KABUPATEN Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, bersama Kabupaten Pelalawan, Riau, dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah menjadi pilot pencegahan kebakaran hutan dan lahan berbasis klaster di Indonesia.
Melalui program Strengthening Indonesian Capacity for Anticipatory Peat Fire Management (SIAP-IFM) Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan), didukung US Agency for International Development (USAID), dan United Nation Environmental Programme (UNEP), Kishugu dari Afrika Selatan dan CCROM IPB (Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pasific – Institut Pertanian Bogor) memfasilitasi penguatan berbagai pihak dalam upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla di daerah pilot.
Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif menjelaskan, tindakan pencegahan kebakaran hutan di setiap kabupaten dilakukan dengan pendekatan klaster.
Pasalnya, setiap daerah dan lahan tertentu punya keragaman sendiri sehingga penerapannya berbeda.
“Pendekatan klaster merupakan kegiatan pencegahan kebakaran yang bersifat kolaboratif dan melibatkan semua pihak, seperti pemerintah daerah, Manggala Agni, TNI, kepolisian, perusahaan swasta, dan kecamatan, serta desa,” tuturnya.
Dalam diskusi media terkait penguatan kolaborasi pencegahan dan penanggulangan Karhutlah di Jakarta, belum lama ini.
“Pendekatan ini diharapkan dapat mengubah paradigma penanganan karhutla dari upaya pemadaman api kepada upaya pencegahan kebakaran. Strategi pencegahan dengan kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan karena kebakaran di lahan gambut sulit dipadamkan.”, imbuhnya.
Sementara Sekda OKI, H. Husin mengatakan pendekatan ini diharapkan dapat mengubah paradigma penanganan karhutla dari upaya pemadaman api kepada upaya pencegahan kebakaran. Strategi pencegahan dengan kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan karena kebakaran di lahan gambut sulit dipadamkan.
“Kebakaran hutan sulit dipadamkan. Apa lagi kalau pakai helikopter [pemadam kebakaran] yang [baling-balingnya] membuat api jadi luas,” kata H. Husin, Sekda Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan.
Secara dana, pihak pemerintah kabupaten sangat sulit untuk menganggarkan pemadaman karena keterbatasan. Hanya ada sedikit upaya pemerintah untuk pencegahan kebakaran hutan, bahkan tidak ada alokasi dana untuk hal tersebut.
Pendekatan ini menurut dia cukup menjadi solusi. Sebagai contohnya, karena pemerintah kesulitan secara anggaran, pihak perusahaan harus mengalokasikan dananya untuk tindakan pencegahan. Tidak selalu uang, melainkan pemberian alat pantau atau penanganan dan pencegahan karhutla. Sementara, pemerintah memberikan izin dan membuat regulasi tentang sistem kerja kolaborasi para pihak, terutama pengguna lahan.[***]