Sumselterkini.co.id, – Oi, kenapa dilepas lagi? Itu Arwana Irian, lho, mahal di pasaran!”
Kalimat itu terlontar dari mulut Pak Yanto, pedagang ikan hias veteran yang setia nongkrong di warung kopi depan Pasar Ikan Sorong. Mulutnya penuh gorengan, tapi matanya bersinar melihat berita pelepasliaran 234 ekor Arwana Irian di Taman Nasional Wasur, Merauke.
“Ya dilepasin lah, Pak. Masa cinta lama mau dipenjara terus?” jawab Udin, tetangga sebelah yang baru saja lulus pelatihan konservasi ikan. “Kalau arwana bisa ngomong, dia pasti teriak ‘Saya bukan buat dipelihara terus, saya ingin hidup bebas di rawa seperti masa muda!’”
Arwana Irian, atau dalam nama kerennya Scleropages Jardinii, bukan cuma ikan hias dengan sirip bak kipas tari Papua. Ia adalah simbol romansa air tawar dari Timur Indonesia, ikan eksotis yang pernah jadi primadona di akuarium mewah, tapi kini minta kembali pulang ke kampung halaman.
Seperti cinta lama yang tak bisa dilupakan tapi tak boleh dimiliki seenaknya, Arwana Irian termasuk dalam daftar ikan yang dilindungi secara “setengah hati tapi serius”. Maksudnya? Ia termasuk kategori perlindungan terbatas. Boleh ditangkap, tapi ada syarat dan ketentuan berlaku. Seperti mantan yang masih suka nelpon, tapi cuma boleh pas ulang tahun.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong melepaskan 234 ekor Arwana Irian berukuran 15–16 cm ke habitat aslinya di Taman Nasional Wasur. Lokasi ini dipilih bukan karena spot healing viral di TikTok, tapi karena minim gangguan manusia. Alias… sepi, sunyi, dan tenang.
“Kalau dilepas di tempat rame, nanti malah dikira kontes ikan cupang. Bahaya,” ujar Pak Hendrik Sombo, Plt. Kepala LPSPL Sorong, sambil tertawa.
Menurutnya, restocking ini bukan sembarang buang-buang ikan ke rawa. Semua merujuk pada Keputusan Dirjen PKRL Nomor 30 Tahun 2024, yang ibaratnya seperti SOP melepas mantan harus jelas, terukur, dan jangan dilakukan pas lagi emosi.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik, Sarmintohadi, mengaku paham benar bahwa Arwana Irian punya daya tarik seperti bintang FTV sore hari memikat siapa saja yang melihat. Tapi permintaan tinggi tak boleh membuat kita serakah.
“Perlindungannya terbatas, seperti Wi-Fi gratis di kafe: boleh dipakai, tapi jangan unduh film Marvel ukuran 3GB,” canda Sarminto.
Masih menurutnya, penangkapan Arwana Irian oleh masyarakat lokal diatur secara musiman, antara November hingga Februari. Dan harus pakai alat tangkap ramah lingkungan. Jadi bukan disetrum, disumpit, apalagi dibujuk rayu.
Arwana Irian juga terdaftar dalam Apendiks CITES, semacam perjanjian antarnegara tentang siapa yang boleh memelihara siapa. Jadi, kalau ada yang mau ekspor Arwana tanpa izin resmi, siap-siap saja dicap sebagai penjaga cinta ilegal.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, bahkan menyiapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Arwana 2025–2029. Ia mengajak semua pihak dari budidaya hingga komunitas lokal untuk ikut menjaga ikan ini.
Kalau kata beliau, melestarikan arwana itu ibarat menanam cinta jangan cuma mau bunganya, tapi rawat juga akarnya.
Ada pepatah lama di Merauke yang bunyinya kira-kira begini “Ikan yang dilepas ke rawa, jangan ditangkap dengan hasrat semata.”
Karena kadang, sesuatu yang indah memang tak harus dimiliki. Seperti Arwana Irian ia indah di rawa, bukan di akuarium sempit.
Jadi kalau suatu hari kau melihat sirip keemasan menari di bawah sinar matahari Papua, jangan buru-buru bawa jaring. Duduklah sebentar. Lihat. Nikmati. Karena cinta sejati kadang cuma butuh dihargai, bukan dimiliki.
Buat para penghobi ikan hias yang doyan koleksi, ingat… jangan semua cinta dibawa pulang. Kadang, membiarkan yang kita kagumi hidup bebas, adalah bentuk cinta yang paling dewasa.
Dan soal Arwana Irian?. Dia sekarang sedang menikmati kebebasan, sambil sesekali bergumam. “Merdeka itu… berenang tanpa dijepit kaca.”.[***].