SEBELUM menyantap sashimi tuna lezat atau calamari rings renyah yang terhidang di hadapanmu, pernahkah kamu terpikir bagaimana ikan tuna atau cumi-cumi tersebut ditangkap dari laut hingga sampai di atas piring? Di saat kamu membaca tulisan ini, di laut lepas sana terdapat ribuan kapal-kapal penangkap ikan berbendera asing yang para awaknya sepanjang hari sibuk menangkap hewan-hewan laut untuk diperdagangkan secara global. Namun di balik industri bernilai jutaan dolar dan kelezatan seafood yang kita nikmati, ada kisah pilu yang perlu kamu ketahui. Kapal-kapal penangkap ikan tersebut memperkerjakan anak buah kapal (ABK) asal negara-negara berkembang dan salah satu yang terbanyak adalah dari Indonesia. Para ABK asal Indonesia bekerja di bawah berbagai bentuk eksploitasi. Kekerasan fisik dan verbal, jam kerja yang panjang, makanan dan minuman yang tidak layak, sakit tanpa pengobatan, bahkan hingga berujung kematian. |
Hal inilah yang berusaha diungkap melalui film dokumenter “Before You Eat”, yang diproduksi oleh rumah produksi Sorgori dan hasil kolaborasi Greenpeace Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Film ini menceritakan beragam deraan eksploitasi yang dialami para ABK sejak sebelum berangkat, selama bekerja di kapal, hingga tiba kembali di Tanah Air. Dan pertanyaan “is your seafood slavery-free?” adalah tagline yang ingin mengajakmu sejenak merenungkan, apakah di belakang seafood yang kita santap ada jejak-jejak perbudakan? Perbudakan yang menimpa para ABK Indonesia terjadi bukan tanpa alasan. Dalam film ini, kamu akan menyaksikan betapa carut marut regulasi dan mekanisme perekrutan/pengiriman ABK menjadi “pintu gerbang” bagi mereka menuju hari-hari penuh siksaan di atas kapal. Beberapa gambar dalam film bahkan direkam langsung oleh para ABK menggunakan telepon seluler mereka. Di samping itu, para pelaku di industri perikanan global juga melakukan praktik IUU fishing, yakni praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan. Mereka menangkap hewan-hewan laut yang dilindungi seperti hiu dan pari, menekan ongkos bahan bakar dengan melakukan praktik transshipment (pemindahan muatan kapal di tengah laut), dan memalsukan beragam dokumen hingga mengubah warna dan bendera kapal. |
Film ini akan diluncurkan pada 13 Maret 2022 dan ditayangkan perdana di Tegal, Jawa Tengah, dengan disaksikan langsung oleh para ABK korban ataupun calon ABK yang baru akan diberangkatkan. Mengiringi penayangan perdana tersebut, Greenpeace akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan “nonton bareng” (nobar) di lima kota: Tegal, Pemalang dan Semarang di Jawa Tengah, Cirebon di Jawa Barat, serta Jakarta. Sesi-sesi nobar tersebut akan disertai pula dengan diskusi publik yang akan semakin memperkaya wawasan para penonton. Tema diskusi pun akan beragam, sebab dalam menyelenggarakan kegiatan nobar ini Greenpeace berkolaborasi dengan berbagai organisasi dan komunitas anak muda. |
Greenpeace mengajakmu ikut tahu lebih banyak tentang film “Before You Eat”! Ajak teman-temanmu juga untuk menantikan update seputar film “Before You Eat” dengan mengikuti akun-akun media sosial resminya – @beforeyoueat.id di Instagram, @BeforeYouEatID di Twitter dan Before You Eat di Facebook. Simak juga beragam karya kreatif dalam rangkaian promosi film “Before You Eat” di mana kami dibantu oleh tim Hizart Studio. Ada webtoon berjudul SAMODRA, comic strip dengan berbagai tema (“Dipaksa Kebutuhan” dan “Korban Perbudakan di Kapal Lu Qing Yuan Yu”), beragam infografis dengan data dan fakta, dan nantikan giveaway berhadiah merchandise menarik dari film “Before You Eat”. Dalam rangkaian acara nobar di lima kota tersebut, Greenpeace juga menyediakan kuota kursi untuk pendaftar dari kalangan umum. Jika kamu tertarik, cek jadwal dan lokasi nobar di sini: jadwal nobar film BYE. Yuk, cari tahu lebih jauh tentang film “Before You Eat”! Apabila kamu beruntung dan bisa menghadiri acara nobar dan diskusi, sampai jumpa di lokasi! Salam lestari, |