Agribisnis

“Bumi Tak Minta Banyak, Hanya Sedikit Peduli”

ist

ADA pepatah lama yang bilang, “jangan biarkan rumput tetangga lebih hijau, apalagi kalau rumput sendiri udah pada gundul, gersang, dan jadi tempat nongkrong belalang stres”. Nah, kurang lebih itulah keadaan sebagian lahan kita hari ini. Saking keringnya, jangankan nanam jagung, nanam niat baik aja bisa layu sebelum berkembang.

Maka dari itu, peringatan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia (WDCD) 2025 ini bukan sekadar seremoni pakai batik, foto-foto, dan ngeteh di gedung ber-AC. Ini momen yang seharusnya bikin kita merenung lahan-lahan kita sudah terlalu lama jadi korban PHP /Pembangunan Hanya Pencitraan.

Bayangkan saja, dari 120 juta hektar kawasan hutan, kita masih punya PR memulihkan 12,7 juta hektar lahan kritis. Ini ibarat punya rumah mewah, tapi WC-nya mampet dan dapurnya kebakaran. Gengsi dong, masa negara segede ini, tapi lahannya pada botak?

Lahan itu ibarat simpanan masa depan. Kalau tanahnya sehat, hidup pun ikut sehat. Kalau tanahnya rusak, jangan salahkan kalau nanti pas beli beras aja harus kredit.

Lahan rusak bukan cuma soal kehutanan, ini soal masa depan, soal kedaulatan pangan, soal air minum cucian beras yang makin keruh, dan bahkan soal ketersediaan wifi stabil di tengah hutan.

Eh, serius ini, banyak daerah hulu sumber air bersih rusak, karena hutan ditebang sembarangan, akhirnya bukan cuma kekeringan, tapi banjir bandang juga rajin mampir.

Makanya, kata Wamenhut, pemulihan lahan itu bukan sekadar tanam-tanam lalu selfie lalu pulang. Itu mah cocoknya buat konten YouTube.

Pemerintah bilang pendekatannya “berbasis tapak”. Wah, ini istilah keren, tapi sederhananya sih, kerja dari bawah, bukan dari panggung seminar, dan ini disambut dengan strategi macam-macam, dari menjaga keanekaragaman hayati sampai diversifikasi usaha hutan yang konon bisa jadi tempat orang kerja, bukan tempat jin buang data.

Negara-negara tetangga udah pada tancap gas, Cina misalnya, bikin “Great Green Wall”, ngerestorasi sabana mereka sampai sejauh mata memandang hijau.

India udah nanam miliaran pohon sejak 2016, dan rakyatnya ramai-ramai ikut lomba tanam pohon, bukan lomba lempar tanggung jawab, bahkan Brazil juga walau sibuk ngurus Amazon, tetep ngegas program restorasi 12 juta hektare sampai 2030. Mereka lari kencang, kita harus lebih baik lagi dari mereka.

Kalau terus kayak gini, bisa-bisa nanti ada orang luar negeri yang datang ke Indonesia bukan buat lihat hutan tropis, tapi buat studi kasus “bagaimana lahan subur bisa jadi tempat parkir matahari”

Yang paling penting sekarang bukan hanya soal tanam pohon, tapi tanam komitmen. Kata Dirjen PDASRH, Dyah Murtiningsih, ada tiga langkah penting, antara lain kesadaran, rehabilitasi, dan komitmen. Nah, tiga kata ini harusnya dijadikan lagu dangdut biar gampang diingat. “Sadar dulu, rawat kemudian, janji setia sampai akhir musim hujan”.

Oleh karena itu yang sering tumbuh subur bukan pohon, tapi wacana, ditanam dari rapat ke rapat, disiram dengan kata-kata indah, dipupuk oleh sambutan pejabat, tapi gagal panen karena nggak ada aksi.

Hari ini, saat dunia memperingati WDCD, kita diingatkan bahwa bumi bukan warisan nenek moyang yang bisa dipakai seenaknya, tapi titipan anak cucu yang harus dikembalikan utuh, atau setidaknya masih bisa dipakai buat main layangan dan narik sinyal.

Bercocok tanamlah di hati, jangan di status. Tanamkan kesadaran bahwa memulihkan lahan bukan kerja semusim, tapi kerja lintas generasi. Kalau bukan kita yang mulai, jangan kaget nanti cucu kita mewarisi lahan yang cuma cocok buat syuting film Mad Max.

Kalau tanah sudah pulih, peluang akan terbuka. Ekonomi bisa hidup, desa bisa berkembang, air mengalir tanpa pakai pompa. Seperti tema WDCD “Restore the Land. Unlock the Opportunities”. Tapi ingat! kalau cuma dibaca tanpa aksi, itu cuma jadi slogan yang ditanam di spanduk lalu ditiup angin kenyataan.

Jadi, yuk tanam yang benar, rawat yang tulus, dan panen masa depan, karena kalau lahan rusak terus, jangan-jangan yang kering bukan cuma tanah… tapi juga akal sehat kita.[***]

Terpopuler

To Top