Palembang Terkini

Barak Bukan Penjara, Tapi Bengkel Masa Depan, Saatnya ‘Remaja Rusak’ Di Servis Ulang

ist

Sumselterkini.co.id, – Di kota yang siangnya panas, malamnya juga panas apalagi kalau sudah masuk musim tawuran, Palembang sedang menyiapkan jurus pamungkas yang tak biasa, bukan lagi razia motor. Namun Pemerintah Kota Palembang tengah mematangkan program yang tidak biasa, rencana retret ala militer bagi remaja yang hobi tawuran dan keluyuran sambil bawa senjata tajam macam pendekar dadakan. Serius, ini bukan adegan sinetron. Ini kenyataan.

Gagasan ini ibarat menjadikan barak militer sebagai bengkel karakter buat anak-anak muda yang sudah mulai ‘mrebet’ ke arah kriminal. Wali Kota Ratu Dewa, dengan wajah prihatin dan nada suara yang serius tapi penuh harap, bilang bahwa para remaja ini bukan musuh negara. Mereka adalah mesin generasi yang butuh diservis, disetel ulang, dan dikalibrasi dengan nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan rasa malu kalau ketahuan main parang di jalanan.

Alih-alih cuma menegur dengan megafon atau bikin video edukatif di TikTok, Pemkot ingin menyentuh masalah dari akarnya dengan pendekatan yang lebih keras tapi penuh kasih membina anak-anak itu di barak militer bukan untuk dihukum seperti zaman feodal, tapi untuk ditempa seperti logam yang ingin dijadikan keris disundut, dibakar, lalu ditempa, agar jadi tajam tapi berfaedah.

Wali Kota Ratu Dewa menyampaikan keprihatinan yang bukan basa-basi. Tawuran sudah bukan lagi perang antar sekolah. Sekarang, banyak yang bahkan tidak tahu kenapa mereka berkelahi. Pokoknya asal ada lawan, asal bawa senjata tajam, langsung turun ke jalan. Dari dagu sobek sampai panah nyasar, semua jadi pemandangan horor yang muncul di beranda medsos tiap minggu.

Sudah banyak yang luka, dan jangan tunggu sampai ada yang mati sia-sia hanya demi ego dan gengsi jalanan. Maka lahirlah gagasan ini barak sebagai ruang perenungan, pembinaan, dan transformasi. Di tempat inilah anak-anak yang sebelumnya lebih hafal merek celurit daripada nama Pancasila, akan belajar baris-berbaris, makan tepat waktu, dan yang terpenting menghargai hidup sendiri dan orang lain.

Tentu saja, Pemkot Palembang tidak berjalan sendirian. Program ini juga akan dikaji dari sudut pandang Hak Asasi Manusia. Komnas HAM dilibatkan, alim ulama diajak, dan bahkan kementerian hukum pun diundang rapat. Semua diajak untuk memastikan bahwa ini bukan upaya kekerasan berjubah pendidikan, tapi pembinaan dengan disiplin yang terukur.

Dalam retret ini, tidak akan ada bentakan sembarangan. Yang ada justru pembinaan bertahap fisik, mental, dan spiritual. Ada yang bilang, lebih baik anak-anak ini diajak nyanyi lagu Indonesia Raya tiap pagi sambil push up, daripada mereka tiap malam nyanyi lagu kebangsaan geng motor sambil bawa senjata tajam.

Dan benar juga kata orang bijak “Anak muda itu bukan hanya butuh panggung, tapi juga pagar”. Kalau terlalu bebas, mereka bisa nyemplung ke jurang. Tapi kalau diarahkan, bisa jadi pemimpin masa depan.

ATM [Amati, Tiru, Modifikasi]

Jawa Barat sudah lebih dulu melakukannya, Gubernur Dedi Mulyadi yang gaya bicaranya bisa menenangkan emosi orang tua dan membuat anak-anak berpikir dua kali sebelum nakal membuktikan bahwa barak bisa jadi terapi karakter. Bahkan ada yang dulunya jago tawuran, kini malah rajin kultum di masjid dan jadi pelopor kebersihan di kampungnya. Yang dulunya jago balap liar, kini buka bengkel legal dan jadi kebanggaan keluarga.

Di Filipina, program bernama “Youth Reformation Camp” yang digawangi oleh pemerintah lokal dan militer setempat berhasil memangkas tingkat kenakalan remaja sampai 70%. Mereka tidak hanya dilatih disiplin, tapi juga diberikan keterampilan dari las listrik sampai pertanian organik. Begitu keluar dari camp, mereka bukan lagi ancaman sosial, tapi aset komunitas.

Palembang bisa meniru itu, bahkan bisa memodifikasi agar lebih cocok dengan budaya lokal. Barangkali ada sesi siraman rohani dengan cuko pempek, atau pelatihan bela diri menggunakan filosofi silat Palembang yang sarat nilai kesabaran.

Apakah langkah ini akan menuai kritik? Sudah pasti. Selalu ada yang khawatir bahwa retret militer terlalu keras. Tapi lebih baik kita menyalakan lilin di tengah gelapnya lorong kenakalan remaja, daripada sibuk mengutuk kegelapan tanpa solusi.

Dan jangan lupa, semua yang besar dimulai dari keberanian kecil. Mengubah satu remaja, artinya menyelamatkan satu generasi dari kemungkinan jadi pelaku atau korban kekerasan. Mengubah jalan hidup satu anak, bisa jadi menyelamatkan ribuan langkah yang akan ia tempuh kelak.

Apakah semua ini akan berhasil di Palembang? Tentu butuh waktu dan evaluasi. Tapi satu hal pasti membiarkan anak-anak muda ini terus hidup di jalan kekerasan tanpa campur tangan tegas adalah kesalahan kolektif kita sebagai orang dewasa. Daripada kelak mereka jadi penghuni sel, lebih baik sekarang dibentuk di barak dengan baju doreng, bukan baju tahanan.

Dukung langkah ini dengan optimisme dan doa, serta tetap mengawasi agar tidak terjadi pelanggaran HAM atau praktik yang menyimpang dari tujuan pembinaan. Kita tidak sedang menciptakan tentara cilik, tapi membangun manusia yang sempat nyasar jalannya, sebab seperti kata pepatah lama dari Sumatera Selatan. “Kayu yang bengkok jangan langsung dibuang, bisa jadi gagang cangkul kalau dibentuk dengan sabar”. Semoga kelak, para remaja kita bukan hanya bisa menggenggam ponsel dan parang, tapi juga harapan dan masa depan.

Barak juga bukan kuburan harapan, tapi justru ruang reinkarnasi bagi jiwa-jiwa muda yang tersesat jalannya. Kita tidak sedang menghukum anak-anak, tapi sedang menyelamatkan mereka dari lubang yang lebih dalam. Toh, sejarah sudah banyak mengajarkan bahwa mereka yang paling keras kepala hari ini, bisa jadi pemimpin paling tegas di masa depan. Asal diberi arahan, bukan hanya bentakan.

Kata pepatah Palembang yang selalu relevan sampai kapan pun. “Jangan tunggu sungai kering baru cari timba, jangan tunggu anak rusak baru cari guru” . Untuk itu, kita semua harus jadi bagian dari solusi orang tua, sekolah, tokoh agama, aparat, dan tentu saja pemerintah, karena masa depan tidak datang sendiri. Ia harus dijemput, disiapkan, dan kalau perlu dilatih baris-berbaris di barak Gandus sambil menyanyikan lagu perjuangan dan menyimpan parang untuk jadi cangkul.[***]

Terpopuler

To Top