Palembang Terkini

“Kalau Swasta Bisa, Masa Negeri Enggak?”

Sumselterkini.co.id, -Di tengah lalu lintas yang kadang lebih ramai dari grup WhatsApp keluarga saat lebaran, sebuah rumah sakit swasta bernama Permata Palembang dibilangan  Jalan Soekarno Hatta Palembang mendadak jadi primadona. Bukan karena ada artis rawat inap, tapi karena tempat ini dilirik langsung oleh Wakil Wali Kota Palembang, Prima Salam, sebagai “role model” pelayanan kesehatan. Iya, semacam panutan, teladan, atau dalam bahasa zaman now the blueprint.

Warga sempat bingung, kok rumah sakit swasta malah jadi contoh buat rumah sakit pemerintah? Tapi ya begitulah, kadang cinta dan pelayanan kesehatan datang dari arah yang tak terduga.

“Ini bisa mengcover 1,8 juta penduduk kota Palembang,” kata Prima Salam, dengan mimik serius, mirip dosen yang ngasih kuliah umum di fakultas kedokteran. Dan kita pun manggut-manggut, meski agak bertanya-tanya juga 1,8 juta itu kayaknya nyaris seluruh isi kota, lho? Tapi kalau RS Permata ini bisa seluas dan sefleksibel Netflix bisa diakses semua kalangan, maka bolehlah.

Dalam lawatannya, Wawako tidak hanya datang untuk meresmikan atau dadah-dadah ke kamera. Beliau menyampaikan bahwa Rumah Sakit Permata, meskipun swasta, punya hati selembut bubur ayam tanpa sambal. Pihak manajemen terbuka, ramah, dan tidak pelit ilmu. Bahkan, RS milik Pemkot seperti RS BARI dan RS Gandus diharap bisa mencontoh cara kerja di sini.

Ini semacam kisah cinta yang tak sampai dulu rumah sakit pemerintah ingin mandiri, tapi sekarang kembali belajar dari swasta yang lebih rapi. Kayak mantan yang sekarang udah kerja mapan, pakai mobil listrik, dan tahu cara booking dokter pakai aplikasi.

Wawako menyebut bahwa pemerintahan RDPS (Ratu Dewa-Prima Salam) punya niat suci merombak pelayanan rumah sakit pemerintah. “Yang sudah baik akan lebih ditingkatkan menjadi lebih baik,” ujarnya, dalam kalimat yang kalau diketik ulang bisa jadi quote di kalender dinding puskesmas.

Maksudnya jelas jangan puas dengan pelayanan yang cuma ‘lumayan’. Harus outstanding, ramah, efisien, dan nggak bikin pasien stress duluan cuma gara-gara antrean loket. Kalau bisa, saat orang sakit datang ke RS, mereka disambut bukan dengan muka masam atau sistem antrian yang lebih ribet dari urus SIM.

Tengok ke negeri orang, sebut saja Negeri Sakura Jepang, disana rumah sakit itu bukan cuma tempat berobat, tapi juga jadi tempat edukasi kesehatan. Warganya bisa cek tensi sambil ngopi di vending machine. Bahkan, di rumah sakit kota kecil pun, sistemnya digital dan antreannya rapi nggak ada drama rebutan kursi.

Di Jerman, rumah sakit umum berkolaborasi erat dengan rumah sakit swasta. Sama-sama belajar, saling bantu. Bahkan manajemen rumah sakit umum Jerman kadang dikelola dengan efisiensi setara perusahaan startup teknologi.

Palembang pun sebenarnya bisa kayak begitu, asal jangan cuma kunjungan simbolik, terus balik ke kantor tanpa tindak lanjut. Ibarat masak mi instan, jangan cuma direbus airnya, terus ditinggal pergi. Harus diaduk, dibumbui, dan disajikan biar pelayanan pun matang dan siap dinikmati warga.

Kunjungan ke RS Permata ini sebenarnya bukan soal siapa lebih hebat  swasta atau pemerintah. Tapi soal kesadaran bahwa pelayanan kesehatan itu kayak nasi  harus selalu hangat, bergizi, dan bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.

Kalau RS swasta bisa jadi role model, ya kenapa tidak? Ibarat belajar masak dari tetangga, kalau dia jago bikin rendang, masa kita tetap keukeuh bikin mie goreng gosong?

Dan harapan besarnya RS BARI, RS Gandus, dan segenap RS Pemkot lainnya bukan cuma jadi tempat rawat, tapi jadi tempat di mana masyarakat merasa diperlakukan bermartabat, meski sedang lemah, tetap dihargai.

Toh, yang kita butuhkan bukan rumah sakit megah dengan ornamen emas, tapi rumah sakit yang tahu cara menyembuhkan sambil tersenyum.[***]

Terpopuler

To Top