Tekno

Tony Blair, Dari Perdana Menteri ke “Perdana Mentor” Komdigi

komdigi

Sumselterkini.co.id, – Kalau biasanya tamu datang bawa oleh-oleh, maka kali ini tamu spesial dari Inggris datang bawa insight. Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris yang dulunya sibuk ngurus Brexit (meski udah pensiun pas itu), sekarang malah rajin keliling dunia bantuin negara-negara berkembang dan Indonesia termasuk daftar sasarannya.

Hari Senin (21/4) kemarin, ia mampir ke Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di Jakarta. Enggak buat ngopi-ngopi manis sambil nonton YouTube, tapi ngobrol serius (dengan gaya elegan khas Inggris) soal masa depan Indonesia di era digital. Blair datang nggak sendiri, tapi bareng tim Tony Blair Institute (TBI) yang udah sejak 2024 jadi semacam ‘teman diskusi digital’ bagi Indonesia.

Di Inggris sana, Tony Blair dikenal sebagai mantan Perdana Menteri yang pernah duduk di kursi paling empuk di Downing Street Nomor 10. Tapi di Jakarta, awal pekan ini, beliau bukan lagi Perdana Menteri melainkan “Perdana Mentor”. Yap, bukan buat jadi dosen tamu di kampus, tapi jadi mitra strategis Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk mendandani wajah digital Indonesia.

Bayangkan, seorang tokoh global, mantan orang paling sibuk se-Inggris Raya, sekarang terbang ribuan kilometer cuma buat ngobrolin kabel bawah laut, e-SIM, dan Artificial Intelligence (AI). Ini bukan sinetron “Tony Blair Mencari Sinyal”, tapi realita baru  masa depan Indonesia sedang didesain bareng mantan PM Inggris. Bukan main!

Blair, dengan gaya kalem khas British, disambut langsung oleh Menteri Komdigi, Meutya Hafid. Dan percayalah, ini bukan pertemuan basa-basi ala “ayo kita meeting biar kelihatan sibuk.” Ini pertemuan berdaging, penuh rempah digital, dari e-SIM sampai cloud. Kalau ini masakan, maka Tony Blair sedang bantu ngulek strategi digital Indonesia pakai cobek internasional.

Pertemuan itu membahas segalanya dari tata kelola AI, keamanan data, sampai perlindungan anak di ruang digital. Bahkan mereka sempat ngobrolin kabel bawah laut yang mungkin kedengarannya sepele, padahal kalau putus satu saja, bisa bikin kita semua panik karena YouTube buffering dan Zoom macet pas presentasi.

Tony Blair Institute (TBI) sendiri memang bukan LSM kaleng-kaleng. Sejak 2024, mereka sudah jadi mitra strategis Indonesia, ikut menyusun rencana induk Pusat Data Nasional dan roadmap digital lima tahunan. Kalau transformasi digital kita diibaratkan naik roller coaster, maka TBI ini adalah teknisi dan navigatornya biar kita gak nyungsep di tikungan 5G.

Nah, sekarang posisi mereka makin sentral. Dengan struktur baru Komdigi yang makin tangguh, kerja sama ini bukan lagi sekadar konsultasi PowerPoint, tapi proyek nyata. Dari pemerintahan digital, ekonomi digital, sampai pengawasan dunia maya, semuanya disentuh.

Salah satu highlight-nya adalah teknologi e-SIM. Bukan cuma buat ganti kartu SIM fisik, tapi juga jadi pintu masuk ke identitas digital masa depan. Bayangkan KTP, NPWP, kartu vaksin, dan rekening bank bisa dikemas dalam satu titik digital kecil. Tinggal scan wajah, dan semua terverifikasi. Aman, cepat, dan pastinya bikin hidup gak ribet.

Dengan e-SIM dan verifikasi biometrik, pelayanan publik bakal serasa check-in hotel berbintang. Cepat, ramah, dan minim antrean. Kalau dulu kita harus fotokopi 3 rangkap dan minta surat pengantar RT, kini cukup buka aplikasi. Teknologi ini bikin birokrasi jadi lebih brilian, bukan brilian bikin pusing.

Blair bukan datang untuk selfie atau tanda tangan di prasasti, tapi untuk memberi nilai tambah. Ini bukan kunjungan kehormatan, tapi kunjungan produktif. Dalam istilah sepak bola, dia bukan penonton VIP, tapi pelatih teknis yang ngasih taktik jitu di ruang ganti.

Dan yang lebih keren, kerja sama ini juga mencakup ranah sosial. TBI dilibatkan dalam pelaksanaan PP No. 17 Tahun 2025 tentang perlindungan anak di ruang digital. Jadi, bukan cuma ngurus server, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan. Ini transformasi digital yang bukan hanya canggih, tapi juga peduli.

Di tengah dunia yang makin terhubung tapi juga makin kompleks, kehadiran Tony Blair sebagai ” Perdana Mentor” memberi angin segar bagi Indonesia. Ini bukan cuma tentang teknologi, tapi tentang keberanian membuka pintu kolaborasi lintas negara. Bahwa masa depan digital Indonesia tak dibangun sendirian, tapi dirancang bersama para ahli dunia dengan semangat saling belajar dan saling menguatkan.

Tata kelola AI, adopsi e-SIM

Kunjungan Blair bukan cuma urusan diplomatik yang penuh protokoler dan teh hangat. Ini pertemuan strategis yang bisa mengubah peta jalan digital Indonesia. Bayangkan dari tata kelola AI, adopsi e-SIM, sampai pengembangan talenta digital, semuanya dibahas dengan semangat kolaborasi.

Dan yang paling menggembirakan semua ini bukan rencana di atas kertas doang. Kalau dijalankan, dampaknya bisa luar biasa, pertama pemerintahan lebih cepat dan efisien, karena sistem digitalnya dibikin setara negara maju, pelayanan publik makin mudah, cukup dengan e-SIM dan verifikasi biometrik, urusan KTP, BPJS, dan dompet digital bisa kelar sambil ngopi, keamanan data rakyat makin mantap, karena standar internasional diterapkan dari hulu ke hilir dan talenta digital Indonesia naik kelas, bukan cuma jadi pengguna, tapi juga pencipta teknologi.

Dengan e-SIM, kita ngomongin masa depan di mana antrean pelayanan publik tinggal kenangan. Mau urus dokumen? Tinggal tap. Mau akses layanan kesehatan? Tinggal scan. Teknologi ini bisa memangkas birokrasi, menghemat waktu, dan membuat pelayanan publik setara Netflix cepat, personal, dan bebas buffering.

Lalu AI yang kadang disalahpahami sebagai robot jahat pencuri kerjaan sebenarnya bisa jadi alat bantu luar biasa. Bayangkan AI mendukung analisis data pertanian, prediksi banjir, deteksi hoaks, sampai penyusunan kebijakan berbasis fakta. Kalau dikelola dengan benar, AI akan menjadi “asisten digital” negara yang kerja lembur tanpa minta THR.

TBI, lembaga yang digawangi Tony Blair, bukan lembaga asal-asalan. Mereka sudah terlibat dalam penyusunan Pusat Data Nasional dan strategi digital Indonesia sejak 2024. Kini, kerja sama ini diperluas bukan hanya urusan teknis, tapi juga perlindungan sosial, termasuk anak-anak di ruang digital. Bayangkan, anak-anak Indonesia bisa berselancar di internet dengan aman, bebas dari predator dan konten beracun, berkat kolaborasi ini.

Dampak lainnya, anak-anak terlindungi, orang tua tenang, pemerintah terkoneksi, rakyat dilayani dan talenta muda berkembang  bangsa pun melesat.

Kalau ini berhasil dan tanda-tandanya sangat menjanjikan Indonesia akan melompati tahapan pembangunan digital, seperti layangan yang putus dari tangan, langsung terbang ke awan. Kita tidak cuma jadi pasar bagi teknologi asing, tapi pemain utama yang bisa memimpin tren digital Asia.

Jadi jangan anggap enteng kehadiran Tony Blair. Karena di balik jas rapinya, dia sedang bantu membenahi sistem digital Indonesia, dari kabel bawah laut sampai aplikasi digital di atas tanah. Dan siapa tahu, satu dekade lagi, dunia akan menyebut Indonesia sebagai negara yang sukses transformasi digitalnya berkat keberanian membuka pintu kolaborasi dan kerja nyata, dimulai dari satu kunjungan bersejarah ini.

Dan siapa sangka, bahwa di antara kabel bawah laut dan chip e-SIM, ada kisah tentang seorang mantan Perdana Menteri yang kini membantu membangun negeri orang lain. Bukan karena dia harus, tapi karena dia ingin.

Terima kasih, Tony. Kunjunganmu bukan sekadar catatan tamu, tapi sinyal kuat bahwa masa depan digital Indonesia memang pantas untuk diperjuangkan, bahkan harapannya sinyalmu sampai, dan pesannya jelas  masa depan digital itu cerah, asal kita berani menyambungkan yang terputus dan menyatukan yang tercerai. Satu e-SIM untuk semua, dan satu mentor dari Inggris untuk Komdigi!.[***]

Terpopuler

To Top