POTENSI lahan rawa lebak di Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel dikelola untuk kesejahteraan masyarakat. Bahkan pengelolaan rawa lebak ini diatur dalam Kitab Undang-undang Simbur Cahaya.
Di masa kerajaan Palembang (1587-1659) Sistem lelang diserahkan kepada pemimpin marga atau pesirah. Sedangkan pada masa kolonial di tahun (1821-1942), Belanda mengubah beberapa aturan yang berpengaruh pada sistem pembagian hasil lelang.
Dimasa sekarang, hak usaha penangkapan ikan areal rawa itu melalui sistem pelelangan yang diatur melalui Peraturan Daerah. Bahkan di tahun ini, rawa lebak di OKI menyumbang penerimaan daerah (PAD) mencapai Rp 7,1 miliar.
“Tahun ini dari hasil Lelang Lebak Lebung di 13 kecamatan, menyerap penerimaan daerah mencapai Rp 7,1 miliar,” Terang Kepala Dinas Perikanan OKI, Ir. Irawan, MM Kamis, (18/11).
Hasil pendapatan ini bahkan lebih tinggi dari target yang diharapkan sekitar Rp 6,3 miliar.
“Tahun ini, kita over (melebihi) target. Kecamatan Jejawi yang paling tinggi, yakni mencapai Rp 2,2 miliar,” ungkapnya.
Irawan, menjelaskan, Lebak lebung merupakan istilah untuk kawasan lebak dalam yang menghasilkan produksi ikan secara alami di Ogan Komering Ilir. Kabupaten dengan luas wilayah 19 ribu kilomenter persegi ini memiliki bentangan rawa lebak mencapai 146.279 hektare atau berisar (58,96 persen) dari luasan lebak yang ada di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Ada sebanyak 328 objek lelang yang tersebar di 15 kecamatan se Kabupaten OKI terang dia
“Ditahap I ini terjual sebanyak 239 objek, sisanya 87 objek belum terjual” terang dia.
Untuk objek yang belum terjual tambah dia akan diajukan kembali pada pelelangan tahap II di penghujung November.
“Lelang tahap kedua yakni lelang yang dilakukan kembali bagi objek lelang yang tidak laku terjual dan juga lelang bagi objek lelang yang sempat tertunda dibeberapa kecamatan. Jadi masih ada kemungkinan penambahan pendapatan” terang dia.
Dibagikan ke Desa dan Pelestarian Rawa Lebak Selain menjadi sumber pendapatan daerah, hasil lelang dikembalikan ke desa melalui mekanisme bagi hasil. Selain itu juga digunakan untuk pelestarian rawa lebak dan ekosistemnya serta pengawasan pemanfaatan lebak.
“Memang jadi primadona PAD namun dari hasil tersebut, 50% dikembalikan ke desa sebagai sumber pendapatan desa baik desa yang ada objek lelang maupun tidak menjadi objek lelang,” terangnya.
Sementara upaya menjaga kelestarian habitat ikan menjadi kewajiban budidaya (pembenihan) yang diserahkan kepada pengemin (pemenang lelang) menjelang akhir pengelolaan areal lelang yakni 5% dari nilai objek. “Pembenihan kembali (restocking) jadi kewajiban pemenang lelang menjelang hingga akhir pengelolaan,” tutupnya.[***]