Sumselterkini.co.id, – Dulu, budidaya rumput laut di Kepulauan Seribu itu kayak band legendaris—jaya di masanya, banyak penggemarnya, tapi tiba-tiba redup gara-gara banyak faktor, salah satunya si “penyakit ice-ice.” Bukannya es segar yang bikin adem, penyakit ini malah bikin petani rumput laut nangis di pojokan karena panen gagal total. Alhasil, banyak yang pensiun dari dunia per-rumput-lautan dan beralih ke usaha lain yang lebih cuan.
Tapi eh tapi, pemerintah nggak tinggal diam! Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sekarang punya proyek keren: percontohan budidaya rumput laut di Pulau Kongsi. Misi utamanya? Bikin rumput laut naik daun lagi, bukan cuma buat lingkungan tapi juga buat isi kantong masyarakat. SFV alias SMART Fisheries Village jadi panggung utama buat eksperimen ini—bukan cuma sekadar tanam dan panen, tapi juga ajang edukasi, penyuluhan, bahkan inkubasi bisnis. Gaya banget kan?
Nah, meskipun sekarang Kepulauan Seribu makin hits sebagai destinasi wisata, SFV tetap semangat ngajak masyarakat buat ngelirik lagi bisnis rumput laut. Pokdakan Cottoni Jaya dari Pulau Pari jadi bintang utama dalam proyek ini. Dengan bantuan teknologi dan penyuluhan, mereka bisa produksi 8,8 ton rumput laut kering tahun lalu! Makin mantap kan?
Yang bikin tambah asik, SFV ini juga jadi tempat magang buat mahasiswa dari berbagai kampus. Ada yang belajar teknik budidaya, ada yang ngulik kualitas air biar rumput laut tumbuh kece. Bayangin, tahun ini aja ada 29 mahasiswa yang gabung! Bisa jadi generasi baru petani rumput laut yang lebih melek teknologi dan inovasi.
Tapi, bisa nggak sih rumput laut beneran comeback? Ini bukan sekadar nostalgia masa lalu. Kalau percontohan di Pulau Kongsi sukses, bukan nggak mungkin rumput laut bisa jadi sumber pendapatan yang stabil lagi. Soalnya, sekarang polanya beda. Ada standar SNI, ada pendampingan, ada teknologi, dan yang paling penting: ada semangat buat bangkit.
Memang sih, tantangannya masih ada. Mulai dari perubahan tata ruang yang bikin lahan budidaya makin terbatas, hingga kompetisi dengan sektor wisata yang makin merajalela. Tapi kalau ada strategi yang tepat, seperti sinergi antara budidaya dan pariwisata, ini bisa jadi paket kombo yang keren. Bayangin kalau ada wisata edukasi di Kepulauan Seribu, di mana turis nggak cuma snorkling tapi juga belajar budidaya rumput laut, bahkan ikut panen. Bisa jadi nilai jual baru, kan?
Selain itu, tren global juga lagi ngarah ke produk-produk berbasis rumput laut. Dari makanan sehat, kosmetik, sampai bio-plastik, semuanya bisa dikembangkan dari si hijau laut ini. Kalau Indonesia bisa ambil bagian lebih besar dalam industri ini, bukan cuma petani yang senang, tapi ekonomi daerah pun bisa ikut terdongkrak.
Jadi, buat kalian yang mikir budidaya rumput laut itu cuma buat generasi lama, mending pikir ulang deh! Siapa tahu, ini bisa jadi peluang bisnis masa depan yang nggak kalah kece dari usaha kafe kekinian. Ya, siapa tahu kan? Bisa jadi, rumput laut adalah “green gold” berikutnya yang bakal bikin Kepulauan Seribu makin bersinar.[***]
