janji, sebuah perubahan yang dimulai dari titik kecil.
Manager PLN ULP Pendopo, Irfan Maulana, dengan penuh semangat menyatakan langkah pertama mereka bukan hanya soal teknis, tapi soal bagaimana setiap rumah, setiap warung kopi, dan setiap sekolah bisa menikmati sesuatu yang mungkin selama ini terasa mewah terang yang cukup.
“Kami nggak cuma pasang kabel, tapi kami pasang harapan,” katanya, sambil tersenyum seperti orang yang baru aja ngelaporin kemenangan besar di lomba panjat tiang listrik.
Sementara itu, Julnansyah, Manager PLN UP3 Lubuklinggau, menjelaskan kalau semua ini bukan hal yang mudah. “Menyalakan PALI itu seperti menyusun puzzle besar yang harus dipastikan semua potongannya cocok,” jelasnya.
Tiang-tiang listrik yang tertanam bukan hanya benda mati, tetapi simbol bahwa tanah ini layak menikmati kenyamanan yang selama ini terabaikan. “Kalau soal rumit, ini baru level 99 dalam game jaringan listrik. Tapi ya, kalau gak coba, kapan lagi?” tambahnya, setengah serius, setengah bercanda.
Namun, tentu saja, setiap cerita punya tantangannya. Salah satunya datang dalam bentuk pohon. Ya, pohon! Sebuah pohon yang tadinya menjadi penyejuk, bisa jadi musuh terbesar PLN, jika cabang dan daunnya mulai berkenalan terlalu dekat dengan kabel.
Daun-daun yang akrab dengan kabel bisa menjadi alasan satu desa gelap gulita hanya karena kabel terputus. “Masyarakat di sini harus siap kalau pohon terlalu dekat dengan kabel, harus rela untuk ditebang, demi keselamatan bersama,” ujar Adhi Herlambang, General Manager PLN UID S2JB, sambil berusaha berbicara sejujur-jujurnya tanpa melupakan bahwa pohon jambu di depan rumah tetap bisa jadi alasan bahagia kalau tidak berdekatan dengan kabel listrik.
Seperti pepatah lama “Kalau pohon tidak memberi ruang untuk kabel, maka pohon itu harus rela diberi ruang.”
Di balik itu semua, semua pihak terlibat serius, meski tetap ada ruang untuk canda tawa. Dengan setiap tiang yang berdiri tegak, dengan setiap kabel yang tersambung, mereka tahu bahwa ini bukan sekadar pekerjaan, namun sebuah perjalanan panjang untuk memberikan kebahagiaan.
“Karena kalau kita bisa nyambungin orang, kenapa gak nyambungin listrik dulu?” ujar Irfan, sambil tertawa ringan. Kalau hanya masalah terang, katanya, PLN mungkin sudah bisa bikin lampu nyala sendiri dengan tawa mereka.
Di ujung cerita ini, ada harapan yang terwujud, Anak-anak yang bisa belajar tanpa harus menunggu lampu warung kopi menyala. Pedagang yang tak lagi bergantung pada lilin untuk menghidupkan usaha.
Dan yang lebih penting lagi, PALI yang tak lagi terbenam dalam kegelapan, tetapi bersinar dengan terang yang tidak hanya dari listrik, tapi juga dari semangat perubahan.
Karena, seperti kata orang bijak, “Sinar kecil bisa memberi harapan besar. Dan dari harapan itulah terang yang sesungguhnya dimulai.” Begitulah, cerita PLN di PALI bukan hanya tentang menyambungkan kabel, tetapi juga menyambungkan kehidupan yang lebih baik. PALI kini bukan hanya terang oleh lampu, tapi terang oleh mimpi yang akhirnya bisa menyala sesuai Program Prioritas PALI 2025–2030.[***]