DI mana ada laut, di situ ada harapan (Asal Bukan Lautan Utang), dulu waktu kecil, kalau ditanya “cita-cita mau jadi apa?”, jawaban kita standar dokter, pilot, atau dukun. Tapi zaman sekarang, kalau ada anak ngomong, “Aku pengin jadi pengusaha pengolahan tuna ekspor ke Korea,” wah, itu bukan cuma anak cerdas… tapi juga anak yang sudah ikut webinar BKPM.
Sebab ternyata, di balik deburan ombak dan bau amis yang menusuk itu, ada potensi duit mengalir kayak arus bawah laut. Tapi sayangnya, dari dulu laut Indonesia kayak anak bawang di pasar investasi. Potensi besar, tapi diremehin. Padahal negara kita punya garis pantai sepanjang kenangan mantan panjang banget, tapi kadang nggak dimanfaatkan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sekarang mulai melek digital dan duit. Bareng BKPM dan dinas-dinas daerah, mereka gandeng tangan, bukan buat joget TikTok, tapi buat promosi investasi sektor kelautan dan perikanan.
Dari mulai perizinan yang dulunya ribet kayak urusan warisan, sekarang dipermudah. Hambatan-hambatan yang sebelumnya kayak karang tajam di pinggir pantai, mulai diselesaikan. Bahkan, mereka juga bantu cari jodoh eh, maksudnya cari investor yang siap merapatkan dompet ke dermaga.
Pada triwulan I 2025, tercatat investasi sektor kelautan dan perikanan tembus Rp2,38 triliun. PMDN masih jadi juara lokal dengan 61%, sisanya PMA alias Penanaman Modal Asing.
Yang paling menggoda dompet investor ternyata pengolahan hasil perikanan, dari ikan yang tadinya cuma digoreng sama emak-emak di dapur, sekarang bisa jadi sushi ekspor.
Disusul budi daya, penangkapan, perdagangan, sampai jasa perikanan (entah ini yang ngurusin delivery cumi atau spa khusus lobster, belum jelas).
Trio Kribo Investasi
Jawa Timur dan Jawa Tengah jadi primadona investasi, mungkin karena ikannya ramah, atau karena pelabuhannya wangi. DKI Jakarta juga nyempil di posisi tiga. Tapi yang bikin kita mangap, Korea Selatan jadi investor terbesar. Artinya, oppa-oppa sana sekarang nggak cuma naksir K-Pop, tapi juga K-Fish alias produk ikan kita.
Pepatah Ikan “Yang Tak Diselami, Takkan Terpancing”
Kita ini negara maritim, tapi selama ini manja di pinggir. Coba bandingkan Vietnam yang lautnya lebih sempit dari kolam renang hotel bintang tiga, bisa ekspor udang sampai ke Eropa. Bahkan Norwegia, negara dingin yang ikannya harus dilatih lari kecil biar hangat, bisa sukses dengan salmon.
Artinya, bukan soal seberapa luas lautmu, tapi seberapa niat kamu menyelaminya. Indonesia punya laut seluas dosa mantan, tapi kalau nggak diolah, ya tetap aja jadi kolam kosong.
Sudah saatnya kita nggak cuma andalkan tangkap-tangkap ikan manual, KKP dan BKPM sudah mulai bikin pelatihan digital marketing buat pelaku usaha perikanan. Bayangkan, nanti ada influencer dari Demak jualan abon
Kita bisa bikin eco-fish tourism, tempat wisata edukasi yang ngajarin anak-anak cara menyapa hiu dengan sopan. Atau festival Seafood Fiesta antar desa yang ditayangkan langsung di YouTube. Di Islandia, mereka sudah bikin teknologi cold storage terapung. Di Indonesia? Paling banter kita masih ngandelin lemari es pinjaman mertua.
Sosialisasi itu penting, tapi kalau ujungnya cuma jadi seminar dan snack box, ya zonk juga. Harus ada pengawalan dan pemetaan serius. Daerah perlu dibantu bikin investment roadmap, bukan cuma brosur penuh jargon.
Pemda harus mulai aktif. Jangan sampai investor datang ke kantor, tapi disuruh balik karena “Pak Kadis lagi futsal.” Nah, loh!
Kita mesti percaya, produk perikanan Indonesia itu kayak kamu yang sudah ditolak berkali-kali tapi tetap laku karena unik. Meski banyak tantangan, kalau dikelola dengan sistem yang baik, dari hulu sampai hilir, maka ikan kita bukan cuma buat konsumsi lokal, tapi bisa melanglang buana ke Dubai dan Denmark.
Investasi di sektor kelautan dan perikanan ini kayak berenang di laut yang penuh harta karun. Tapi kalau nyeburnya sendirian, bisa-bisa digigit ubur-ubur birokrasi.
Makanya, sinergi antara pusat, daerah, investor, dan rakyat itu wajib. Jangan jadi ikan tongkol yang jalan sendiri, tapi jadilah kawanan ikan teri yang kompak, walau kecil tapi bikin formasi keren.
Jadi, mari kita ubah paradigma. Laut bukan cuma buat tempat galau liatin sunset, tapi ladang emas biru yang siap digarap. Dan ingat, kalau bisa bikin investasi jalan, jangan tunggu ikan terbang dulu baru gerak. Yuk, berenang bareng menuju Indonesia sebagai Raja Lautan Asia Tenggara!.[***]