OKI Terkini

“Air Sugihan, Lahannya Luas, tapi Air Bersihnya Langka”

ist

Sumselterkini.co.id, – Kalau Air Sugihan bisa curhat, mungkin dia bakal bilang, “Lahan aku sih luas, tapi jangan tanya soal air bersih. Kayak taman luas tapi nggak ada air mancurnya.”. Ya, begitulah nasib kecamatan satu ini. Lahan gambut terbentang sejauh mata memandang, perkebunan menjalar, seperti mie instan yang belum diseduh, tapi untuk urusan air bersih? Masih seperti jodoh LDR, ada harapan, tapi belum sampai juga.

Tapi tenang, ini bukan cerita sedih. Karena sekarang, semua pihak udah duduk semeja. Pemerintah Kabupaten OKI, Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sumsel, sampe PT OKI Pulp and Paper kompak kayak tim senam pagi, bergerak serempak demi satu tujuan bikin keran warga Air Sugihan ngucur tiap hari, bukan cuma pas hujan turun.

Dalam rapat penuh semangat itu, PT OKI Pulp cerita soal usaha mereka memulihkan dua anak sungai. Bukan cuma direstorasi, dua flap gate kece juga dibangun di Sungai Palas dan Sungai Tampin. Kalau ini disulap jadi sinetron, judulnya bisa “Flap Gate, Cinta di Tengah Sungai”.

“Kami udah siap bangun rumah pompa dan jaringan transmisi air baku,” kata Pak Gadang dari PT OKI Pulp, yang suaranya tenang tapi meyakinkan, kayak Pak RT pas ngasih pengumuman arisan.

Sementara itu, dari BPPW Sumsel, Ibu Ika menyampaikan kabar yang bikin senyum makin lebar, proyek SPAM Air Sugihan bakal dapat dukungan APBN Rp 65 miliar. Dana itu akan dipakai untuk bangun Instalasi Pengolahan Air (IPA), reservoir, jaringan distribusi utama, sampe booster. Lengkap, kayak isi rantang nasi tahlilan dari nasi sampai kerupuknya.

“Air bakunya dari PT OKI Pulp, kita yang bangun pengolahan dan distribusinya. Perpipaan sampai sambungan rumah nanti dibantu Pemprov dan Pemkab,” jelas Bu Ika, mantap.

Pak Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki, nggak kalah semangat. Beliau kayak kapten kapal yang udah lihat arah angin. Dengan gaya khasnya yang santai tapi mantap, beliau bilang, “Air bersih ini urusan hidup. Jangan sampai masyarakat nunggu terus kayak penggemar sinetron yang episode akhirnya nggak tayang-tayang.”

Beliau juga tekankan pentingnya sinergi jangka panjang. Soal dokumen, izin, dan kerja sama antar lembaga, semua harus jelas dan berkelanjutan. Jangan kayak acara TV yang ganti jadwal tiap minggu.

Dan satu hal penting pendekatan ke masyarakat. Karena sejago-jagonya teknis, kalau warga belum sreg, bisa gagal di tengah jalan. Tapi Bupati yakin, dengan komunikasi yang baik, semua bisa jalan mulus. Apalagi kalau diselipi senyum dan kopi hangat.

“Kalau pendekatannya enak, warga pasti welcome. Jangan langsung ngomong soal lahan, ngomong dulu soal harapan,” kata Pak Bupati sambil tersenyum.

Lalu, beliau juga mengajak perusahaan untuk bantu bukan cuma urusan air dan infrastruktur, tapi juga gizi anak-anak lewat program CSR. Karena kadang yang dibutuhkan warga bukan hanya air, tapi juga perhatian yang tepat sasaran.

Nah, cerita Air Sugihan ini bukan dongeng tanpa akhir. Justru ini baru permulaan. Banyak daerah di Indonesia yang nasibnya mirip lahan luas, sumber daya melimpah, tapi air bersihnya masih naik-turun kayak sinyal di pelosok. Sebut saja Ogan Ilir, bagian pelosok Banyuasin, atau beberapa desa di Musi Banyuasin yang juga berjuang menjemput air bersih sampai ke dapur rumah.

Dulu ada juga desa bernama Tunsurib di pegunungan Nepal. Orang-orang di sana harus mendaki dua jam buat ambil air, kayak naik gunung sambil bawa jerigen. Tapi sekarang? Berkat program gravity flow system dari pemerintah Nepal dan dukungan NGO, mereka punya jaringan pipa air bersih langsung ke rumah-rumah. Anak-anak bisa mandi dan ke sekolah tanpa bau matahari!

Begitu juga di Sabangalla, Etiopia. Dulu mandi seminggu sekali itu prestasi, bukan kebiasaan. Tapi setelah program pengelolaan air bersih jalan, air bersih jadi langganan, bukan sekadar impian.

Dan contoh lebih dekat lagi? Di Sumba Timur, NTT, dulu rakyat di sana lebih kenal sumur kering daripada keran. Tapi lewat program Pamsimas, mereka bangun SPAM berbasis masyarakat. Sekarang, air bersih lancar, anak-anak sehat, dan ibu-ibu bisa masak tanpa adu cepat rebutan ember.

Ada juga Gunungkidul, DIY. Daerah yang dulu dijuluki “gundul-gundul gersang”, sekarang punya embung di mana-mana. Teknologi panen hujan dan sumur bor bikin warga punya akses air bersih sepanjang tahun. Pemerintah dan masyarakat kompak, hasilnya nyata.

Jadi, kalau Nepal bisa, Etiopia bisa, Sumba Timur dan Gunungkidul juga bisa, kenapa Air Sugihan nggak?. Air Sugihan sekarang sudah punya awal yang bagus. Flap gate udah berdiri, rencana SPAM udah mengalir, dan gotong royong mulai berdenyut. Tinggal nunggu semua pipa itu tersambung, dan keran-keran warga mulai bernyanyi.

Bahkan kalau bisa ngomong lagi, mungkin Air Sugihan bakal nulis di status barunya .”Aku bukan lagi lahan luas yang haus. Aku calon daerah sejuk yang airnya ngalir tiap subuh. Tunggu ya, bentar lagi keran bakal ‘cipratan pertama’.”

Karena air bersih bukan sekadar fasilitas, ia adalah rasa tenang, kenyamanan, dan hak dasar yang pantas didapat siapa saja. Dan Air Sugihan sudah di jalur yang tepat untuk itu. Kalau seandainya Air Sugihan bisa ngomong lagi, mungkin dia bakal bilang, “Terima kasih, ya. Sekarang aku nggak cuma luas, tapi juga makin bersih dan siap senyum tiap pagi.” Semoga berhasil.[***]

Terpopuler

To Top