BUMN

Agar LSM Naik Kelas, Retret Rasa Reskilling ala Pertamina

ist

Sumselterkini.co.id, – Kalau biasanya kata “retret” itu erat dengan suasana hening, doa-doa syahdu, dan tempat sejuk di dataran tinggi, maka kali ini retret datang dengan wujud yang lebih garang berisi pelatihan, sertifikat keahlian, dan semangat entrepreneurship ala bensin eceran naik level. Siapa pelopornya? Bukan Pak Ustaz, tapi PT Pertamina Zona 4. Tempatnya bukan di puncak bukit, tapi di seputaran area ring 1 perusahaan. Audiensnya? Bukan peserta rohaniwan, melainkan anggota LSM dan masyarakat setempat. Sungguh sebuah retret rasa reskilling.

Dalam dunia yang makin kompetitif ini, pengangguran itu ibarat gorengan di pagi hari banyak, gampang ditemukan, dan bikin kolesterol pembangunan naik. Maka ketika Pertamina datang ke Sekretaris Daerah Sumatera Selatan, Drs. H. Edward Candra, MH, membawa kabar baik berupa program pelatihan untuk 100 orang dari komunitas sekitar, kita perlu beri tepuk tangan pakai kaki. Karena itu berarti ada 100 potensi manusia yang mungkin tadinya seperti balon kempes punya bentuk tapi belum terisi gas semangat hidup siap digelembungkan dengan skill dan wawasan baru.

Dibuka oleh Manager Relations Zona 4 Pertamina, Adi Putra W. Darmawan, S.H., MBA (nama panjangnya saja sudah berkarakter entrepreneur), program ini menyasar LSM dan warga di zona ring 1. Artinya, mereka yang setiap hari mungkin mendengar deru mesin pabrik, sekarang bisa belajar cara menghasilkan uang dari suara mesin tersebut. Bukan dengan ngebisikin mesin supaya berbaik hati, tapi dengan bekal pelatihan kewirausahaan, wawasan kebangsaan, dan sertifikasi keahlian.

Perumpamaannya begini mereka yang tadinya duduk manis di warung kopi sambil main catur, kini bisa jadi punya gelar jago las, ahli perbengkelan, bahkan mungkin CEO kecil-kecilan di kampungnya. Ini bukan hanya pelatihan, tapi semacam “upgrade sistem operasi” bagi masyarakat—dari Windows XP ke Windows 11.

Sekda Sumsel tidak tinggal diam. Dalam audiensi tersebut, beliau mengucapkan terima kasih sembari memberikan saran agar program tidak hanya seperti kacang rebus enak tapi cepat habis. Beliau mendorong agar inisiatif ini diperluas dan diperkuat penyalurannya. Karena apa gunanya pelatihan jika setelah lulus, pesertanya malah bingung mau melamar kerja ke mana? Jangan sampai pelatihan ini jadi kayak makan di prasmanan, kenyang di tempat tapi nggak dibawa pulang.

Lebih lanjut, Sekda mengusulkan agar program tersebut juga disinergikan dengan program Gubernur Sumsel, H. Herman Deru, yaitu “Mencetak 100.000 Sultan Muda.” Nah, ini baru klop! Ibarat tempe ketemu sambel. Satu program punya target, yang lain punya pelatihan. Gabungkan, lalu saksikan perubahan ekonomi lokal merangkak naik seperti harga cabai saat Lebaran.

Kita tidak sedang menulis surat cinta ke perusahaan minyak. Tapi kalau ada BUMN yang mulai memikirkan masyarakat sekitar bukan cuma sebagai penonton produksi, maka sudah sepantasnya kita beri sorotan positif. Program seperti ini adalah bukti bahwa perusahaan besar bisa menjadi tetangga baik, bukan hanya mesin penghasil profit.

Namun tetap, saran kita: jangan berhenti di angka 100. Kita butuh lebih dari sekadar retret simbolik. Masyarakat bukan tanaman bonsai yang dibentuk sekali lalu dibiarkan. Mereka butuh tindak lanjut, pembinaan, dan mungkin juga… akses modal.

Karena pada akhirnya, mengurangi pengangguran bukan sekadar soal pelatihan, tapi soal menanam benih harapan di tanah yang bisa tumbuh—dengan air dari program, pupuk dari kolaborasi, dan matahari dari visi pemerintah. Bila semua sinergi ini terjaga, bukan tidak mungkin Sumsel akan punya 100.000 Sultan Muda yang bukan hanya punya gelar, tapi juga saldo rekening dan usaha nyata.

Kita tunggu kelanjutan program ini. Tapi kalau bisa saran kecil—jangan pakai nama retret lagi ya. Soalnya nanti masyarakat bingung, ini mau pelatihan kerja atau acara curhat batin. Mending namanya: “Pelatihan Sultan Muda: Dari Warung Kopi ke Kantor Sendiri.” Lebih membumi, lebih nendang!.[***]

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com